Orang-orang di Klandestein

1131 Words
[Klandestin University of People – Jakarta 2021] Jam telah menunjukan pukul delapan kurang lima belas menit ketika Arunika keluar dari Klandestein Trans Bus dan memasuki gerbang Fakultas Bisnis dan Ilmu Sosial yang tinggi menjulang dan mulai di padati oleh banyak mahasiswa dan mahasiswi Klandestein University of People's. Saat Arunika berhasil memasuki gedung fakultas suasananya lebih ramai daripada yang di luar, dan koridor mulai dipenuhi oleh mahasiswa-mahasiswa baru dan karena itu Arunika harus bergegas ke kelas jika tidak ingin terlambat. “Arunika!” Teriakan itu berasal dari pintu kelas di ujung lorong Greta teman dekat satu-satunya yang Arunika miliki memanggil namanya dengan suara nyaring khas Greta. Arunika mendengus mempercepat langkahnya menuju kelas jika tidak ingin di permalukan karena teriakan nyaring wanita itu. “Kenapa berteriak-teriak begitu?, kuping gue masih normal ya!” Kesal Arunika sembari membenarkan kacamata minusnya. Pagi ini Arunika mengenakan kemeja polos berwarna hitam di padukan dengan celana bahan coklat. Rambut panjangnya di ikat rapi menjadi satu kebelakang tampak membosankan dan biasa-biasa saja namun Arunika terlalu nyaman begini karena penampilan seperti ini tidak menarik dan tidak perlu atensi yang tidak di perlukan. “Takut kalau lo salah masuk kelas sih hehe.” Kata Greta dengan cengiran bodohnya, Greta selalu seperti itu setiap pergantian semester apalagi kalau semester ganjil dia terlalu hiperaktif dan antusias menyambut mahasiswa-mahasiswa baru yang katanya penuh aura menyegarkan. Arunika sih maklum, mahasiswa semester tua– transisi dari Semester tujuh ke delapan, seperti mereka memang butuh sedikit pencerahan. “Gue tahu kalau gue memang mahasiswa transfer tapi itu adalah satu tahun yang lalu kalau lo lupa.” Greta hanya terkekeh geli sambil menarik Arunika untuk duduk di bangku belakang, dua bangku belakang terakhir yang tersisa di kelas ini dan Arunika dapat menebak kalau ia bisa duduk disini karena Greta sudah mengamankan bangku itu terlebih dulu, dia memang se-well prepare begitu. Bagi Greta bangku belakang di deretan teratas adalah tempat paling strategis untuk mengawasi keadaan seluruh kelas – since wanita itu terkenal sebagai Duta Informan gosip Fakultas Bisnis dan Ilmu Sosial. “Baiklah-baiklah gue hanya bercanda.” Ujarnya tersenyum ringan lalu Greta mulai duduk dengan tenang sambil bermain ponsel, karena Greta terlihat sibuk dengan rutinitasnya itu Arunika mencuri kesempatan dengan menelungkup kan kepalanya di atas meja, astaga ia benar-benar mengantuk sekarang ia memang tidur tiga jam namun buatnya itu masih sangat kurang. Arunika hampir terbuai ke alam mimpi jika saja Greta tidak menggoyangkan tubuhnya dan berteriak-teriak di tengah suara riuh ruang kelas. “Arunika! Lo denger gak sih gue ngomong apa.” “Apa lagi ta?.” Arunika mengangkat kepalanya malas menatap Greta, Arunika bertaruh wajahnya pasti kelihatan kuyu sekali dengan lingkaran hitam di bawah mata yang menyeramkan. Dulu Greta menyebutnya punya penyakit Senin Kelabu karena setiap senin ia kelihatan sangat menyedihkan sekali, dan Arunika hanya bisa berbohong kalau ia memang memiliki kerja sampingan di salah satu cafe di minggu malam jadi selalu kelelahan keesokan harinya. “Run, Lihat ini deh.” Greta menyodorkan handphone keluaran terbaru dengan logo apel miliknya kepada Arunika, di layar ponselnya itu menampilkan laman portal aplikasi komunitas kampus – Klandestein People's Web, portal gak resmi yang isinya mengenai hal-hal seputar yang terjadi di Klandestein, dari gosip receh seputar akademis hingga gosip-gosip hangat seputar mahasiswa. yang bisa mengakses Klandestein People's Web hanya anak-anak Klandestein yang ID nya telah terdaftar.– “Ini loh si Fabian maskot nya engineering, kemarin ada yang lihat dia ikut balapan di shuttle racing, dan kalah dong. Eh eh eh kok hilang.” Greta yang baru me refresh halamannya untuk melihat kolom komentar panik saat laman itu hilang dan berubah menjadi blank page bertuliskan 404 not found. Saat Arunika pikir topik itu tidak berlanjut karena laman di web telah hilang beberapa saat kemudian handphonenya yang berada di atas desk ikut berdering berulang kali karena notifikasi grup angkatan– bukan hanya handphonenya ternyata namun hampir handphone semua milik sekelas berdering bersahutan– dan Greta kembali tersenyum cerah dan memperlihatkan handphone miliknya kepada Arunika. “Untung ada anak-anak yang udah screenshot dan di share di Group. Gue yakin banget pasti Fabian nih yang take down postingannya.” “Mungkin dia keganggu, itu kan namanya melanggar privasinya Ta.” “Iya sih tapi lihat deh ini, masa dia beneran ada di shuttle racing.” Karena Greta terus memperlihatkan ponselnya kepada Arunika mau tidak mau ia jadi melihat apa yang ingin Greta tunjukan, mula-mulanya Greta menampilkan lanskap gambar sekelompok orang dengan latar belakang jalanan kepadanya dari gaya pakaian dan deretan mobil sport di belakangnya saja sudah menampilkan kelas sosial yang tinggi Arunika sedikit familiar dengan wajah-wajah yang ada di sana. “Ini anak-anak klub varietas, sebenarnya gue kaget juga sih kok anak-anak jenius ini mau main di shuttle racing tapi kalau khusus Fabian gue gak kaget sih dia kan memang ada jiwa-jiwa berandalan.” Lanskap yang familiar itu membuat Arunika menggulir layar untuk melihat gambar yang lain. Dan saat berada di gambar selanjutnya Arunika menahan nafas begitu menemukan dirinya sendiri yang juga ada di frame – gambar candid dirinya yang tengah masuk ke dalam Koenigsegg Agera hitam di garis start berdampingan dengan Hennessey venom GT yang dia ingat jadi lawan balapannya kemarin. Heh? Apa? “Oh dia anak Kalendestein juga, gak pernah lihat.” Gumam Arunika setelah menyadari bahwa salah satu pengemudi yang ia lawan kemarin adalah anak Kalendestein. “Ya lo gak pernah liat lah orang diajak keluar kelas aja lo ogah-ogahan gitu.” Greta mendengus sebal Arunika tersenyum sok merasa bersalah, dia benar daripada waktu istirahatnya digunakan untuk ke kantin atau jalan-jalan seperti Greta lebih baik ia gunakan waktunya yang berharga untuk berleha-leha tiduran di kelas beristirahat, Greta menatap dirinya dengan curiga membuat Arunika mengerutkan keningku tak mengerti. wanita itu kenapa lagi sih? “Lama-lama lo kaya si Mario deh kalau ke kampus pasti tidur mulu. Jangan-jangan bener lo kaya Mario ke club gitu." Greta menatap Arunika penuh selidik dan Arunika gelagapan, Greta dengan intusi kayak paparazi memang sangat menyeramkan dan karena itu Arunika harus hati-hati. "Gak lucu ya Greta Sikas!" Aku menatapnya datar memberitahukan kepadanya kalau Arunika tidak menyukai lelucon menyebalkan nya, Greta mengerucut bibirnya sebal dan mengalihkan wajah nya kearah layar handphone nya mulutnya membentuk O sempurna dengan mata setengah melotot. “Eh, eh sini bentar Run. Kok gue kaya familiar ya sama ini orang apa anak Klandestein juga ya.” Greta me zoom in, zoom out gambar Arunika yang tengah masuk ke dalam mobil mengakibatkan Arunika tergagap jilid dua. Duh gusti! “Gak tahu lah gue.” balas Arunika gak santai sama sekali. “Gak bentar, lo melek dan lihat ini baik-baik Run lihat ini ceweknya.” Kata Greta. “....” “Ini ini loh Run ini cewek yang pakai topi kaya topi hadiah gua ke lo tahun lalu ya ranselnya kok sama punya kaya lo." Greta menatapnya dengan sorot tajam dan penuh kecurigaan. “Gak lah–”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD