bc

Unforgettable Two Days

book_age16+
1.1K
FOLLOW
10.9K
READ
love-triangle
brave
tragedy
bxg
city
first love
tricky
friends
stubborn
sacrifice
like
intro-logo
Blurb

Tamat

Cinta tidak selamanya harus saling memiliki, begitu pepatah lama mengatakannya.

Lalu apa jadinya kalau cinta itu terus dipaksakan tanpa peduli orang - orang sekitar, tanpa peduli berapa yang harus terluka karenanya?

Tania tidak pernah menduga jika perkenalannya dengan Bima menjadi petaka dalam hidupnya.

Indahnya dua hari tersesat di hutan bersama lelaki gagah itu, harus dia bayar mahal dengan kehilangan jati dirinya.

Cinta yang rumit dan penuh liku, terombang ambing terpisah oleh badai.

Akan kah Tania dan Bima kembali bersatu?

siamak cerita kelanjutannya yuk.

chap-preview
Free preview
Part 1
"Tania, buruan! Nanti kita terlambat!" teriak bunda yang sudah sejak dini hari mondar-mandir mempersiapkan barang bawaan. Tania masih saja tiduran memeluk guling. Gadis itu, enggan beranjak dari kasurnya yang empuk. Usai ujian akhir semester, Tania ingin bermalas-malasan sejenak di tempat tidur. Ia ingin membalas waktu istirahatnya yang sudah lama terganggu karena terus belajar. Tanpa sengaja matanya kembali terpejam. Waktu yang sudah sangat sempit, membuat pak Brata tidak sabar dan terus membunyikan klakson mobil. Bu Ririn dan Tanty menjadi panik mendengar klakson, keduanya terburu buru naik ke mobil. Bik Darmi sampai mematung tak tahu harus berbuat apa saking hebohnya keluarga itu. Mereka tidak sadar jika Tania masih tertidur di kamarnya karena sibuk mengurus diri dan barang masing-masing. Hari ini mereka akan pergi ke Danau Toba mengikuti acara family gathering dari kantor Pak Brata. Setelah mobil berangkat, bik Darmi segera menutup pintu pagar, kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya. Ia pergi ke kamar Tania untuk berbenah, matanya membulat melihat Tania masih tertidur di sana. "Non Tania nggak ikut? Mobil Tuan sudah berangkat!" ujarnya. Sontak saja Tania bangun dari tidur. "Ha? Beneran, bik?" tanyanya membulatkan mata. "Beneran, Non. Ngapain bibik bohong!" Bik Darmi membuka tirai jendela, cahaya mentari menyeruak masuk menyilaukan mata Tania. Buru buru, ia mandi alakadarnya saja. Kemudian memesan taksi menyusul ke bandara. Ia tidak peduli sempat atau tidak, yang penting usaha dulu, pikirnya. *** Setelah menempuh satu jam perjalanan, akhirnya mobil pak Brata tiba di bandara Soekarno Hatta. Pak Brata memarkirkan mobilnya di tempat yang sudah di sewa oleh kantor. Ketiganya tegopoh gopoh berjalan menuju pintu pemberangkatan. Setelah cek-in, mereka berjalan menuju bording room. Saat menaiki lift, bu Ririn tersadar, Tania tidak ada bersama mereka. "Yah, Tanty, Tania mana?" tanyanya panik. "Loh, dari tadi ayah juga nggak dengar suaranya." jawab Pak Brata, matanya memeriksa sekeliling. "Kayaknya si tukang tidur itu belum bangun deh, bun. Ketinggalan di rumah." "Astagfirullah, Tanty, kenapa kamu baru ngomong sekarang?" "Kok, jadi Tanty yang dimarahin? Tanty juga baru sadar kalau Tania ketinggalan di rumah." "Ah, ada ada saja kalian ini!" pekik pak Brata, seraya mengeluarkan ponselnya. Sesaat pak Brata menunggu jawaban di seberang sana. "Halo, Tania! kamu gima, sih? Kenapa nggak naik ke mobil?" sergah pak Brata kesal. "Ayah kenapa berangkat duluan? Tania tadi ketiduran lagi." "Kamu tuh, ya! Orang semua sibuk, kamu malah balik tidur! Ya sudah, kamu di rumah saja sama bik Darmi." "Nggak mau, yah... Tania mau ikut!" rengeng Tania diseberang sana. "Nggak bisa Tania, pesawat sebentar lagi berangkat." "Pokoknya Tania mau ikut! Sekarang Tania lagi di taksi menuju bandara." "Taniaaaa... Kamu tuh, ya. Bikin repot orangtua saja!" pekik pak Brata sembari mematikan telphon. "Gimana, yah? Tania ada di rumah?" tanya bu Ririn sembari berjalan cepat mengikuti langkah suaminya menuju bording room. "Dia sedang menuju ke sini." "Apa? Sebentar lagi pesawat akan berangkat. Mana sempat menunggunya." jawab bu Ririn panik. "Ayah mau bicara dulu sama Pak Anwar, mencari solusinya." "Dasar, si Tania, nyusahin saja kerjanya!" grutu Tanty kesal. "Tanty, kamu jangan ngomong gitu, donk. Ayah dan bunda sedang panik memikirkan nasib adikmu itu." omel bu Ririn yang tidak suka melihat Tanty kurang berempati. Tanty menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sebenarnya walau kesal, jauh di lubak hatinya, dia juga khawatir pada Tania, adik semata wayangnya itu. Walau mereka sering ribut, tetap saja dia sayang pada adiknya. Setibanya di ruang tunggu, pak Brata segera menemui Pak Anwar, direktur utama di perusahaan tempatnya bekerja. "selamat pagi Pak Anwar, saya ingin bicara sebentar." ucap pak Brata sembari membungkuk. "Anda baru sampai?" "Iya, Pak. Maaf kami kesiangan." "Anda ingin bicara apa?" "Anak saya Tania tadi tertinggal di rumah, sekarang sedang naik taksi kemari, apa bisa keberangkatan pesawat di tunda sampai Tania tiba?" tanya pak Brata berharap mendapat dukungan. "Kebetulan Mas Bima dan Mbak Saras juga masih dalam perjalanan. Katanya mobilnya terjebak macet, ada kecelakaan di jalan yang mereka lalui. Mudah-mudahan mereka datang berbarengan." ujar Pak Anwar. "Aamiin, terima kasih pak Anwar. Saya coba hubungi lagi Tania." ujar pak Brata menganguk sebagai bentuk penghormatan. Ia kembali menghubungi Tania. "Tania, kamu sudah di mana?" "Sudah dekat, Yah. Jalanan macet." "Oh, Tuhaaan ...." Pak Brata gregetan sembari mematikan telphon. Di dalam taxi, Tania panik. Mobil tidak bergerak. Untungnya hanya berlangsung sepuluh menit, jalanan kembali lancar. Sesampainya di terminal tiga, ia segera turun dan masuk ke pintu pemberangkatan. Tania berlari cepat, menyalip Bima dan Saras yang juga baru tiba di gerbang pintu keberangkatan. "Eh, kamu yang sopan, donk, jangan main potong saja seenaknya!" protes Saras yang tidak suka di dahului oleh Tania. "Sory, mbak. Tapi saya buru-buru. Pesawat saya akan segera berangkat." "Sama!" jawab Saras kesal. "Sudahlah, Sayang. Biarkan saja. Hanya beda satu langkah." ujar Bima menenangkan Saras. "Kok kamu jadi belain dia, sih?!" "Aku nggak belain dia, aku cuma nggak mau ada keributan. Kita sudah terlambat lima belas menit dari jadwal keberangkatan. Kamu sih, dandannya lama banget." protes Bima yang masih kesal karena lama menungu Saras berdandan. Saras cemberut membuang muka ke samping. Tania tidak enak hati mendengar keduanya ribut. Tapi masabodo, dia harus cepat sampai di ruang tunggu sebelum ayah menelphon lagi. Selesai ceck in, Tania setengah berlari menuju lift, begitupun Bima dan Saras. Ketiganya seperti orang yang sedang lomba lari. Tania bertanya tanya; mengapa dua orang itu mengikutimya. Apa mereka juga terlambat seperti dirinya? Ah, peduli setan dengan urusan mereka. Setelah sampai di lantai dua, Tania segera keluar dan mempercepat larinya. Rok celana yang dipakainya tidak menghalangi langkahnya. Tania segera melapor pada petugas yang berjaga di pintu sesuai arahan ayah. Matanya membulat melihat dua orang tadi juga ikut masuk ke pesawat yang sama. Apa Keduanya juga rombongan kantor ayah? Sesampainya di dalam pesawat, Tania memperhatikan sekeliling mencari keluarganya. Ia cengengesan melihat pak Brata melotot padanya. "Kamu, ya!..." ujar pak Brata gregetan. Melihat Tania cengengesan, seketika marahnya reda. "Sudah buruan duduk di samping Tanty." "Siap, Bos." jawab Tania bercanda, sembari memberi hormat. Mengangkat tangannya ke samping kepala. Tania memasukkan tas ranselnya ke dalam kabin. Sekilas matanya tertuju pada dua orang tadi. Mereka disambut dengan hangat oleh pak Anwar. Memangnya siapa mereka? Rasa penasaran tiba-tiba muncul di benak Tania. "Tania, kamu itu gimana, sih? Bikin repot orangtua saja?" celetuk Tanty dengan kesal setelah Tania duduk di sampingnya. "Mbak Tanty nggak ngerti sih, akutu capek. Baru kemarin selesai ujian, tiap hari bangun pagi, tidurnya sampe larut malem karena belajar. Aku, kan, pengen istirahat." "Terus ngapain ikut?" "Bosan di rumah." ujar Tania cengengesan. Tanty menatap sinis, bibirnya membentuk garis lurus. Percuma saja menggrutu, Tania tidak akan peduli. Mendingan dia menyambung tidurnya yang belum tuntas tadi pagi. Setelah pramugari memeriksa sabuk pengaman penumpang satu per satu, pesawat mulai bergerak. Dalam hitungan detik, pesawat take off melayang di angkasa. Lima belas menit sudah pesawat terbang di angkasa raya. Tania membulatkan matanya melihat bentuk bentuk awan dari balik jendela. Hanya saja ia tidak bisa leluasa menikmati pemandangan indah itu, sebab duduknya tidak di pingir. Saat lehernya lelah memandang awan, ia beralih memperhatikan para penumpang. Matanya tak berkedip saat melihat lengan baju biru penumpang yang duduk di kursi paling depan. Ia masih penasaran ingin mengetahui identitas lelaki itu. Saat yang bersamaan, di depan, Bima juga sedang menoleh ke belakang. Alhasil mata keduanya saling beradu. Dalam hitungan detik, keduanya sama-sama buang muka. Walau rasa ingin tahunya tinggi, tetap saja Tania gengsi jika ketahuan sedang curi pandang. Sepertinya, Tania mulai bisa menebak, pasti keduanya bukan orang sembarangan di perusahaan tempat ayahnya bekerja. Di depan, Bima kembali membaca buku. Entah apa yang membuatnya tadi, tiba-tiba ingin menoleh kebelakang. Seperti ada sebuh maghnet yang menarik kepalanya untuk menoleh.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Nur Cahaya Cinta

read
359.5K
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
475.0K
bc

Hurt

read
1.1M
bc

HURTS : Ketika Hati Yang Memilih

read
115.4K
bc

MANTAN TERINDAH

read
7.0K
bc

Long Road

read
118.3K
bc

Crazy In Love "As Told By Nino"

read
280.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook