bc

KUKIRA PELANGGAN TERNYATA PAK KYAI

book_age16+
291
FOLLOW
2.2K
READ
HE
curse
goodgirl
heir/heiress
bxg
kicking
city
surrender
like
intro-logo
Blurb

Kiara menjajakan diri dipinggir jalan, siapa sangka ia justru mendapat pelanggan seorang ustadz yang nyatanya bukan di booking untuk di ajak ke hotel melainkan justru kesebuah acara besar yang langsung membuat Kiara nervous.

chap-preview
Free preview
Mangkal
"Duh ... Sudah malam begini belum dapat pelanggan lagi." Aku melihat arloji, sudah jam sembilan malam tapi satu pun aku belum dapat hidung belang. "Sepertinya sekarang laki-laki hidungnya sudah putih semua, ngga ada yang belang!" Gerutuku. Aku segera beranjak dari duduk. Di cafe kecil pinggir jalan, aku memang menjajakan diri disana. Biasanya kalau malam banyak anak muda atau juga bandot tua yang datang. Kadang sekedar untuk minum kopi tapi lebih banyak yang mencari wanita seperti aku. Si Kupu-kupu malam. "Kiara!" Panggil Cinta yang baru selesai melayani pelanggan. Memang di cafe itu juga ada hotel kecil, mungkin lebih tepatnya kos-kosan khusus untuk memadu kasih secara singkat. Tentunya murah meriah, menjadi alternatif bagi yang ingin menggunakan jasa kami tanpa banyak menguras kantong untuk tempatnya. "Iya, Cin?" Aku menengok pada Cinta yang sebenarnya bernama Rohmini, wanita berusia tiga puluh lima tahun dengan status single parents. Nama kita memang sengaja diubah, selain untuk terlihat lebih cantik juga untuk menyembunyikan identitas. "Kamu masih disitu? Emang belum dapat pelanggan?" tanya Cinta yang sekarang sudah berada di dekatku. Bau wangi sabun khas hotel mengeruak Indra penciumanku, tentu pastinya dia sudah mandi setelah melayani pelanggan tadi. "Iya nih, sepi banget. Mana perut aku lapar lagi belum ku isi sejak siang," ujarku mengeluh. "Nih, aku kasih buat beli lontong!" Ia menyodorkan padaku uang pecahan berwarna ungu. Cinta pasti hafal benar keadaan aku. Kalau sampai aku belum makan, itu artinya memang aku tak punya pegangan. "Makasih ya," jawabku sambil menerima uang pemberian dari Cinta. Kita memang mencari rejeki dengan cara salah, tapi untuk saling membantu disaat yang lain kesusahan, itu adalah prioritas bagi kami. Bahu membahu dan saling dukung. Itulah yang aku rasakan saat menjalani pekerjaan yang dianggap sebagian orang menjijikan. Tapi ... Tentu, jika boleh memilih, kami pun enggan untuk melakukan pekerjaan seperti ini, jika bukan keadaan yang memaksa. Segera aku menuju kedepan, ke warung kecil tepat di pinggir jalan. Sedangkan cafe yang aku tempati untuk mangkal, tepatnya sedikit masuk ke gang walau masih bisa untuk mobil masuk. "Mba, beli lontong dua gorengannya dua, sama air mineral yang gelas satu!" Aku langsung menyerahkan uang sepuluh ribu itu, karena aku sudah hafal betul harga makanan disini, hingga tak perlu tanya totalannya. Aku memilih menyebrang jalan, duduk dekat taman dan memakan lontong itu dengan enak. "Aduh, ini nyamuk bandel banget sih, kaya doyan banget sama darahku!" Aku mencoba memukul nyamuk yang hinggap pada kaki, paha juga tanganku. Tentu karena aku memakai baju blous diatas lutut. Sedikit kesal, aku makan dengan tergesa. Segera menghabiskan makannya dan langsung berkaca. Melihat apakah penampilan aku berantakan atau tidak? Aku celingukan, memang sepertinya malam ini begitu sunyi, bahkan mobil pun dapat dihitung yang lalu lalang. "Pusing aku kalau kaya gini? Mana belum bayar kontrakan lagi. Itu nenek lampir sudah nagih terus! Takut banget aku kabur!" Kembali aku mengeluh dan itu untuk sekian kalinya. Malam ini aku benar-benar lagi pailit. Aku kembali melihat arloji, sudah setengah jam setelah aku melihat arloji tadi. "Hufhh ... Apa sebaiknya aku mangkal di pinggir jalan saja ya! Siapa tahu dapat daging empuk. Biasanya kalau yang pakai mobil itu suka lumayan kasih tipsnya. Ah ... Aku coba!" Gegas aku berdiri didepan jalan raya, melambai pada mobil yang lewat. Tentu para lelaki hidung belang akan tahu jika kami melambaikan tangan untuk mencari pelanggan. Ah, masih belum dapat juga! Aku mulai putus asa. Saat ada mobil Pajero berwarna putih lewat, aku gegas kembali melambaikan tangan, tapi ternyata dia melewati aku begitu saja. Aku duduk di besi pipa air. Aku kaget saat mobil Pajero tadi ternyata mundur dan berhenti tepat didepanku. Tentu aku yakin jika dia pasti lelaki hidung belang! Gegas aku merapikan rambutku dan bajuku, kemudian mendekat pada pintu dan mengetuk kaca dengan berlahan. Cukup lama aku menunggu, sampai akhirnya kaca mobil itu pun diturunkan. Aku sudah memasang wajah manis dengan senyum yang kubuat seimut mungkin. Tentu agar calon mangsa terpikat. Aku kaget saat kaca itu sudah sepenuhnya turun. Senyumku memudar dan aku jadi ingin lari saja. Didalam mobil itu tengah duduk seorang pemuda tampan dengan sorban di lehernya, kepalanya berpeci putih khas seorang ustadz. "Mati aku! Kupikir pelanggan ternyata? Ah, bakal dapat tauziah ini bukan dapat uang!" Aku bermonolog dalam hati. "Assalamualaikum, Mbak," dia memberi salam. Aku yang semula sedikit membungkuk agar bisa memamerkan milikku yang memang sedikit aku expose untuk menggoda mangsa, kini langsung berdiri tegap. Bahkan aku menutupi celah pada baju agar orang itu tak melihat dadaku. "Waalaikumsalam," jawabku cuek. Kini aku tak lagi melihat padanya. Memilih mencari mangsa lain agar segera bebas dari jerat tauziahnya. "Boleh minta waktunya sebentar?" Tuh kan benar apa dugaanku, pasti dia akan ceramah panjang kali lebar dan merasa dirinya manusia paling suci. Dia membuka pintu mobilnya, berjalan turun dan berdiri tak jauh dariku. Aku melirik sekilas, kulihat sarung putih juga baju Koko putih melekat pada tubuhnya yang tinggi dan berisi. "Mbak sedang apa disini?" tanyanya. "Mangkal!" Aku jawab apa adanya. Dia sejenak berfikir. "Maksudnya menjajakan diri?" "Iya, apalagi? Baiknya pergi gieh! Malam ini aku lagi sepi pelanggan, jangan buat aku makin kesal!" Aku sewot. "Sudah dapat berapa pelanggan malam ini?" Tanyanya lagi tanpa mengubris perintahku yang menyuruh pergi. "Belum sama sekali!" Ketusku. "Alhamdulilah ...." Saat dia mengucapkan itu aku langsung melototnya. Tentu kesal, belum dapat pelanggan malah alhamdulilah. "Walau belum dapat, harus tetap bersyukur, Mbak. Setidaknya sampai detik ini Mbak masih diberi nafas untuk hidup, bahkan mungkin Allah kasih kesempatan pada Mbak untuk bertobat dan mungkin juga malam ini Allah perintahkan saya untuk bertemu dengan Mbak malam ini." Nah! Nah kan! Dia mulai ceramah. Ujung-ujungnya pasti ia akan bercerita, mendewakan dirinya, menjunjung tinggi namanya sebagai mahluk bersih tanpa dosa. Aku bergegas ingin pergi meninggalkan dia. Muak sekali! Lagi sepi, kepala pusing ngga punya uang, malah dapat tausiyah! "Tunggu, Mbak!" Dia menghentikan langkahku, namun setelah itu aku memilih untuk melanjutkan jalan. "Mbak! Biarkan malam ini aku jadi pelangganmu!" Seketika aku berhenti berjalan. Berusaha untuk mendengar baik-baik apa yang dia katakan. "Tadi aku tak salah dengar kan?" Aku membalikkan tubuh dan menatap padanya. Ia mengulas senyum dan mengangguk. Gila, aku kira dia seorang ustadz, eh ternyata laki-laki hidung belang yang bercover seperti seorang kyai. Batinku tertawa. Memang didunia ini rupa manusia tak selalu sama dengan kelakuan. Ah ... Dunia penuh tipu-tipu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.3K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.4K
bc

My Secret Little Wife

read
95.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook