Berbeda dengan Lainnya

1061 Words
Ia tidak mau serta merta mempercayai semua yang dikatakan oleh Ki Langen tentang Genderuwo yang mencintainya, bahkan sampai mau repot - repot menghalau semua lelaki yang ingin mempersuntingnya, hingga ia menjadi perawan tua seperti sekarang. Dan ... atas dasar apa Genderuwo wanita itu sampai menculik Dimas hanya karena rasa cemburu padanya? Bahkan Leandra tak tahu apa-apa. Wah, kalau dipikir-pikir keren juga. Leandra yang cantik jelita dari dunia manusia, telah mengombang-ambingkan perasaan kaum perempuan di dunia Genderuwo, karena Genderuwo yang mereka elu-elukan lebih suka pada Leandra. Bisa dipastikan bahwa Genderuwo itu adalah seorang idola di dunianya. Rasanya Leandra telah menjadi pemeran utama dalam sebuah sinetron ataupun FTV horor, atau karya fiksi yang lain. Meskipun Leandra tak sertamerta percaya begitu saja, namun tak bisa dipungkiri hal ini sedikit banyak membawa pengaruh yang cukup besar. Leandra seakan kehilangan semangatnya bekerja hari ini. Ia sudah beristighfar tiada henti, berharap segera mendapatkan ketenangan hati, dan melanjutkan pekerjaan dengan ringan. Sayang, semua tak semudah itu. Pikirannya terus membayangkan, bagaimana jika Ki Langen benar? Ia tak bisa membayangkan bahwa ternyata selama ini ia selalu diikuti oleh makhluk, yang katanya hitam besar dan sangat mengerikan itu? Mendadak tengkuk Leandra merinding. Ia menghubungkan kemungkinan - kemungkinan itu dengan kejadian - kejadian supranatural yang ia alami beberapa hari ini. Seperti bulu kuduk yang tiba - tiba berdiri, dan juga rasa sejuk yang kadang terasa di leher, seperti ditiup. Apa itu artinya bahwa si Genderuwo sedang berusaha menunjukkan eksistensinya? Leandra terus - menerus beristighfar. Ia tak mau dikuasai oleh ketakutan yang bukan karena Tuhan. Ketukan di pintu terdengar. Hal itu sebenarnya tidak perlu mengingat pintu di ruangan ini selalu terbuka sepanjang waktu. Namun masyarakat yang hendak ke mari memang terbiasa mengetuk terlebih dahulu, sekadar untuk memberitahu yang sedang berada di dalam sini, bahwa ada seseorang yang akan datang. Leandra tertegun menatapnya. Lelaki yang tidak asing. Lelaki yang sore itu. Siapa namanya? Ah ... Romza? Ia yang tiba - tiba melamar Leandra bahkan di hari pertama pertemuan mereka. Leandra bahkan sempat berpikir untuk mempertimbangkan ajakannya untuk menikah. Sayang, saat niat itu muncul, Romza sudah pergi dari ambang pagar rumahnya. "Silakan masuk!" sambut Leandra ramah. Pandangan Romza lurus padanya. Pandangan yang tegas, tanpa kesan nakal sama sekali. Pandangan yang tulus nan murni. Leandra seketika menunduk. Kenapa Romza selalu memandannya dengan cara seperti ini? Caranya memandang ... membuat Leandra menginginkan sesuatu yang lebih. Membuat Leandra banyak berharap. Wanita itu tak ingin kecewa, maka ia harus bisa menjaga pandangannya. Ia tak ingin patah hati hanya karena gagal menjaga pandangan sendiri. "Silakan duduk!" Leandra mempersilakan Romza untuk duduk di kursi, di hadapannya. Kini mereka duduk berhadapan dalam jarak yang cukup dekat, hanya dipisahkan oleh sebuah meja kaca berukuran kecil. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Leandra. Romza masih menatap Leandra dengan cara yang sama. Sementara wanita itu masih belum mau mengangkat kepalanya. Ia masih menunduk menatap fokus pada keyboard komputer. "S - saya ingin mengurus surat pindah." "Oh, iya. Sudah membawa surat keterangan pindah dan RT ataupun RW?" "Ya." Romza menyerahkan sebuah map biru pada Leandra. Wanita itu menerima map, membukanya, membaca surat yang ada di dalamnya. Hatinya terasa menghangat membaca data diri Romza yang tertera di sana. Rasanya menyenangkan mengetahui asal - usul Romza. Ternyata ia berasal dari desa sebelah, yang letaknya sama sekali tak jauh dari desa ini. "Saya serius dengan ajakan saya sore itu," ucap Romza kemudian. Sekujur tubuh Leandra terasa menegang seketika. Saat Leandra mulai tenang, kenapa Romza justru membahas masalah itu lagi? Oh, jangan bilang itu pula - lah alasan Romza pindah ke desa ini? "S - silakan ditanda tangani!" Leandra menyerahkan sebuah formulir permohonan pindah pada Romza. Berusaha bersikap setenang dan senormal mungkin. Meski pun dalam hatinya bukan seperti apa yang terlihat. Jantungnya berdebar tak keruan. Pandangan mereka bertemu sekilas, sebelum Leandra kembali menunduk. Demi Tuhan, lelaki ini memiliki paras yang nyaris sempurna, tanpa cela. Maha Suci dan Maha Besar Tuhan yang telah menciptakan makhluk seindah dirinya. Jujur, Leandra begitu mengaguminya. Ia tak hanya menarik dalam segi fisik, namun juga dari sisi kepribadiannya. Jujur, Romza adalah sosok manusia paling indah yang pernah Leandra lihat seumur hidupnya. Apa ia bahkan nyata? Apa ia bahkan seorang manusia? Leandra tahu ... pikirannya sudah mulai berlebihan. Tapi jika kalian melihat Romza secara langsung, kalian pasti akan memiliki anggapan yang sama tentang laki - laki itu, saking sempurna paras luarnya, juga postur tubuhnya. Di dunia ini jarang ada laki - laki seperti Romza, yang segera melamar, tanpa berbasa - basi mengajak pacaran. Itu artinya Romza mengerti, bahwa Tuhan memang memerintahkan umat - Nya untuk jauh - jauh dari hal yang mendekati zina. Romza segera menandatangani formulir itu, menyerahkannya kembali pada Leandra. "Jadi ... bagaimana? Apa anda menerima? Atau ... anda masih perlu waktu untuk berpikir?" Leandra mengatur pernapasan sebisanya, berharap hal itu juga berhasil mengatur irama jantungnya supaya tak berdetak terlalu cepat dan berlebihan, seakan - akan dapat terlepas dari otot - ototnya sekarang juga. "Jika anda benar - benar serius, silakan temui ayah saya!" jawab Leandra akhirnya. Ya, hanya itu satu - satunya cara untuk mengetahui sejauh mana keseriusan Romza. Hanya itu. Jika Romza benar - benar mau menemui ayahnya dalam waktu dekat, Leandra tak akan ragu lagi. Jika ayahnya setuju, Leandra akan segera menerima lamaran Romza. Leandra merasa begitu ... kecewa? Entah lah. Sedih atau kecewa ... atau tidak ada di antara keduanya. d**a Leandra bergemuruh. Semua itu karena Romza yang tak lagi menjawab pernyataan Leandra tadi. Inilah yang Leandra takutkan. Ia terlanjur berharap banyak — meski pun sudah berusaha ia tekan — namun reaksi Romza justru seperti ini. Tak ubahnya lelaki lain yang mendekatinya selama ini. Mereka sering mengatakan ingin serius dengan Leandra. Namun saat wanita itu meminta mereka untuk menemui sang Ayah, mereka mundur teratur. Padahal Ayah sama sekali bukan tipe lelaki yang mengerikan. Ia adalah orang paling bijaksana yang pernah Leandra kenal seumur hidupnya. Terlepas dari fakta bahwa ia adalah Ayah Leandra, lelaki itu memang memiliki sifat yang baik dan santun. Tak pernah mencela sesama, meski pun ia sendiri sering dicela. Celaan - celaan yang Ayah dapat, kebanyakan karena Leandra. Karena keseringan gagalnya ia mendapat jodoh. Entah itu karena si Lelaki yang mundur teratur setelah diminta menemui sang Ayah. Atau pun karena perjodohan yang tidak sukses. Romza hanya diam. Namun rautnya terlihat begitu muram. Itu perbedaan Romza dengan lelaki yang lain. Tak pelak jika Ayah menaruh harapan besar pada Romza. Berharap laki - laki ini adalah pelabuhan terakhir putrinya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD