Bab 3 - Ayana Menjadi Istri Pria Tampan

1455 Words
Thalia mulai panik mendengar ucapan putranya, sebab sampai saat ini dia adalah salah satu alasan Jovanka depresi. Thalia sering datang ke kamar Jovanka ketika Calvin pergi kerja hanya untuk menekan dan menjatuhkan perasaan Jovanka. Berusaha membuatnya keluar dari rumah ini, tetapi wanita itu tetap bersikeras tinggal dan hidup bersama putranya di sini. “Baik, Mama percaya padamu. Lalu, apa bisa Mama bertemu dengan Jovanka sekarang?” tanya Jenny. Calvin menggeleng, “Maaf, Ma! berikan dia waktu untuk menenangkan diri. Disaat dirinya sudah mulai menerima semua, aku akan memberimu kabar itu,” jawabnya. Jenny menangis, air matanya diseka dengan cepat. Tidak ada gunanya dia berlama-lama di sini. “Ya, aku tunggu kabarmu. Jaga dia, jangan lukai dia. Jovanka adalah hidupku satu-satunya.” “Iya, Ma, aku janji!” ucap Calvin dengan penuh keyakinan. Jenny berdiri dan pamit pada Calvin serta Thalia. Wanita itu pergi dengan perasaan sedih serta terguncang karena tidak bisa menemui putrinya sendiri. Bahkan dirinya juga dilupakan. Setelah Jenny pergi, Thalia berusaha menghasut Calvin untuk membiarkan Jovanka dirawat di rumah sakit jiwa saja sampai semuanya pulih seperti dulu. Calvin sangat marah pada usul yang menurutnya menyesatkan itu. “CUKUP, MA!” bentaknya sampai membuat Thalia terkejut. “Mama berhenti memperlakukan istriku seperti sampaah!” sambungnya. “Apa maksudmu, Calvin?” tanya Thalia memastikan. “Aku sudah tahu kelakuan Mama selama ini padanya.” “Kau menuduh Mamamu melakukan kejahatan? Kejam kau, Calvin!” Thalia malah membalikkan tuduhan pada putranya. Thalia berpura-pura sedih dan pergi meninggalkan dirinya dan kembali ke kamarnya. Calvin memegang keningnya yang terasa sakit, rasanya dia tidak mampu tinggal di rumah ini lagi. Calvin diberikan teh oleh pelayan, dengan cepat pria itu menyesapnya dan berusaha menenangkan diri ke halaman belakang sebelum menemui istrinya. Di kamar. Rosita memperhatikan sikap Ayana sambil melihat ke arah foto yang terpampang jelas wajah dia dan pria yang terus memanggilnya dengan sebutan Jovanka itu. Bagaimana bisa aku dan Jovanka sangat mirip? tanyanya dalam hati. Ayana mengerutkan kening, terdiam mematung, tak bergeming sedikit pun. "Nyonya, kenapa ngeliatin foto pernikahan?" tanya Rosita. "Karena aku merasa ini seperti mimpi." Rosita tersenyum. "Tuan sangat mencintai Nyonya, dia selalu memprioritaskan Anda." Ayana terhenyak mendengarnya. "Dia mencintai Jovanka? Lalu kenapa aku bisa ada di danau?" tanyanya. "Saya tidak tahu, kami kehilangan Nyonya di malam tahun baru. Padahal Tuan berencana mengajak Nyonya ke suatu tempat untuk memberi kejutan." Ayana mengingat nasibnya sendiri yang malang. Ketika Jovanka akan melalui masa bahagia, dirinya malah sedang terpuruk. "Tuan tidak bisa tidur selama Nyonya masih tak sadarkan diri. Tidak makan dan hanya ingin mendampingi Nyonya. Saran saya, ada baiknya mengajak Tuan makan. Maaf kalau saran saya lancang," ujarnya memberikan informasi. Ayana menatap foto Calvin, Ternyata di dunia ini masih ada pria yang begitu mencintai seorang wanita. Namun, sayangnya wanita itu bukan dia, tapi istrinya Jovanka. "Aku ingin makan, tapi biar aku saja yang buat." "Jangan, Nyonya! Nanti Tuan Calvin marah." Ayana tersenyum. "Tenang saja, ini kemauanku sendiri." "Nyonya yakin?" "Ya, Rosita. Terima kasih atas perhatiannya." Ayana tersenyum. "Kalau aku boleh tahu, ini di mana?" tanyanya. Rosita mengerutkan keningnya. Apa Nyonya amnesia? tanyanya sendiri dalam hati dan menjawab pertanyaan Ayana, "Bologna, Nyonya. Kenapa Anda tidak ingat?" Ayana tersenyum. "Maaf, sulit menjelaskannya. Bisa kah kau cubit aku?" pintanya. Masalahnya Ayana saat ini ada di Italia, sementara dirinya berasal dari Paris. Bahasa yang mereka gunakan juga berbeda, tapi Ayana bisa dengan fasih berbahasa Italia. Suatu keajaiban! "Hah? Haha, aku tidak berani, Nyonya." "Ayo lah, kumohon." Ayana hanya ingin memastikan bahwa dirinya tidak sedang bermimpi. Rosita menghampirinya dan menjepit ringan punggung tangan kanannya. "Lebih kuat lagi," pintanya. Rosita menurutinya sampai Ayana menjerit. "Aaah!" jeritnya melengking. Suaranya sampai terdengar ke bawah. Rosita minta maaf pada Ayana karena telah berani mencubit tubuhnya. "Maaf, Nyonya, maaf!" "Sudahlah, tidak masalah! Aku hanya kaget, kau sudah bekerja sesuai perintahku." Rosita menunduk, menyesali perbuatannya. "Jangan katakan pada Tuan, dia bisa marah besar," harapnya. Ayana tertawa kecil. "Oke." Tiba-tiba saja Calvin berlari dan masuk ke kamar dengan panik. Dua wanita itu menoleh secara serentak. "Jovanka!" jeritnya. Rosita tersenyum, membisikkan sesuatu pada Ayana. "Tuan khawatir mendengar jeritan Nyonya tadi." Ayana paham sekarang. Calvin menghampiri wanita itu dan melihat tubuhnya dari atas ke bawah. "Kamu tidak apa-apa? Kenapa kamu menjerit?" tanyanya dengan nafas tersengal-sengal. "Aku tidak apa-apa, jangan khawatir." Ayana menyingkirkan tangannya yang memegang kedua lengan. Calvin menghela nafas lega. "Syukurlah, aku kira terjadi sesuatu." "Tidak, aku hanya melihat ada cicak di sana," tunjuknya ke arah langit-langit. Calvin dan Rosita mengarah ke atas. Mereka tidak menemukan apa-apa. "Sepertinya sudah pergi," sambungnya kemudian menggigit kedua bibirnya karena dia tahu kalau ucapannya hanya untuk membuat Rosita selamat dari amarah Calvin. Calvin membalas sikapnya dengan tawa ringan. Ayana melihat ketampanan wajah pria itu dan merasa terpesona. Bibirnya sedikit pucat, mungkin karena belum makan. Rosita pamit meninggalkan mereka berdua. Ayana melihat langkahnya sampai wanita itu menutup pintu. Ayana merasa sakit saat dicubit olehnya, berarti semua ini bukan mimpi. Ayana harus mencari tahu kenapa dia bisa ada di sini? Menggantikan hidup Jovanka, istri dari Calvin, pria yang saat ini terus menatap ke arahnya. Ucapan Rosita memang benar, tatapannya membiaskan cinta yang begitu besar. Ayana berusaha mengalihkan perhatian. Jika ini bukan mimpi, berarti aku akan hidup di sini. Aku tidak akan menjadi Jovanka melainkan Ayana. "Tadi, kamu bilang ada yang ingin dibicarakan. Apa itu?" tanya Calvin. "Mmh, iya sih, ada memang. Tapi, apa bisa kita makan dulu?" tanya Ayana. Calvin sangat terkejut, biasanya Jovanka tidak pernah mengajaknya terlebih dulu. "Kamu mau makan?" tanyanya dengan nada melambat. Ayana mengangguk riang, seperti sifat aslinya yang ceria, sisi Jovanka berubah sejak pertama kali Calvin melihatnya. "Baik lah, aku akan meminta pelayan membuatkan kita makanan," sahut Calvin dengan semangat. "Eehh, jangan!" Calvin mengerutkan kening. "Kenapa?" "Biar aku aja yang masak." Calvin terkejut bukan main, ekspresi wajah polosnya memancarkan aura kebingungan. Ayana memang sangat lapar, dia sudah diberi makan di rumah sakit, tapi sama sekali tidak suka. Cita rasanya tidak ada dan semakin membuatnya sakit. Ayana pamit keluar kamar dan melihat Rosita di luar. Wanita itu minta diantarkan ke dapur. Saat dirinya masuk ke dapur, para pelayan menatap heran, sama seperti Calvin yang memandangi istrinya dari lantai dua. "Jovanka, selama 4 tahun kita menikah, baru kali ini kau memasak makanan untukku. Aku sangat bahagia," bisiknya sendiri sambil tersenyum lebar. Dibalik peristiwa mengejutkan, ada hal baik yang terjadi setelahnya. Calvin terharu dan menyeka sudut matanya, lalu turun untuk melihat wanita itu memasak. * Calvin duduk di kursi bar yang terletak di dekat meja persiapan memasak. Hampir satu jam dia menghabiskan waktu hanya untuk mengikuti aktifitas istrinya. Calvin menuang air dalam gelas sambil melihat Ayana memasak. Rambutnya diikat ke atas, apron berwarna biru terpasang di tubuhnya agar menghindari diri dari percikan minyak. Ayana memakai sarung tangan untuk mengangkat makanan yang dipanggangnya. Aroma harum tercium begitu Croissant berbentuk sempurna itu keluar dari oven. Rosita melihat dirinya sejak tadi memasak makanan ala Perancis yang sama sekali belum pernah dimintanya atau dimakannya. Timbul rasa heran lagi dan lagi. "Selesai!" ucapnya sambil memacak kedua tangan di pinggang, lalu melepas semua peralatan di tubuhnya. Rosita membantu Ayana merapikan apron, sarung tangan dan kain lap yang sedang dipegangnya. Ayana menata semua di dalam talam dan membawanya ke meja makan. Calvin meminta Rosita membawanya ke halaman belakang. Rasanya momen ini tidak boleh dilewati begitu saja, Calvin ingin bersantai dengannya. Ayana mengikut saja, yang penting dia sudah memasak makanan yang diinginkannya. Calvin mengajaknya ke belakang, tangannya terbuka pada Ayana. Namun, Ayana tidak ingin terlalu banyak bersentuhan dengan suami orang. Dia harus menjaga dirinya sendiri. Sesampainya mereka di sana, Ayana melihat ada meja bulat berukuran sedang. Dua kursi dan bunga segar di tengahnya. Makanan telah tersusun berikut piring dan peralatan makan lainnya. Calvin menarik kursi untuk Ayana, mau tidak mau wanita itu menerima sikap baik dan sopannya. "Terima kasih!" ucapnya. Calvin segera menuju kursinya sendiri dan melihat ke semua menu di meja. "Tampaknya lezat," sahutnya. Ayana tersenyum, "Aku tidak tahu, apakah kamu suka atau tidak." Dia harus mengikuti tutur Calvin yang memanggil dirinya dengan kata 'kamu'. Calvin tertawa ringan. "Aku akan makan apa pun itu asalkan kamu yang membuatkannya." "Kenapa kamu kelihatan sangat senang? Apa Jovanka tidak pernah membuatkanmu makanan sebelumnya?" tanya Ayana. Calvin yang memahami bahwa istrinya sedang menganggap dirinya adalah Ayana kemudian mengangguk cepat. "Jovanka tidak pernah masak apa pun." "Aah, dia istri yang buruk." "Haha." Calvin tertawa cekikikan. "Maaf, tapi aku memang bukan Jovanka, makanya aku bisa berkata demikian," sambar Ayana. "Terserah, kamu mau jadi Jovanka atau Ayana, yang terpenting sekarang, kita harus makan." "Haha, kamu benar! aku sangat lapar, makanan di rumah sakit sangatlah buruk. Bahkan kucing saja tidak akan mau memakannya." Calvin lagi-lagi tertawa gembira. Rosita senang bisa melihat majikannya gembira. Rasanya dia tidak pernah mendengar Calvin tertawa sekeras itu. Sampai-sampai gelombang suara mereka merambat ke kamar Thalia. Wanita itu menuju jendela dan melihat putranya makan sore bersama menantunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD