1. OverProtective

1538 Words
"Hana... Hana...!" pekik James seolah wanita itu tuli dan tak cukup hanya dipanggil sekali. Vadhana yang diketahui sekretaris pribadinya langsung menemui James dengan sisa makanan menempel di bibirnya. Karena tadi Hana sedang makan siang di meja kerjanya. "Ada apa, Pak?" tanyanya setelah masuk tanpa mengetuk pintunya. Beruntung James sedang tidak berulah. James melirik pada Hana, meski terlihat masih belepotan tapi wajah takut Hana sangat menggemaskan di mata james. Bibirnya ingin tersenyum, tapi egonya menolak. "Ngapain aja kamu!" bentak James sekali lagi. Ia bukan hanya bos bagi Hana. Tapi lelaki yang berdiri angkuh di depannya adalah cinta pertamanya. Oh bukan, tetapi bagi Hana, James adalah cinta sejatinya. Delapan tahun berlalu semenjak kejadian itu. Dan selama itu pula tak sekalipun Hana melupakan James. Dan mungkin ini takdir yang harus ia terima dengan lapang d**a. Mencintai mantan suami sahabatnya, Felica Ines. Yang sudah lama meninggal. Hana hanya menunduk, menyadari ada sisa makanan di sudut bibirnya membuat ia ingin menjilatinya. Tapi tangan James lebih cepat. Mengapit rahang Hana diantara kedua jarinya "Saya sudah bilangkan, jangan menggoda saya di kantor" seringainya memperingai Hana. Hana melotot, Ia merasa tidak ada niatan menggoda James. Spontan wanita itu menggeleng tidak setuju. "Sudahlah, dasar gadis murahan" desis James setelah melempar wajah Hana yang tadi ia kaitkan di jemarinya. Hana mengulum bibirnya, sangat ingin menangis disebut seperti itu oleh James, ia memang lancang mencintai suami sahabatnya sendiri. Dan karena perasaannya itu juga yang membuat Felicia Ines pergi dari hidup James dan anak mereka, Violet. Tapi ini juga bukan sepenuhnya salah Hana. JIka ia bisa memilih, Hana juga tak ingin mencintai James dan membuat semuanya jadi kacau, Sayang, perasaan ini sangat tak bisa ia kendalikan seberapapun besarnya kecewa yang Hana rasakan. Dan justru pertemuan setiap hari antara dia dan Jameslah yang membuat Hana tak mampu mengubur rasa cintanya untuk James. Hhhaaah, Seharusnya James mengijinkan dia pergi jauh waktu itu, sayang lelaki pendendam itu merasa Hana harus "tersiksa" di dekatnya. "Bapak ada perlu apa sama saya?" ketus Hana tak suka. James bertolak pinggang, memandangi Hana dengan wajah tampannya. "Apa kamu keberatan kalau saya meminta kamu kesini saat jam istrirahat?" seringainya tersenyum tipis, ia tahu Hana sangat tidak tahan dengan senyum mautnya. Yah... karena memang wanita itu mencintainya. "Seharusnya anda tahu waktu, Pak" sahut Hana pelan. James berjalan seolah mengitari Hana. "Dan seharusnya kamu juga bisa berhenti mencintai saya" bisiknya di belakang telinga Hana, tangannya dengan lancang mengesampingkan rambut Hana. Dan ia justru mengendus leher Hana sampai membuat gadis itu kegelian. Begitulah James, ia sangat licik satu sisi mulutnya meminta untuk Hana melupakan dirinya, tapi satu sisi ia selalu bisa menggoda Hana. "Pak..." desah Hana terpejam kuat, mati-matian ia berusaha tidak bereaksi dengan kelakuan James, karena itu akan semakin menegaskan betapa tidak berarti dirinya. "Kenapa...?" lirih James, masih menyentuh leher Hana dengan hidung mancungnya "To...long hentikan semua" sahutnya terbata "Kamu meminta aku berhenti?" tanya James, tangannya merangkul tubuh Hana dari belakang, keduanya semakin merapat satu sama lainnya. "Apa kamu tidak suka dengan setiap sentuhanku?" Lagi ia menguji Hana, Hana yang tengah larut, terbuai dengan gerakan James tak bisa menjawab, bahkan nafasnya memburu dengan dadanya yang naik turun. "Katakan Hana dengan jelas, apa kamu terganggu saat aku mendekatimu seperti ini?" "Ini gak benar!" ucap Hana membela diri. "Apa yang tidak benar, bukan ini yang kamu inginkan. Aku bersikap lembut padamu?" "Hanya, hanya saja..." Hana mulai menangis, perasaan cinta yang meluap-luap harus ia tahan karena rasa persahabatan. James membalikkan tubuh Hana, membuat keduanya saling pandang. Ditatapnya Hana yang sudah berhasil jatuh kepelukkannya. Di usapnya air mata Hana. "Katakan apa sampai detik ini kamu masih mencintaiku?" tanya lembut. "Iyah... Aku mencintaimu James, hanya kamu dan tak pernah ada yang lain" desah Hana menyuarakan isi hatinya. Detik ketika ia membuka mata justru tatapan marah Jameslah yang ia temui. "Kalau begitu mulai sekarang jangan pernah berani memupuk rasa itu lagi. Lupakan aku Hana, meskipun Felicia sudah pergi kau tetap tak bisa memiliki aku" pekik James kembali seperti dirinya. Hana masih tak percaya. sekitar setengah menit yang lalu tubuhnya masih dirangkul mesra oleh James. Ia merasa bahkan jauh lebih rendah dari seorang p*****r. Setidaknya mereka menjajakan diri jelas demi uang. Tapi ia, rela memberikan tubuh dan jiwanya untuk lelaki yang membencinya. Hana pergi dari ruangan James, ia rasanya ingin pergi menjauh. Bahkan kalau perlu masuk ke dalam lubang hitam di antariksa. Dimanapun asal ia tak lagi melihat James. "Jangan coba-coba kamu pergi dari saya" teriak James sebelum Hana mengebrak pintu ruangannya. Hana memutuskan ke toilet, kemana lagi tempat ternyaman untuk ia mulai menangis. "Hiikksss... Hikkkss" Hana memukul-mukul dadanya. Seandainya cinta ini bisa ia tarik keluar, Maka akan Hana lakukan. "Ines, maafin aku..." lirihnya. *** Setelah ditinggal Hana, James kembali duduk di kursinya. Tangannya meremas sebuah surat. Yaitu surat permohonan pengunduran diri Hana yang entah sudah berapa kali wanita itu ajukan. "Hana kamu gak bisa pergi begitu saja, kamu harus menanggung semuanya setelah kematian Ines" gumamnya dengan wajah memerah. Ia kembali menatap ke ruangan Hana yang hanya dibatasi jendela dan pintu. Wanita itu belum kembali, pasti kali ini Hana masih menangis di kamar mandi. Analisis James "Seharusnya kamu berfikir lebih dulu sebelum berbuat sesuatu Hana" tambahnya mulai mencair, tersisa rasa bersalahnya sudah berkali-kali membuat gadis itu menangis. James bukannya tidak mempunyai perasaan, Ia sadar sudah begitu tega pada Hana. Tapi hubungan ini tak bisa ia hentikan. Jauh di lubuk hatinya cinta lamanya pada Hana masih terus bersemi, bahkan saat ia masih berstatus suami Felicia. Kekecewaan kepada dirinya sendirilah yang membuat James meluapkannya pada Hana. "Kamu gak boleh pergi. Gak boleh... Gak boleh!" cicitnya frustasi, seraya melempar semua berkas-berkas di meja kerjanya. Flashback On. "Bu... Bu Hana?" panggil Yudi, OB di kantor James. "Iyah, Yud?" sahut Hana yang selalu ramah. "Ini teh hangat Ibu, Apa mau ditambah dengan gula?..." tanya Yudi seraya tersenyum. Hana adalah salah satu karyawan favorite bagi karyawan lainnya. Sikapnya yang suka membantu tanpa pamrih menjadi daya tarik wanita itu. Tentunya selain wajahnya yang cantik. "Wah gak perlu, Makasih,ya. Sini biar aku ajah yang bawa!" balas Hana mulai mengambil gelasnya. "Eh, jangan Bu. Biar saya anter ajah ke meja Ibu" sahut Yudi gak enak. "Udah gakpapa, itu meja saya udah keliatan kok, apa perlu saya bantu bawa semuanya sekalian?" tawarnya ramah. "Yah jangan Bu, Kan saya yang OBnya. Masa Ibu yang bawa. nanti saya yang jadi sekertarisnya lagi" kata Yudi bergurau. "Hahahaha... Aku tahu Yud, aku cuma mau bantu kok" bela Hana ceria "Yah... Kalau Ibu yang bawa, yang ada saya gak ada kerjaan dan malah di pecat lagi sama Pak James" Yudi semakin senang bergurau dengan Hana. Hana mengangguk-angguk, senyum terus mengembang di wajahnya. "Kamu bisa ajah, Yud" tanggap Hana masih cekikikan. James yang sejak tadi menguping merasa marah. Kenapa dengan mudahnya seorang OB membuat Hana tertawa riang. Dan ini bukan sekali-dua kali terjadi, apa mereka terlibat cinta lokasi. pikirnya bodoh. "Awas kamu Yud!" gumamnya marah. *** Pukul sepuluh pagi, James langsung mendatangi Yudi yang sedang melap furniture kantor. "Yudi. Mulai besok kamu tidak perlu lagi masuk, karena kamu sudah saya pecat!" tukasnya kejam. "Apa, Pak?" sahut Yudi heran, perasaan ia hanya bergurau tadi pagi tentang pemecatannya. Tapi kenapa siang ini terjadi. "Apa saya harus mengulang perkataan saya?" sinisnya lagi. Hana yang memang duduk di depan merasa harus ikut andil. Ia melihat sendiri jika Yudi memiliki kinerja yang bagus. Ia bahkan tak pernah telat sejak awal masuk. "Pak, Apa anda bisa mempertimbangkannya lagi?" pinta Hana menatap Yudi iba. "Apa maksudmu?" James semakin tak suka. "Tapi, Pak... Saya tidak melihat jika Yudi melakukan kesalahan. Lalu mengapa ia dipecat?" heran Hana. "Kau tidak perlu ikut campur!" desis James kesal. Ia mengepal tangan kuat "Bukan maksud saya ingin ikut campur Pak, tapi ini adalah hak asasi setiap pekerja. Seorang pekerja setidaknya mendapatkan peringatan tertulis sebanyak tiga kali sebelum ia dipecat begitu saja. Kecuali jika ia melakukan kesalahan fatal contohnya seperti mencuri. Dan Yudi tidak pernah melakukan itu!" cecar Hana yang berdiri di samping Yudi, seakan memberi tahu pria dua puluh tahun itu jika ia ada dipihaknya. Yudi masih terus menunduk takut, meski ia begitu bahagia di bela Hana. "Kamu berani mendikte saya" sarkas James "Saya bukan maksud mendikte ataupun menggurui anda, tapi sebaiknya kita libatkan Pak Anto, sebagai manager HRD untuk persoalan ini. Apa benar selama bekerja Yudi pernah mengecewakan perusahaan sampai ia layak untuk dipecat" Hana hanya takut pemecatan Yudi semua karenanya. James memang tak senang jika Hana mempunya teman bicara, katakanlah lelaki itu sakit jiwa. Lagipula bersikap berani menatang James sangat ia butuhkan, mungkin saja lelaki itu khilaf dan mengabulkan surat pengunduran dirinya yang ia ajukan sejak awal bulan "Ayok, Pak. Anda bukan pengusaha kemarin sore yang mengedahulukan perasaan di atas profesionalitas" sindir Hana "Kamu...!" tunjuk James geram. Ia pun pergi tanpa berkata lagi. "Bu, Maafkan saya, Bu" lirih Yudi. "Kamu gak salah, Yud" "Tapi karena saya lagi-lagi ibu dibentak Pak James" sesalnya yang entah untuk apa. "Bukan Yud, ia memang hanya suka bicara pada saya dengan suara lantang" bela Hana. "Sekarang kamu sebaiknya melanjutkan pekerjaan lagi, saya pastikan Pak James tidak akan memecat kamu" tambahnya. Yudi mengangguk "Sekali lagi, terima kasih Bu" ucapnya tulus. "Aku yang seharusnya minta maaf sama kamu, pasti semua ini karena aku dekat sama kamu, Yud. Tapi tenang ajah, James tak akan bisa menyiksa orang lain karena aku. Biar ia hanya menyiksaku" lirih Hana yang memang selalu memikirkan perasaan orang lain.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD