Part 2

1452 Words
    Setibanya Dyra di rumah ia langsung menuju kamar.      "Aduh.. Abis lagi" ucapnya ketika melihat stok pembalutnya yang ternyata sudah habis. Sedangkan ia sudah sangat risih dengan keadaannya yang sekarang.     "Biiii.... Biiik..." teriak Dyra.     "Bibiiiiiik..."     "Apaan sih lo , berisik banget." ujar Dero yang masuk ke kamar Dyra karena mendengar keributan seolah telah terjadi gempa bumi. Dero Anggara, kakak kembar Dyra. Saat ini Dero juga sedang duduk di bangku kelas dua belas. Hanya saja, ia bersekolah di SMA Cakrabuana. Sekolah yang selalu bersaing ketat dengan SMA Cakrawala dalam bidang apapun.     Jangan tanyakan mengapa mereka beda sekolah. Ini adalah keinginan Dyra yang tidak ingin satu sekolah dengan kembarannya. Ketika SMP, Dyra selalu dihampiri kakak kelasnya yang selalu memintai informasi apapun mengenai Dero. Dyra merasa risih karena banyak kakak kelas yang mendekatinya hanya agar bisa dekat dengan Dero karena Dero sangat populer dan tampan. Tidak ada yang tahu jika Dyra memiliki kembaran laki-laki yang sangat tampan. Karena mereka berbeda sekolah. Dan saat SMP, mereka masih berada di Bandung. Mereka baru pindah ke Jakarta saat kelulusan SMP. Sehingga teman-teman mereka tidak ada satupun yang tahu  perihal saudara kembar.     Begitu pula Dero, tidak ada yang tahu bahwa ia memiliki adik secantik Dyra. Ini juga adalah keinginan Dyra agar merahasiakan persaudaraan mereka. Dero Anggara adalah mantan ketua OSIS di SMA Cakrabuana. Selain itu ia juga mantan ketua ekstrakurikuler futsal di sekolahnya. Disebut mantan karena jabatan tersebut ia duduki ketika masih kelas sebelas dulu. Sedangkan kini ia sudah kelas dua belas. Ia juga menjadi Juara satu paralel jurusan IPA. Dia adalah most wanted di sekolahnya. Dia juga seorang selebram. Pengikut instagramnya mencapai ratusan ribu. Ia sangat terkenal. Banyak gadis yang tergila-gila dan mengejarnya. Tak hanya siswi di SMA Cakrabuana, banyak siswi di SMA Cakrawala yang mengagumi ketampanan Dero. Itu sebabnya Dyra tidak ingin ada orang yang tahu bahwa Dyra adalah kembarannya Dero. Ia tidak ingin banyak orang yang pura-pura baik padanya hanya karena ingin mendapatkan Dero .     "Kak, Bi Siti mana?" tanya Dyra .     Dero mengerutkan kening ketika melihat penampilan Dyra yang sedikit aneh.     "Lo ngapain pake jaket kayak gitu?" tanya Dero .     "Ih lo ditanyain malah balik nanya. Bi Siti mana?"     "Dia tadi nemenin Mama ke rumah sakit.. Seriusan Dyr, lo tumben kayak gini. Ngapain? Lo sehat?" tanya Dero lagi.     "Gue bocor." sahut Dyra singkat.     "Hah bocor? Maksudnya?"      "Ya bocor. Udah mendingan sekarang, lo beliin gue pembalut di warung deket sini. Buruan" ucap Dyra memberikan selembar uang dua puluh ribuan pada Dero.     "Ih ogah.. Apaan lo nyuruh gue beli pembalut. Malu-maluin aja."     "Gue minta tolong kak. Bentar aja. Buruan, udah gak nyaman banget nih. Cepet!"     "Eh dimana-mana tuh ya, kakak yang nyuruh adiknya. Ini adik yang merintah kakak. Males gua, nih" Dero mengembalikan uang yang tadi Dyra berikan.     "Gue kan minta tolong Kak. Bentar doang, ayolah.."     "Ogah." ujar Dero berniat meninggalkan kamar Dyra.     "Ih.. Jadi abang jahat banget sih lo. Gue minta tolong juga. Kalo keadaan gue memungkinkan juga gue yang jalan."     Dero membalikkan badannya.  "Lagian lo nyuruhnya beli pembalut. Mana ada cowok beli pembalut. Lo mau buat gue diketawain emak-emak kompleks?."     Dyra menghela napas. Sejurus kemudian, muncul ide di otaknya. "Aw.  Aduh.. Perut gue nyeri. Kak, please. Gue minta sekarang. Gue baru aja dateng bulan tadi. Lo gak kasian sama gue. Darahnya keluar banyak banget. Gue bener-bener gak nyaman nih. Sumpah" ucap Dyra. Ia lalu terduduk karena lemas. Ia tidak berbohong , ia benar-benar lemas dan perutnya merasakan nyeri. Hanya ucapannya lah yang sedikit di dramatisasi. Dero menoleh dan menghela napas, ia juga tak tega melihat keadaan adiknya yang seperti itu.      "Yaudah. Gue beliin." ujar Dero melangkah hendak keluar.     "Uangnya?" tanya Dyra mengingatkan.     "Pake duit gue aja."     Dyra bersorak dalam hati .     "Ya udah, buruan ya Kak. Gue udah gak kuat nih"     "Iya."     "Oh iya. Belinya yang bersayap ya." ujar Dyra.     "Iyaa.."                                                                                     ----     Dero menatap bingung ke rak yang berisi pembalut dengan beragam warna. Ia tidak tahu harus yang mengambil yang mana. Ada warna oranye, pink, dan hijau. Dero meletakkan jarinya di dagu. Mengetukkan jarinya berkali-kali.     "Ini adalah pilihan tersulit." ujar Dero dramatis.     "Kalau nanya malu. Enggak nanya, enggak bakal tau."     Tadi Dyra memang menyuruh Dero agar membeli di warung terdekat, tetapi tidak mungkin Dero melakukan itu. Jika ia memberi di warung pasti penjaga warung akan mengenalnya dan menggosipkannya dengan para Ibu rempong di kompleks. Dero tidak ingin namanya menjadi buah bibir para Ibu kompleks.     "Yang bersayap yang mana ya?" gumamnya.     Meskipun Dero sudah menyamar sesempurna mungkin hingga tak akan ada yang mengenalinya, tetap saja ia malu jika harus bertanya pada pegawai perempuan di minimarket ini. Tiba-tiba ada seorang gadis yang menatap heran kearah Dero.     "Mas mau beli apa ya? Kok diem di depan..." gadis itu tidak melanjutkan kata-katanya.      "Mbak, mau tanya pembalut bersayap yang mana ya?" tanya Dero. Ia menyerah. Daripada berlama-lama di sini justru akan menarik perhatian pengunjung lainnya. Gadis tersebut membulatkan matanya.     "Mas pake begituan?" tanyanya heran.     "Enggak. Ini buat pacar saya." ujar Dero asal.     Gadis itu hanya ber'oh' ria. Namun ia langsung mengambil pembalut dengan bungkus berwarna pink dan memberikannya pada Dero.      "Yang ini mas."      "Makasih ya mbak..."     "Dea " ujar gadis itu cepat. Dero menatap gadis itu sebentar. Dea masih memakai seragam sekolah. Dan Dero tau itu seragam SMA Cakrwala. Itu artinya gadis di hadapannya ini baru pulang sekolah.     "Iya makasih ya mbak Dea. Saya duluan." ujar Dero segera melangkah menuju kasir.     Untunglah di kasir tidak antri seperti biasanya. Dero segera memberikan barang yang ia beli pada kasir. Dan kasir itu segera menatap Dero dengan heran.     Dengan cepat Dero memberikan selembar uang lima puluh ribuan pada sang kasir. "Kembaliannya ambil aja mbak." ujar Dero     Dengan cepat Dero berjalan meninggalkan minimarket dengan membawa pembalut berbungkus pink tanpa plastik. Ia segera menyembunyikan pembalutnya dibelakang tubuh ketika seseorang yang melewatinya menatap heran kearah Dero. Dero dengan tergesa-gesa memasuki mobilnya. Sedangkan Dea yang mengikuti dan memperhatikan gelagat Dero hanya menahan tawanya.     "Cowok tadi siapa ya. Romantis banget mau beliin pacarnya pembalut." ucap Dea. Dia memang mengikuti pria yang baginya misterius tapi romantis itu.     "Kenapa De? Lo kok keluar?" tanya Rudra yang menghampiri Dea. Dea menoleh pada Rudra.     "Enggak papa." ucapnya. Mereka masuk kembali ke dalam minimarket.                                                                     ----     Sesampainya di rumah, Dero segera menuju kamar Dyra untuk memberikan pembalut.     "Dyr nih pembalut lo."     "Bawa sini ,Kak" teriak Dyra dari dalam kamar mandi. Ia kemudian membuka sedikit pintu dan menyembulkan kepalanya.     "Wah, gue di suruh masuk kamar mandi nih."     "Eh enggak. Berhenti sampe situ. Mana? Cepet, gue udah gak betah di kamar mandi." ujar Dyra menagih pembalut pesanannya.     Dero kemudian rebahan diatas kasur di kamar Dyra. Ia membuka aplikasi ** yang dibanjiri notifikasi setiap saat.     Belum lagi para gadis yang mengiriminya pesan di **. Membuatnya muak, dan malas meladeni mereka.     "Makasih ya Kak Der. Lo emang abang yang paling baik sedunia, kalo lagi kumat tapi." ujar Dyra menghampiri Dero ke atas kasur. Dyra kemudian duduk di tepi kasur.     "Emang lo udah pernah keliling dunia?"     "Dunia gue maksudnya."     "Oh jadi lo dari dunia lain. ihh atutt"      "Ih apaan sih lo, Kak" Dyra memukul pundak Dero.     "Eh tapi, cewek tuh ribet banget ya. Pembalut aja pake ada yang bersayap. Emang bedanya yang bersayap sama yang gak pake sayap apa?" tanya Dero.     "Eh." Dyra tergelak. Bagaimana cara ia menjelaskan hal itu pada laki-laki.     "Kalo yang pake sayap bisa terbang."jawab Dyra asal.     "Beneran?" tanya Dero.     "Ya enggaklah. Udahlah, ini rahasia cewek. Makanya lo jangan nyakitin cewek. Jadi cewek itu susah dan ribet tau."     "Siapa juga yang nyakitin cewek. Pacar aja gue gak punya. Lo tau kan mama papa ngelarang pacaran sebelum lulus SMA."     "Lah itu para fans lo, cewek semua kan. Loe sering banget php'in mereka."     "Lah, itu kan fans. Ya resiko mereka dong. Gue juga kan gak pernah nanggepin mereka. Mereka aja yang berlebihan." ucap Dero .     "Iya deh, tau kok. Yang selebgram."     "Bdw, gantiin uang gue lima puluh ribu." ujar Dero.     "Tadi katanya pake duit lo ,Kak." ujar Dyra tak terima.     "Gue berubah pikiran."     "Ah lo labil ,Kak. Tapi kok lima puluh ribu, harga pembalut sekecil itu gak sampe segitu ya. Lo beli ini dimana?"     "Di minimarket. Gue tadi abis ngasih uangnya langsung kabur. Abisnya malu banget. Kasirnya malah liatin gue." tutur Dero.     "Astaga, Kak. Kan gue udah bilang belinya di warung deket sini. Malah kesana, ck." Dyra berdecak kesal.     "Gue bakal balikin. Tapi besok lo anterin gue ke toko buku, oke?!"  ujar Dyra kemudian. Dero mengangguk mantap.     "Siap. Tapi lo dandan yang cantik. Malu gue jalan sama cewek jelek."     "Jadi maksud lo, gue jelek gitu?" tanya Dyra tidak terima.     "Ya bukan. Maksudnya lo besok harus terlihat cantik."      "Emang selama ini gue enggak cantik?"     Dero tampak menghela napas.     "Cantik. Tapi besok, lo harus lebih cantik."     "Oke."     Dyra lalu membuka laci nakasnya mengeluarkan uang lima puluh ribuan.     "Nih. Makasih ya." ucap Dyra. Dero pun mengangguk.     "Tekor gue, Kak." ucap Dyra kemudian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD