Dia mengkhianatiku

1721 Words
Sinta pun menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat duduk dan air mata yang sempat berhenti pun kembali mengalir dengan derasnya. Senyuman indah yang sempat menghiasi wajahnya pun lenyap dengan sekejap. Ketika dia melihat jika disebelah Jeffery ada seorang wanita cantik dan juga terlihat sangatlah seksi. Dengan riasan wajah yang cukup tebal serta barang-barang mahal yang dia pakai mencerminkan jika dia bukanlah wanita dari kalangan bawah seperti sinta. Bahkan, dia juga memakai pakaian yang sangat mahal dengan tampilan gaun yang berwarna merah serta dibagian dadanya terlihat sedikit terbuka, sehingga bagian atas tubuhnya terlihat sangatlah jelas. Wanita cantik itu, datang menyusul Jeffery dari arah belakang dan Jeffery langsung menyambutnya dengan cara, merangkul pinggangnya dengan menunjukkan jika mereka terlihat seperti pasangan yang sangat sempurna. Melihat kebersamaan yang sangat indah itu. Membuat para wartawan dan juga para pemburu berita pun mulai mengambil sesi wawancara dengan pasangan yang terlihat sangat sempurna itu. Sehingga mereka pun langsung memberikan banyak pertanyaan untuk Jeffery dan juga wanita cantik yang berada di sebelahnya itu. "Halo, Tuan Muda Jeffery selamat datang kembali ke negara ini. Bolehkah kami tahu, siapakah nona cantik yang ada disamping anda ini?" Tanya salah satu wartawan yang berada tepat di depannya dan dia mulai memberi pertanyaan kepada mereka berdua. Jeffery tersenyum dengan tampannya dan menatap kearah wanita cantik yang berada di sebelahnya dengan tatapan penuh kasih dan penuh cinta kepadanya. "Dia adalah calon tunangan saya, namanya Amanda dan dia putri dari keluarga Smith, dia adalah Amanda Smith. Lihat dia, dia ini terlihat sangat cantik kan?" Ucap Jeffery dengan nada memuji, lalu dia pun melanjutkan ucapannya lagi, "Saya sangat beruntung sekali, karena saya bisa memiliki kekasih seperti Amanda, karena di mata saya, dia itu adalah wanita yang terlalu sempurna dan saya merasa sangat beruntung bisa memiliki dirinya," ucap Jeffery dengan bangganya, dia tertawa dan terus memuji wanita yang ternyata adalah kekasihnya itu. Mendengar ucapannya Jeffery yang terdengar sangat manis itu, para wartawan langsung bertepuk tangan dan bersorak ramai, memberikan selamat kepada pasangan ini. Melihat itu semua. Amanda langsung tersipu malu, dia merasa bahagia karena mendapatkan pujian yang luar biasa dari kekasihnya apalagi di depan orang banyak seperti ini. Dengan wajah yang masih bersemu merah, Amanda pun mencium pipi Jeffery didepan semua kamera yang terus tersorot ke arah mereka berdua. Sehingga, telah membuat yang hadir disana semakin bersorak gembira. Jeffery dan Amanda tersenyum bahagia dan setelah itu mereka pun pergi meninggalkan kerumunan orang-orang yang masih ingin mengambil gambar mereka lagi. Melihat tayangan itu hingga selesai. Hatinya Sinta terasa sangat sakit, perih dan hancur. Itulah yang membuat Sinta merasa tubuhnya seperti ingin lepas dari jiwanya. Hingga, Sinta pun tidak memiliki tenaga sama sekali dan tubuhnya, merasa sangat lemas bahkan untuk mengangkat tangan pun, Sinta merasa sangat tidak sanggup. Sinta menundukkan kepalanya. Lalu, air mata pun mengalir semakin deras dan tidak bisa dia hentikan lagi. Dadanya terasa sangat sesak, seolah-olah udara disekitarnya berkurang bahkan tidak ada sama sekali, membuat Sinta seperti ingin mati saat itu juga. "Hiks … hiks … kenapa! Kenapa kamu melakukan ini padaku Jeff!" Ucap Sinta sambil memegang dadanya dengan erat, lalu melanjutkan ucapannya lagi, "Kamu sudah membohongi aku! Kamu … kamu tega sekali padaku Jeff!" Teriak Sinta dalam rasa sakitnya, Sinta menggigit bibirnya agar dirinya tidak lepas kendali dalam kemarahannya. Hati Sinta sudah sangat hancur karena penantiannya serta kesetiaan yang dia lakukan selama tiga tahun ini, ternyata sia-sia. Pria yang dia percayai serta sudah tinggal di dalam hatinya, telah menyakitinya dengan sangat kejamnya. "Kenapa … kenapa dia sangat tega padaku! Dia sudah berjanji padaku kalau dia kembali nanti … dia akan menikahi aku. Tapi … kenapa … kenapa wanita lain yang mau kamu nikahi Jeff! Kenapa?" Ucap Sinta sambil meremas dadanya yang semakin terasa sakit. "Apakah karena aku hanya orang miskin dan derajat kita yang berbeda, sehingga aku … aku tidak pantas menjadi istri kamu Jeff! Hiks … hiks … aku memang bodoh! Sangat bodoh!" Umpat Sinta yang mulai menyalahkan dirinya sendiri. Sinta merasa sangat menyesal, karena sudah mempercayai Jeffery dengan cara memberikan hatinya untuknya. Tapi, pria yang paling dia percayai malah mengkhianati dirinya. Di tambah dengan musibah yang menimpa neneknya itu, membuat Sinta semakin putus asa. "Ya Tuhan! Kenapa engkau memberikan hamba, cobaan seberat ini? Apakah hamba tidak pantas untuk bahagia? Kenapa hamba harus mendapatkan cobaan seberat ini, ya Tuhan!" Keluh Sinta dengan wajah yang penuh air mata. Sinta merasakan dunianya sudah runtuh dan harapan dia selama ini pun sudah punah. Bersamaan dirinya melihat dengan jelas, jika Jeffery memang sudah melupakan dirinya. Sinta pun menghapus air matanya dan bangun dari posisi duduknya. Dia melihat kearah neneknya yang berada di dalam ruang pemeriksaan itu. Setelah memandang sebentar, Sinta pun menghapus air matanya serta berjalan masuk mendekati neneknya yang masih memejamkan matanya tidak bergerak sama sekali itu. Setelah sampai di depan tempat tidur pasien milik neneknya itu. Sinta pun kembali menghapus sisa air matanya lalu menggenggam erat telapak tangannya. "Nek! Di dunia ini, hanya nenek lah yang aku miliki. Aku mohon kepada nenek, tolong jangan tinggalkan aku! Aku mohon agar nenek cepat sembuh kembali serta kita bisa berkumpul kembali seperti biasa ya nek," ucap Sinta dan dia pun langsung mengecup punggung tangan neneknya itu. "Pokoknya, aku akan melakukan apapun demi nenek. "Asalkan nenek bisa sembuh lagi, aku berjanji akan bekerja lebih giat lagi, asalkan nenek mau bangun lagi, ya nek!" Ucap Sinta yang setelah mengecup punggung tangan neneknya lalu mengecup dahinya dengan lembut. "Nenek tunggu disini sebentar ya! Aku aku mengurus kepindahan nenek ke rumah sakit yang lebih besar daripada klinik ini," ucap Sinta sambil melepaskan tangan neneknya, lalu setelah itu. Sinta menghapus sisa air mata yang ada di pipinya, lalu pergi menuju meja resepsionis untuk mengurus pembayaran serta surat rujukan ke rumah sakit yang bisa menerima kondisi neneknya itu. *** Di bandara. Saat Jeffery dan kekasihnya sedang dikerumuni oleh banyak wartawan. Tidak jauh darinya, ada seorang pria tampan yang juga baru kembali dari luar negeri. Kedatangannya sengaja dia sembunyikan dari siapapun, termasuk kakeknya sendiri. Pria tampan itu adalah Daffin Narendra, cucu satu-satunya pengusaha ternama di kota ini, yang bernama Wijaya Narendra. Sebenarnya, Daffin tidak menyukai pekerjaan itu dan dia lebih menyukai pekerjaan sebelumnya, yaitu sebagai anggota agen khusus di Rusia. Tapi, karena kesehatan serta keadaan kakeknya yang sudah tidak muda lagi. Membuat Daffin terpaksa harus kembali ke Indonesia dan menggantikan posisi kakeknya sebagai presiden direktur perusahaan milik kakeknya itu. Daffin berjalan dengan langkah santai, karena tidak ada yang mengenali dirinya dan dia sangat menyukai hidup seperti itu. Saat Daffin berjalan masuk menuju pintu masuk bandara, dia melihat ada pria sedikit lebih muda darinya sedang mencari dirinya. Daffin mengernyitkan dahinya dan bergumam sendiri, "Apakah dia, orang yang dikirimkan kakek untuk menjemput aku?" Daffin berhenti sejenak dan menatap tajam kearah pria itu. Pria itu pun tersenyum cerah kepadanya, lalu berjalan sangat cepat untuk menghampiri dirinya. Daffin terus menatap pria itu, hingga dirinya sampai tepat di depannya saat ini. "Bos muda! Apakah anda bos muda kami?" Tanya pria muda itu dengan suara terengah-engah. Daffin menganggukkan kepalanya. "Ya, saya bos muda kamu? Apakah kamu adalah orang yang disuruh si kakek tua itu, untuk menjemput saya?" Tanya Daffin dengan nada dingin. Pria itu mengatur napasnya sebentar hingga dia bisa berbicara lebih lancar dari sebelumnya. "Iya bos! Bos besar yang menyuruh saya untuk menjemput anda. Oh ya! Tapi saya tidak sedang salah orang kan? Anda Bis Daffin Narendra kan?" Tanya pria itu untuk meyakinkan dirinya jika dia tidak salah orang. Daffin menghela napas panjang dan menjawabnya, "Ya! Saya Daffin Narendra. Sudahlah! Saya harus pergi secepatnya dari sini," ucap Daffin sambil melihat kerumunan yang membuat dirinya merasa sakit kepala. "Siapa mereka? Apakah mereka selebritis?" Tanya Daffin sambil menunjuk ke arah kerumunan yang mengelilingi Jeffery itu. Pria itu pun melihat ke arah kerumunan itu, lalu tertawa saat itu juga. "Hehehehe … bos! Dia hanya anak dari salah satu pengusaha yang cukup terkenal di kota ini. Hhmm … jika dibandingkan dengan anda, level dia sangat jauh sekali," puji pria itu. Daffin menaikkan alisnya dan melihat ke arahnya lagi. "Mulut kamu sangat manis sekali! Siapa nama kamu, saya ingin tahu," tanya Daffin kepada pria itu. Pria itu tersenyum canggung sambil menggaruk kepalanya walaupun sebenarnya, kepalanya tidak gatal sama sekali. "Nama saya Marco bos! Dan saya adalah asisten pribadi anda. Jadi, kalau anda membutuhkan apapun, anda bisa menghubungi saya, bos!" Jawab pria itu yang ternyata bernama Marco. Daffin menganggukkan kepalanya dan dia akan terus mengingat nama itu. "Marco! Baiklah, ayo kita pergi dari sini, saya sudah mual melihat mereka di sana!" Ucap Daffin, dia pun berjalan terlebih dahulu dan Marco mengikuti dia dari belakang. "Bos, anda akan langsung ke rumah bos besar kan? Karena bos besar sedang …." Marco belum selesai menyelesaikan ucapannya, karena Daffin langsung menyelanya. "Ke hotel! Saya ingin menginap di hotel untuk beberapa hari. Biarkan si kakek tua itu, menunggu saya lebih lama lagi," ucap Daffin. Dia tersenyum sendiri, karena dia ingin mengerjai kakeknya itu. Mendengar itu, Marco merasa sangat ragu-ragu. Dia takut kalau bos besarnya akan marah dan itu tidak baik untuk bos mudanya itu. "Tapi bos! Nanti kalau bos besar marah, bagaimana?" Tanya Marco dengan suara sedikit gagap. Daffin menghentikan langkahnya lalu melihat ke arah Marco yang ada di belakangnya itu. "Biarkan dia marah. Saya tidak takut sama sekali dengan dia!" Jawab Daffin, lalu dia kembali melanjutkan langkahnya hingga mereka sampai di depan mobil hitam yang menjemputnya. Marco tidak bisa mengatakan apapun lagi dan dia hanya bisa mengusap dahinya yang berkeringat. "Terserah anda saja bos! Tapi jangan libatkan aku dalam masalah ini," ucap Marco di dalam hatinya. Dia merasa takut, kalau dia terlibat dengan masalah antara kakek dan cucunya itu. Tapi, dia berpikir sejenak hingga dia berdiri seperti patung karena terlalu serius memikirkan itu semua. Hingga, saat Daffin sudah masuk ke dalam mobil, dia melihat Marco yang masih berdiri seperti patung itu. "Marco! mau sampai kapan, kamu mau berdiri di situ?" Tanya Daffin. Mendengar suara Daffin, Marco langsung merasa terkejut dan dia kembali ke dunia nyatanya lagi. "Ahhh … iya bos! Saya … saya … segera menyusul anda!" Jawab Marco dengan nada panik. Setelah itu, Marco menyusul masuk ke dalam mobilnya Daffin dan setelah itu. Mobil itu pun melaju menuju hotel dengan kecepatan sedang. Daffin tidak memiliki pikiran apapun lagi, dia hanya memejamkan matanya dan mengingat kembali sebelum dia pergi meninggalkan kota itu beberapa tahun yang lalu. "Haistt … kota ini masih saja sama, hanya ada sedikit perubahan saja!" Gumam Daffin dengan suara pelan. Dia tersenyum sendiri, lalu dia tidak mau memikirkan apapun lagi. Apalagi masa lalu yang sangat menyakitkan hatinya saat itu. -bersambung- Dhini_218
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD