Bab 3 Penyatuan

1052 Words
Kini aku dan Mas Rangga duduk bersama di atas ranjang. Mas Rangga masih terus menatapku, membuat aku semakin gugup. Aku meremas kedua tanganku diam-diam sambil tersenyum di hadapan mas Rangga. "Dek, Mas sangat mencintaimu, Mas sangat bersyukur bisa memilikimu." Ucapan Mas rangga begitu tulus sambil menatapku semakin dalam, aku dapat melihat ketulusan itu dari kedua bola matanya. kedua tanganku lalu menangkup wajah tampan Mas rangga. "Mas, aku juga sangat mencintaimu, cuma Mas Rangga dan Ayah yang menyayangi dan mencintaiku dengan tulus di saat semua orang memandang rendah diriku dan menganggap aku wanita malam hanya Mas Rangga dan ayah yang mempercayaiku, terima kasih Mas." Aku menangis memeluk Mas Rangga. Mas Rangga membalas pelukanku sambil membelai rambutku. "Dek, Mas sudah lama mengenalmu tidak mungkin Mas percaya begitu saja dengan gosip-gosip itu." Kata-kata Mas Rangga membuatku sedikit tenang, aku lalu melepaskan pelukanku dan menghapus air mataku. "Sudahlah Dek jangan menangis, Mas berjanji akan selalu membahagiakanmu." Aku menganggukkan kepalaku. Mas Rangga lalu mengecup keningku dengan lembut. "Sekarang kita mulai ya!". Mas Rangga membaca doa terlebih dulu sebelum menyentuhku, lalu Mas Rangga mulai mendekatkan bibirnya ke bibirku, aku kembali menggenggam tanganku saat ini aku benar-benar gugup, karena ini adalah ciuman pertamaku. Meskipun aku sudah dua tahun berpacaran dengan mas Rangga tetapi tidak pernah sekalipun mas Rangga mencium ku kami hanya sekedar berpegangan tangan dan makan bersama setiap kami bertemu malam minggu. Mas Rangga mulai melumat bibirku dengan lembut lalu aku mencoba membalas ciuman mas Rangga, Mas Rangga kemudian membuka perlahan kancing baju piamaku . "Dek, Mas sangat menyukainya bentuknya tidak terlalu kecil dan besar tetapi terlihat sangat padat." Aku langsung menutup bagian dadaku dengan tangan saat Mas Rangga melihat dua gunung kembar ku yang masih tertutup rapat dengan wadah pelindungnya. "Kok di tutup Dek?" tanya Mas Rangga. "Aku malu mas," jawabku. "Ya sudah kalau begitu Mas matikan lampunya kita pakai lilin saja bagaimana?" tanya Mas Rangga lagi. Aku menganggukkan kepalaku menyetujui ide Mas Rangga. Mas Rangga lalu mematikan lampu kamar kami dan menghidupkan lilin. "Seperti sedang mati listrik saja," guman hatiku. Kemudian mas Rangga kembali mendekatiku dan ia membuka semua bajunya dan bajuku, kini Mas Rangga mulai menyentuhku ia mencium seluruh tubuhku dan aku mulai mendesah dan hanyut oleh sentuhan mas Rangga. "Pelan-pelan Mas." Aku mengingatkan mas Rangga saat ia mencoba masuk ke dalam milikku. "Iya Dek, Mas ini sudah pelan tapi memang susah masuknya, kamu tahan ya." Aku mencengkeram erat lengan Mas Rangga dan menggigit sedikit bantal agar ibu tidak mendengar suara teriakan ku saat mas Rangga berhasil masuk ke dalam milikku. Tubuhku dan Mas Rangga mulai terasa panas dan keringat mulai mengalir di tubuh Mas rangga, Mas Rangga lalu menghempaskan tubuhnya di atas tubuhku ketika pelepasannya selesai. "Makasih ya Dek, ini benar-benar nikmat." Mas Rangga mencium keningku lalu menyelimuti tubuh polos ku. Aku dan Mas Rangga lalu beristirahat karena lelah setelah penyatuan kami. "Tidurlah Dek." "Iya Mas, aku sangat lelah." Mas Rangga lalu menghidupkan lampu kamar kembali dan mematikan lilin setelah itu masuk ke dalam selimut bersamaku dan tidur sambil memelukku. ********* Suara azan Subuh pagi mulai terdengar, aku perlahan membuka mataku dan membangunkan Mas Rangga yang masih terlelap. "Mas bangun, sudah subuh." Aku menggoyangkan pelan tubuh Mas Rangga. Mas Rangga mulai membuka matanya dan melihat jam weker yang tepat berada di sebelahnya dan sudah menunjukkan pukul 05.00 pagi. "Dek, ayo kita mandi dan Shalat bersama!" ajak Mas Rangga. "Iya Mas," sahutku. Aku lalu mandi terlebih dulu, setelah itu menunggu Mas Rangga mandi sambil membersihkan tempat tidur dan mengganti seprei. "Dek, kenapa di ganti sepreinya itu baru aja mas ganti kemarin?" tanya Mas Rangga. Ketika melihatku mengganti Seprei setelah ia selesai mandi dan sudah memakai bajunya. "Itu Mas, Sepreinya kotor," jawabku. "Masak sih." Mas Rangga tidak percaya lalu ia merebut Seprei itu dari tanganku dan membentangkannya. "Dek kok ada noda darahnya di seprei, apa kau terluka?". Mas Rangga memegang tubuhku dan mengecek keadaanku. "Tidak Mas, aku tidak terluka hanya ada sedikit bagian yang robek," jawabku. "Sudah Mas, ayo kita Shalat nanti kesiangan lagi!". Aku mengalihkan ucapan Mas Rangga dengan mengajaknya Shalat sekarang agar mas Rangga tidak bertanya lagi, lalu kami mengambil air wudhu dan Shalat subuh bersama, sehabis Shalat aku mencium punggung tangan Mas Rangga dan Mas Rangga mencium keningku. Setelah Shalat aku lalu memasak untuk sarapan Mas Rangga sebelum ia berangkat ke Kantor, aku memasak Nasi goreng karena Nasi sisa masak tadi malam masih banyak sayang kalau di buang. "Bu, ayo sarapan!". Mas Rangga memanggil ibunya di kamar, tidak lama ibu mas Rangga lalu keluar. tetapi saat ibu melihat aku masak nasi goreng ia kembali masuk ke dalam kamarnya. aku dan Mas Rangga kemudian menyusul ibu. "Ibu kenapa?" tanya Mas Rangga. "Rangga, ibu gak mau makan nasi goreng ibu mau makan Nasi padang." "Tapi Bu, Nasi padang itu banyak santannya nanti kolesterol ibu naik." Aku memberi saran ibu, agar ia menjaga kesehatannya karena baru saja keluar dari Rumah sakit. "Ibu tidak berbicara denganmu," sahut mertuaku. "Ibu, apa yang di katakan Nisa itu benar, ibu makan yang lain saja ya nanti biar di masakin Nisa." "Tidak, ibu tidak mau, ibu tetap mau makan Nasi padang," ucap ibu mertuaku kekeh dengan keinginannya. Karena ibu terus memaksa, Mas Rangga akhirnya menuruti keinginan ibu. Mas Rangga lalu memberikan aku uang 20.000. "Dek, beliin Nasi padang ya untuk ibu di warung depan, Mas gak bisa sudah siang nanti Mas terlambat ke kantor," Mas Rangga menyuruhku. Aku menganggukkan kepalaku sambil menerima uang 20 ribu itu. kemudian Mas rangga bersiap pergi ke kantor. sebelum mas Rangga pergi aku mencium punggung tangannya dan mas Rangga mencium keningku. "Hati-hati di jalan Mas!". Aku melambaikan tanganku sambil melihat Mas Rangga yang mulai mengendarai motornya menuju Kantor. Kantor mas Rangga tidak terlalu jauh dari Rumahnya hanya sekitar 2 KM. Setelah Motor Mas Rangga tidak terlihat lagi, aku masuk ke dalam Rumah mengambil Hijabku karena aku harus keluar membeli Nasi padang untuk Mertuaku. beruntung warung nasi itu tidak terlalu jauh jadi aku bisa berjalan kaki saja kesana tidak perlu memakai jasa ojek bisa sekalian olahraga jalan-jalan pagi. Tidak lama kemudian setelah aku berjalan 15 menit aku tiba di warung Nasi padang. Warung itu terlihat ramai banyak para pembeli sedang sarapan pagi di sana. "Bu, Nasi padangnya satu ya!" aku sedikit berteriak memanggil ibu penjual Nasi Padang. "Iya Mbak, mau di bungkus apa makan disini?". "Bungkus aja Bu." Ibu penjual Nasi padang lalu mulai menyiapkan pesanan ku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD