bc

Dia Tak Datang

book_age18+
1
FOLLOW
1K
READ
revenge
HE
second chance
stepfather
blue collar
drama
substitute
like
intro-logo
Blurb

Jingga tak akan menyangka, jika pernikahannya yg didepan mata harus kandas begitu saja.

Seseorang yg kemudian datang menjadi pengantin pria telah menyelamatkannya, namun Jingga yg telah sangat terluka menjadi sulit menerimanya.

Pernikahan yg maha sempurna bagi siapapun yg melihatnya justru menjadi sangkar emas bagi Jingga.

Hati dan jiwanya telah mati bersama pengkhianatan calon suaminya.

Akankah Jingga bisa membuka kembali hatinya dan meneruskan hidup dengan pria yg dengan sukarela menerima kehadirannya?

Baca kisahnya yaa.

chap-preview
Free preview
Alasan Dia Tak Datang
"Hikkzzz," Jingga terus menangis di depan gedung tempat pernikahannya seharusnya berlangsung. Dia telah menunggu beberapa jam, namun Frans tak kunjung datang. Semua dekorasi dan tamu undangan telah hadir disana, namun nyaris saja semua luluh lantah oleh kenyataan jika kekasihnya itu tak juga datang. Tanpa kabar ataupun utusan yang menyampaikan berita juga alasannya, Jingga dan keluarganya harus menerima kenyataan pahit jika kini dia telah ditinggalkan. "Bangunlah!" ucap seseorang yang baru saja menghampiri Jingga. "Ayo, kita menikah!" ucap pria itu dengan entengnya bicara sambil membawa Jingga bangkit dari duduknya. Semua mata menatap Jingga yang kini berjalan masuk ke gedung dengan seorang pria bersamanya. "Aku adalah mempelai pria-nya, maaf atas keterlambatanku. Bisakah kita melanjutkan acaranya?" ucap pria itu sambil teris menuntun Jingga kembali duduk di pelaminannya. "Kamu siapa?" tanya Jingga yang sangat terkejut dengan pria itu yang sama sekali tak dikenalnya. "Kita menikah saja dulu ya, baru setelah itu kita bicara. Kasihan keluargamu jika sampai pernikahan ini dibatalkan," ucap pria misterius itu dengan sangat tenangnya. Semua keluarga Jingga saling melemparkan pandang, karena mereka sama sekali tak mengenali pria itu. "Kau siapa?" ucap Hadi, ayah Jingga langsung bertanya. "Aku adalah alasan pria itu tak datang," jawab pria itu dengan tenangnya. Semua terdiam, lalu Hadi memutuskan pada penghulu untuk segera melangsungkan ijab kabulnya sebelum semua undangan lebih jelas mengetahui masalah yang melanda puteri tercintanya itu. "Kau! Harus menjelaskan semuanya setelah acara selesai," ucap Hadi pada pria itu dengan suara sangat pelan. "Baik!" jawab pria itu dengan mantap. Jingga yang sudah patah tak lagi mempedulikan apapun saat ini. Baginya, menikah atau tidak, semuanya tetap tak akan membuatnya bahagia. 'Frans! Teganya kamu!' gumam Jingga dalam lubuk hati terdalamnya yang masih tak percaya jika pria itu, yang telah empat tahun ini menjadi kekasihnya, justru meninggalkannya di hari pernikahan mereka. "Nama anda siapa, nak?" tanya penghulu hendak membuatkan catatan pernikahannya bertanya pada pria itu. "Badai Hankaara," jawab pria itu dengan tenang sambil mengeluarkan dompet juga kartu identitasnya. Semua terkejut mendengar nama itu disebutkan. Bagaimanapun nama belakang Hankaara adalah nama besar yang sangat dikenali di sana. Penghulu sendiri sampai menatap Badai berulang kali untuk memastikannya. Namun, kartu identitas yang ditunjukkan Badai membuktikan keabsahan identitasnya itu. Setelah jeda waktu sekian menit, akhirnya akad berlangsung dengan cepat. "Saya terima nikah dan kawinnya Jingga Lestari binti Hadi Purnowo dengan mas kawin sebuah kartu debit VVIP Platinum Express dibayar tunai," ucap Badai dengan sangat mantap dalam satu tarikan nafas. "Sah?" tanya penghulu. "Sah." "Sah." Jawab semuanya semakin menggemuruhkan kata itu hingga terdengar menggema di penjuru gedung itu. Jingga terkesiap mendengarnya, seketika tubuhnya merinding dengan suasana itu. "Aku telah menikah," ucap Jingga bergumam sangat pelan. Acara kemudian berlanjut meriah, nyaris tak ada yang akan menyadari jika prahara besar sebelumnya telah menodai acara pernikahan ini. Acara telah selesai dengan sangat meriah. Tamu undangan perlahan membubarkan dirinya. Namun tidak demikian dengan keluarga besar Jingga yang kini tengah berkumpul di ruang keluarga kediaman Jingga. "Jingga! Jelaskan pada kami!" ucap Hadi dengan raut wajah tak bersahabat. "Ayah, apa yang harus aku jelaskan!" ucap Jingga langsung terisak menangis. Semua terdiam, tak ada satupun yang berbicara. "Kau mempermalukan ayahmu ini di depan semua orang!" ucap Hadi menghardik Jingga dengan sangat kasar. "Pa, pelankan suara anda!" ucap Badai menyela kalimat Hadi. Hadi menggebrak meja. "Jangan karena kau sudah menikahi puteriku sekarang kau seenaknya melawanku!" ucap Hadi dengan mata mendelik tak ramah. "Ayah! Badai telah menyelamatkan kita karena dia tak datang!" ucap Jingga sambil berderai air mata. Semuanya seolah kembali tersentak dan tersadar oleh kenyataan. Hadi juga terlihat gugup, dia menyadari jika tak ada satupun keluarga calon besannya yang menghubunginya. "Apa ada salah satu dari calon besan yang menghubungi kalian?" ucap Hadi sambil menatap satu persatu seluruh anggota keluarganya. Semua menggeleng pelan dan meratap karena memang tak ada satupun dari mereka yang dihubungi oleh keluarga calon mempelai pria. Jingga semakin menangis tersedu sedan, air matanya tumpah tak lagi tertahan. Badai menarik Jingga ke pelukannya untuk memberikan ruang bagi Jingga bersandar. Hadi terdiam, dia melihat puterinya justru sesenggukan di hadapannya di hari pernikahannya. Jiwa Hadi terguncang hebat menyadari betapa sejak tadi puterinya telah menanggung beban yang sangat berat, namun dia mengabaikannya. "Argh!" Hadi menekan d**a kirinya yang terasa sakit. Tak berselang lama, Hadi ambruk tepat di hadapan Badai. "Pak, Pak,?" ucap Badai namun Hadi tak bergeming. "Ayaaah!" teriak Jingga yang langsung menghampiri ayahnya. "Masih bernafas! Ayo! Bantu aku mengangkatnya ke kasur," ucap Badai kepada beberapa anggota keluarga lainnya yang juga panik. Dengan cepat mereka membawa Hadi ke kamarnya dan membaringkannya di kasur. Tak berselang kemudian, seorang dokter ternama datang ke kediaman mereka. "Tuan Badai!" ucap dokter itu menyapa Badai karena dia mendapatkan panggilan dari Badai. "Dokter Helmi, tolong periksa dia," ucap Badai kepada dokter pribadi yang sengaja diundangnya untuk memeriksa Hadi. Semua mata menatap tercengang, tak terkecuali Jingga. Jingga tahu betul jika dokter Helmi bukanlah seseorang yang mudah ditemui. Namun, dengan satu kalimat telepon dari suaminya, dokter Helmi bahkan langsung datang untuk memeriksa ayahnya. "Dia itu siapa sebenarnya? Apa dia benar-benar seorang Hankaara?" gumam Jingga sambil menatap tak percaya. Jeda menit berikutnya, kamar masih tertutup. Dokter Helmi masih memeriksa ayahnya di dalam. Jingga yang merasa belum nyaman dengan suaminya memilih diam saja menunggu diluar membiarkan Badai menemani ayahnya. Pintu kamar terbuka. "Jingga! Kita akan membawa ayah ke rumah sakit," ucap Badai yang dengan dinginnya dia langsung berjalan keluar seperti menunggu seseorang. "Jingga, kamu kenal dia dimana?" tanya saudara Ibunya Jingga bertanya. "Aku baru saja menemuinya tadi di halaman gedung Bu," ucap Jingga apa adanya. "Haaah!" beberapa keluarganya langsung menjerit seirama menjawab ucapan Jingga. Jingga sendiri bingung, bagaimana bisa dia menikah begitu saja dengan pria yang bahkan baru dikenalnya hanya demi menyelamatkan hari pernikahannya. "Dia itu siapa? Apa benar dia pewaris Hankaara yang terkenal itu?" ucap Shalom pada Jingga. "Aku tak tahu kak," jawab Jingga pada kakak sepupunya itu dengan raut tak kalah putus asa. Terdengar suara baling-baling helikopter menderu di halaman. Empat pria berpakaian perawat turun dengan bangsal dorongnya menuju rumah. "Dokter Helmi! Berikan perawatan terbaik untuk ayah mertuaku. Kau, ikutlah dengannya," ucap Badai dengan raut dinginnya berkata pada Jingga. Jingga hanya menuruti saja karena ingin menemani ayahnya. "Tunggu! Apa biayanya sangat mahal, bisakah kita menggunakan mobil saja supaya biayanya lebih murah?" ucap Jingga pada perawat yang membawa ayahnya itu. "Nyonya! Ini fasilitas pribadi Tuan Badai, untuk apa anda cemas?" ucap perawat itu sambil terus berjalan mendorong bangsalnya yang membawa Hadi diatasnya. Jingga terdiam, dia sangat terkejut mendengarnya. Dengan cepat dia langsung berjalan mengikuti. Perjalanan ke rumah sakit yang cukup jauh hanya memakan waktu lima menit saja menggunakan helikopter. Jantung Jingga berdegup sangat kencang karena ini adalah kali pertamanya menaiki helikopter. Tiba di rumah sakit, Jingga langsung disambut pelayanan terbaik dari paramedis. Hadi langsung ditempatkan di paviliun khusus yang bahkan Jingga baru kali pertama ini mendatanginya. "Aku baru tahu jika di rumah sakit ini ada ruang perawatan yang ekslusif seperti ini," gumam Jingga dalam hatinya. Di dalam ruangannya ini, Hadi memiliki semua peralatan medis lengkap dengan perawat yang berjaga dua puluh empat jam menemaninya. "Nyonya Jingga! Silahkan ikut dengan kami," ucap seorang wanita berpakaian seragam hitam dengan jas senada. "Maaf, anda sepertinya salah orang," jawab Jingga menjawab dengan tersipu. "Pulanglah, ganti pakaianmu, Leta akan menemanimu ke rumah kita," ucap Badai yang baru saja datang menghampirinya. "Rumah kita?" tanya Jingga dengan kening berkerut. "Yaa! Kau istriku mulai tadi siang, jadi malam ini kau akan pulang ke rumahku! Mengerti!" ucap Badai dengan tenangnya. "Tidak! Aku akan menginap disini menemani ayah," ucap Jingga dengan suara cukup lantang. "Di sini ayah akan sangat aman dan nyaman, dua perawat akan berjaga dengan baik. Kita akan mengunjunginya besok pagi," ucap Badai membujuk. "Tidak! Aku tak akan meninggalkan ayah, meski aku harus tidur di teras," ucap Jingga bersikukuh. Badai terdiam, dia tak mau berdebat dengan Jingga. "Leta, pulanglah. Bawakan keperluan kami untuk menginap di sini," ucap Badai pada wanita itu yang langsung berjalan pergi meninggalkan mereka. Jingga menelan salivanya sangat kasar. Diliriknya sekilas wajah Badai yang tetap tenang setelah kelakuannya yang pasti membuatnya kesal. "Maaf! Aku hanya tak tega membiarkan ayah dengan orang lain. Aku hanya ingin menemaninya. Kau boleh pulang jika kau enggan di sini. Dan, terimakasih untuk semuanya," ucap Jingga dengan suara terbata-bata mencoba menempatkan posisinya. Badai terdiam tak bergeming juga tak menjawab. Pria itu tetap duduk bertumpang kaki dengan tangan melipat di dadanya. Sebuah gestur yang sangat pas sekali untuk kaum berada seperti keluarga Hankaara. Jingga mencari-cari ponselnya, namun dia benar-benar melupakan di mana meletakkannya. Sejak pagi tadi Jingga sama sekali tak menyentuh barang pribadinya itu. "Kau mencari ini?" ucap Badai sambil menyerahkan ponsel bercase ungu itu pada Jingga. Jingga tercengang mendapati ponselnya ditangan Badai. "Jangan salah paham! Kau menjatuhkannya saat menangis di luar gedung, aku hampir menginjaknya jadi kupungut saja. Ternyata wallpaper-nya wajah sendu," ucap Badai sangat datar. "Kau! Sendu?" ucap Jingga langsung tercekat emosi mendengarnya. Buru-buru dia menyelipkan ponselnya. Namun dilihatnya lagi jika Badai sama sekali tak mempedulikannya, Jingga merasa lega. Perlahan, Jingga mulai mengotak-atik ponselnya. Dia mencari sesuatu di sana. BADAI HANKAARA

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Her Triplet Alphas

read
7.0M
bc

The Heartless Alpha

read
1.6M
bc

My Professor Is My Alpha Mate

read
495.1K
bc

The Guardian Wolf and her Alpha Mate

read
551.4K
bc

The Perfect Luna

read
4.1M
bc

The Billionaire CEO's Runaway Wife

read
638.0K
bc

Their Bullied and Broken Mate

read
487.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook