Bab 4 : Penghargaan

1253 Words
22 tahun kemudian. Suasana di sebuah aula sangatlah ramai. Tepuk tangan meriah menggema sampai keluar gedung. Tepuk tangan itu sebagai bentuk penyambutan kehadiran Aydan ke atas podium untuk menerima penghargaan sebagai karyawan terbaik yang telah memecahkan rekor mengajak 500 orang dalam sebulan untuk membeli pakaian dalam wanita yang direkomendasikannya. Keuntungan berkali-kali lipat pun diperoleh oleh papanya di perusahaan. Aydan bekerja di perusahaan papanya sebagai karyawan biasa yang bertugas untuk mendongkrak kemerosotan penjualanan. Setelah di selidiki ternyata karyawan yang dulu berada di posisinya banyak bermalas-malasan. Aydan naik ke panggung, berdiri di belakang meja podium dan segera mengecek keadaan mic dengan cara menepuknya pelan. “Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,” ucapnya di awal. Semua karyawan yang mendengar beserta jajaran petinggi perusahaan menjawabnya. “Wa’alaikumsalam warrahmatullah.” “Saya Aydan Safaraz Adhitama, berdiri di sini karena ijin Allah. Alhamdulillah, saya ucapkan pada Allah subhanahuwata’ala yang telah memberikan saya kesehatan dan semangat tinggi demi memajukan perusahaan ini. Terimakasih juga untuk papa dan mamaku, kalian luar biasa.” Semua orang tersenyum dan mengangguk setuju. “Perusahaan ini masih terbilang baru. Papa saya, Raihan Adhitama-“ Aydan menunjuk ke arah papanya yang sedang duduk di kursi terdepan bersama mamanya. “Beliau telah membuka perusahaan ini sekitar 5 tahun lalu dengan banyak cacian dan dipandang sebelah mata karena perusahaan ini berjalan pada produksi pakaian dalam wanita.” Raihan dan Hanin tersenyum. Mereka mengenang sedikit masa lalu yang benar seperti dikatakan Aydan. “Saya terkadang merasa bingung, memproduksi pakaian dalam apa salah?” tanyanya pada para undangan. Mereka menggeleng. “Ya, kalian benar. Itu tidak salah. Bagaimana bila manusia tidak memproduksi pakaian dalam? Apa yang terjadi jika wanita tidak menggunakannya?” pertanyaan Aydan satu ini mengundang tawa di dalam aula. “Oops, jangan dibayangkan. Cukup dengarkan saja pertanyaannya dan jawab dalam hati.” “Haha.” “Okay, tampaknya kalian lebih dulu membayangkan. Kalau saya sih, tidak.” “Hahaha.” Kembali Aydan dihujani tawa karena merasa malu sendiri. “Awalnya saya ditawarin papa mengurus bagian keuangan, tapi saya menolaknya. Melihat pekerja di bagian keuangan sudah cukup bagus, saya tak akan menggeser satu pun dari mereka.” Merasa dipuji, semua orang yang ada dibagian keuangan bertepuk tangan meriah. “Hmm, jangan lupa royalti ya, kan saya udah muji,” sambungnya becanda dengan tawa ringan. Mereka malah tertawa cekikikan. “Lalu saya memperhatikan bagian-bagian mana yang menurut saya kerjaannya mempengaruhi perusahaan sampai merosot drastis seperti seorang anak bermain di taman,” lanjutnya tersenyum tipis. “Ternyata oh, ternyata. Ada beruang yang sedang hibernasi di bagian penjualanan.” “Hahaha.” Mereka tau sindiran itu untuk siapa? Untuk seorang pria yang kini sudah dipecat. “Saya harap, jangan lagi ada beruang lain yang hibernasi. Meskipun saya tau beruang juga butuh istirahat, tapi tidak saat bekerja. Selesaikan kerjaanmu lalu pulang dan tidurlah!” ujarnya tegas. Mereka semua mengangguk. “Jangan pernah malu dengan produk pakaian dalam! Tunjukkan bahwa kamu profesional dalam bekerja. Pelajari bahan, kekurangan dan kelebihan. Itu adalah bekal untuk meyakinkan pembeli.” Klap. Klap. Klap. Tepuk tangan meriah terdengar atas motivasi yang dilontarkan oleh Aydan. “Terakhir sebelum saya menyudahinya. Saya kembali mengatakan pada kalian bahwa bekerjalah dari hati agar semua yang kalian lakukan tidak pernah merasa lelah. Tetap semangat dan terimakasih atas piagam yang terbuat dari emas ini. Semoga bisa dijual.” “Hahaha.” Tawa pecah lagi di akhir pidatonya. Aydan tumbuh menjadi pria yang suka humoris. Hampir semua orang diperusahaan tau itu. Namun, candaannya tetap terarah dan tidak terkesan asal-asalan. Para karyawan tetap segan padanya seperti menyegani Raihan sebagai pemilik perusahaan. Aydan turun dari panggung dan langsung menghampiri kedua orangtuanya yang telah berdiri. Pelukan hangat didapatkan oleh Aydan dari Raihan dan Hanin. “Terimakasih ya, Nak. Kamu sudah menjadi seorang anak yang membanggakan.” “Oh, papa, itu semua karena didikanmu,” sahut Aydan tersenyum. “Juga didikan dari wanita tercantik sejagad raya,” sambungnya menatap sang mama sambil mencolek dagunya. Hanin malu dan menunduk. Wanita itu memintanya duduk di dekat mereka dan mengikuti acaranya sampai habis. Satu jam setelah acara selesai. Raihan mengajak Hanin dan anak-anaknya untuk makan malam di luar. Raihan telah mereservasi sebuah restoran mewah yang terkenal. Aydan tentu tidak akan menolaknya sebab acara itu untuk dirinya. Raihan menghubungi Kaif yang tidak hadir dalam acara tadi. Panggilannya pun tidak dijawab. “Papa, lagi ngapain?” tanya Aydan pada Raihan yang sedang berdiri di dekat jendela ruangan kerjanya. “Kakakmu tidak bisa dihubungi,” jawabnya. “Oh, nanti Aydan aja yang nelepon. Mungkin kak Kaif lagi sibuk,” sahut Aydan. “Haha, dia itu sibuk apa? Jalanin bisnis papa gak mau, kerjanya keluyuran terus.” “Hmm, mungkin kak Kaif sedang mendaki gunung.” Raihan pun tertawa. “Hahaha, Ada saja jawaban menghibur yang keluar dari bibirmu. Papa senang mendengarnya, tidak pernah sedikit pun kau menjelek-jelekkan kakakmu. Padahal papa tau dia tidak sebaik dirimu.” Raihn menaikkan alisnya dan berjalan ke arah Aydan. “Kak Kaif itu baik kok, Papa. Hanya saja kebaikannya lagi liburan. Ntar pas baiknya kembali, papa pasti kaget melihat sikap kak Kaif.” Aydan tertawa ringan. “Haha, yayaya! Baiklah, mana mamamu? Kita akan segera ke restoran. Waktunya juga udah mendekati maghrib,” ujar Raihan. “Kita sholat di masjid aja, Pa.” “Ya, kau benar. Ayo, kita cari mamamu.” Aydan mengangguk dan jalan beriringan dengan papanya. Hanin berdiri di ujung melihat para pekerja masih sibuk di jam yang sudah tak lagi siang. Raihan mengarahkan wajahnya dari Aydan kepada Hanin, sebagai isyarat bahwa mamanya ada di sana. Dua pria itu menghampirinya. “Mama jadi satpam?” tanya Aydan mengangetkan Hanin. “Ya, Allah, mama kira siapa?” “Anak mama.” Hanin memegang lengan Aydan. “Kita pergi sekarang?” tanyanya. “Boleh,” jawab Raihan lembut. “Hanin ngeliatin apa?” tanyanya penasaran. “Itu, Mas, mereka memang kerjanya sampai petang gini ya?” tanya Hanin. “Oh, mereka bagian design. Biasa kerja lembur sampai jam 8,” jelas Raihan. “Mmh, Hanin kira mereka kerjanya terlalu bersemangat sampai lupa waktu.” Aydan tersenyum. “Mereka sedang mengejar event, Ma. Bulan depan kita ikut event di Jakarta.” Salah seorang dari ruangan menyadari bahwa mereka telah diawasi. Pria itu pun menyapa dengan ramah. “Selamat sore, Pak, Bu.” Raihan, Aydan dan Hanin pun tersenyum. Aydan mengambil alih untuk masuk ke dalam dan melihat kerjaan mereka. “Selamat sore, semua! Kalian hebat! Saya bangga karena masih bekerja keras,” ucap Aydan. “Iya, Pak! Kita harus menunjukkan bahwa kita adalah perusahaan terbaik!” jerit seorang wanita dengan yakin. “Bagus, jangan lupa makan. meski kerja keras, kalian harus makan tertatur biar gak sakit.” “Iya, Pak. Makasih atas perhatiannya.” “Okay, saya pulang duluan ya.” “Iya, Pak! Hati-hati di jalan.” Aydan tersenyum lalu beranjak keluar dari ruangan dan menutup pintunya. Mereka turun bersama-sama menuju lobby dan mobil telah disiapkan di depan pintu. “Silahkan, Pak!” kata supirnya membukakan pintu untuk Raihan. Pintu Hanin dibukakan oleh Aydan dari sisi satunya lagi. “Makasih, Aydan,” ucap Hanin. “Mama dan papa hati-hati ya,” sahutnya. “Kau juga hati-hati. Mengendarai motor jangan ngebut-ngebutan,” kata Hanin. “Iya, Mama. Kita ketemu di restoran ya, Ma.” “Iya, Nak.” Aydan menutup pintu mobil lalu beranjak ke belakang. Motor miliknya juga tersedia. Satpam memberikan kunci motor Aydan. Pria itu menggunakan jaket dan helmnya. “Hati-hati di jalan, Pak!” seru pak satpam. “Terimakasih, Pak Toni!” Aydan lalu menginjak gigi, kopling dan perlahan menarik gasnya. Motor gede berwarna hitam itu pun melaju dengan kecepatan sedang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD