Chapter 2

1369 Words
Hope you like it And Happy Reading!!! ***** Kedua tangan Felisa di ikat lantas di dorong masuk ke suatu ruangan dengan paksa. Felisa segera berbalik mencoba kabur tapi gerakannya terlambat beberapa detik sampai pintu itu terkunci dari luar. Felisa menendang pintu berkali kali “Siapapun kalian dan apa tujuannya ku peringatkan untuk segera melepaskanku aku bukan anak orang kaya jadi kalian percuma menculikku jika untuk meminta tebusan” Teriak Felisa masih dengan menedangi pintu hingga ia lelah dan mengalah sembari mencoba melepaskan ikatan di tangannya hingga terlepas. Sedangkan di sisi lain di tempat yang berbeda seorang lelaki melihat ke sebuah layar monitor yang terhubung dengan CCTV di ruangan di mana Felisa di sekap bibirnya mengukir senyum miring sembari meneguk cairan kuning dari dalam gelas. Gadis itu duduk di lantai dengan lunglai tali yang mengikat tangannya sudah terlepas dan seseorang yang tengah memantaunya lewat CCTV tadi kini berdiri menuju ruangan di mana Felisa di sekap. Pintu terdengar terbuka dan Felisa segera berdiri namun bukan maju dan melarikan diri Felisa justru mundur beberapa langkah ke belakang. “Kau mau apa?” Tanya Felisa, lelaki itu tersenyum miring ia menarik tangan Felisa dengan kasar dan membawa gadis itu ke ruangan yang berbeda kemudian Felisa merasa cekalan tangan pria itu terlepas namun sekarang dirinya malah satu ruangan dengan orang yang berbeda tapi lelaki itu terlihat sangat Mengagumkan. Sejenak Felisa takjub dengan apa yang ada di depan matanya. Hanya dirinya dan lelaki asing ini di dalam ruangan yang luas awalnya Felisa kira lelaki di depan sana tengah memakan wafer chocolatos yang sering di makannya juga tapi tunggu sejak kapan chocolatos dapat mengeluarkan asap? Dahi Felisa mengkerut bingung. Dan dengan bodohnya ia mengatakan apa yang ia pikirkan. “Kenapa chocolatos yang kamu makan mengeluarkan asap?” Rubin melihat Felisa di depannya namun kata-kata yang barusan gadis itu katakan membuatnya tak habis pikir apa sebegitu bodohnya dia sampai tak bisa membedakan mana Chocolatos dengan cerutu? Rubin mematikan cerutu yang ia hisap kemudian menghampiri Felisa. Tangannya terulur ke depan, Felisa terlihat bingung hingga refleks bergerak mundur dan lebih bingung lagi ketika lelaki di depannya ini mengatakan. “Berikan Rekaman yang kau ambil hari itu” Rekaman? Rekaman apa? “Jangan terlihat bodoh jadi sekarang berikan rekaman itu secara Cuma-cuma padaku selagi aku masih memperlakukanmu dengan baik” “Wait! Sepertinya anda salah tangkap orang pak. Rekaman? Aku tak punya rekaman apapun” “Kau serius setelah aku melihatmu lari dengan cepat saat aku mengetahuimu apa itu artinya kau tidak merekam kejadian yang ada di gang hari itu?” “Sungguh aku tidak tau rekaman apa yang kamu minta, di gang? Memang apa kita pernah bertemu di gang namun kenapa aku sama sekali tak ingat?” BRAKK Rubin mendorong Felisa sampai punggung gadis itu menabrak pintu, kedua bola mata Felisa membulat. “Gadis kecil aku minta dengan baik-baik serahkan rekaman itu padaku sekarang” Felisa mendorong Rubin dengan jarak yang begitu dekat seperti ini membuatnya sesak. “Jika aku punya aku akan kasih tapi aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang sedang kamu bahas jangankan rekaman ponselpun aku tak punya jadi aku merekam pakai apa?” Kini Rubin yang mengerutkan dahi. “Kau tak punya ponsel?” Felisa mengangguk. “Lalu kenapa hari itu kau berlari dari gang seperti menghindar?” “Maksudmu kamu melihatku berlari saat di gang? Hem.. waktu itu aku meninggalkan tasku di minimarket jadi aku berlari untuk mengambilnya. Apa itu yang kau maksud? Oh ya kalau boleh tau memang apa yang terjadi di gang waktu itu?” Rubin mundur dua langkah dan berbalik ia mengurut keningnya entah gadis ini berkata jujur atau bohong, seingatnya memang tidak terlalu jelas gadis yang di bawanya ini telah merekamnya atau tidak, namun jika ternyata tidak maka itu hanyalah kesalah pahaman yang sangat konyol. Felisa memberanikan maju mengikuti langkah yang Rubin ambil, Rubin berbalik ia terkejut dengan keberadaan Felisa yang hanya berjarak setengah meter darinya. “Apa yang kau lakukan!” Felisa menyatukan jemarinya gugup “Dari tadi kamu terus menanyaiku boleh ku tau namamu?” ucapnya ragu-ragu, astaga bagaimana busa dia punya keberanian seperti ini?. “Dengar ini! Jika kamu berhasil bertemu denganku lagi aku akan memberi tahu namaku tapi sekarang keluar dari sini!” Sentak Rubin menunjuk ke arah pintu tak lama muncul dua orang berseragam hitam menyeret Felisa keluar dari ruangan itu sambil menutopi kepala felisa dengan kain hitam setelah itu ia merasa di bawa kembali ke suatu tempat menggunakan mobil. Tak lama mobil berhenti penutup yang menutupi kepala Felisa di buka dan Felisa sadar sekarang ia sudah kembali berdiri di tempat terakhir ia di culik. “Selidiki gadis itu aku merasa ada yang dia sembunyikan” “Baik tuan” Rubin berdiri menghadap keluar jendela yang menampilkan ramainya kota di sore hari dengan gelas berisi whiskey di tangannya. Melihat kesalahannya dengan gadis tadi adalah kali pertama yang ia lakukan tanpa menyelidiki terlebih dulu dan langsung menyuruh membawanya begitu saja. Namun seorang Rubin tak mudah percaya begitu saja terhadap orang lain dan gadis tadi adalah salah satu orang yang tak mudah untuk di percayai wajahnya memang terlihat polos tapi siapa tau jika di dalam dirinya yang lain ia memiliki hal besar yang di sembunyikan. Rubin berpendapat pada dirinya jika gadis yang terlihat polos justru harus di waspadai karna kita  tidak tau apa yang bisa gadis sepolos itu lakukan kedepannya. ________ 1 bulan kemudian Rintihan suara seorang pria memenuhi sebuah ruangan, tubuh babak belur itu tidak dipedulikan oleh orang yang menginjaknya. Justru tatapan mematikan dan penuh ancaman dia dapat kan. “Katakan siapa yang memerintahmu? mungkin aku akan memberimu kesempatan untuk menghirup udara di dunia ini” ucap Jacob dengan nada penuh intimidasi menatap seseorang dibawah kakinya. “Kau tidak akan pernah tau meskipun sekarang kau membunuhku aku tak akan pernah mengatakannya” jawab orang itu keras kepala, Jacob berdecak lidah. Lelaki itu menarik rambut orang yang ia injak bahunya. “Kau kira aku peduli tapi jika kau ingin mati aku bisa mengabulkannya” Beberapa detik kemudian terdengar suara tusukan pisau dan lelaki yang di injaknya tadi sudah bercucuran darah di d**a dan perut hingga tak lagi bernyawa. Lantai putih penuh dengan noda merah tapi bukan nya muak melihat darah Jacob justru terlihat senang. Rubin bertepuk tangan ia suka dengan permainan ini “Bagus Jacob aku suka pekerjaanmu” “Ini akan lebih menyenangkan lagi jika korban yang akan ku habisi bisa memberi perlawanan” Jawab Jacob. Rubin tertawa Jacob benar semua akan terasa lebih menyenangkan jika semua orang yang akan di bunuhnya bisa melakukan perlawanan dan bukan pasrah seperti ayam yang akan di sembelih. Jacob meletakkan pisau yang ada di tangannya lalu membersihkan tangan yang terciprat darah korbannya dengan air bersih kemudian menyusul duduk di dekat Rubin. “Akan ada rapat di jam delapan nanti apa kau bisa mewakiliku untuk hadir?” Tanya Rubin sambil mengeluarkan asap rokoknya. “Kapan kau akan menghadiri rapat itu sendiri tanpa selalu meminta bantuanku kau tau sejak kita mulai berteman ku rasa soal seperti ini selalu kau serahkan padaku” Ucap Jacob. Sekali lagi Rubin tertawa ia melakukan hal itu karna dirinya percaya dengan kemampuan yang Jacob miliki. “Aku tau potensi yang kau miliki Jack, jadi aku mempercayakan padamu, ah iya kau benar mungkin sekali-kali aku juga perlu datang di rapat seperti ini”  Rubin terkekeh. “Ku sarankan kau tidak menembaki mereka semua jika tak sependapat denganmu” sahut Jacob lalu meminum Whiskey nya. “Selagi mereka sependapat jadi untuk apa senjataku keluar dari tempatnya atau mungkin pertemuan kali ini akan jauh lebih menyenangkan dari beberapa tahun lalu” Rubin tersenyum geli mengingat kejadian ia menembaki banyak orang di ruang rapat hanya karna masalah perbedaan pendapat. Tentu saja karena yang mereka hadapi bukanlah manusia biasa melainkan psikopat. “Jadi apa kali ini kau akan menghadiri rapat dari para pejabat itu? Sendiri? syukurlah” “Tentu saja kau harus ikut sebagai wakilku Jack. Kau kan CEO” Jacob memutar bola matanya malas melirik Rubin. “Aku hanya CEO dan kau ownernya jadi kedudukanmu justru lebih tinggi tapi kau sama sekali tak pernah menampilkan batang hidungmu ke perusahaan milikmu sendiri” Gerutu Jacob. “Aku lebih suka bermain-main dengan darah dari pada setumpuk dokumen menyebalkan” Jawab Rubin dengan seringai yang mengerikan. ***** Bersambung... Don't forget to leave COMMENT 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD