bc

BAD BOY IN LOVE

book_age16+
4.0K
FOLLOW
28.6K
READ
badboy
goodgirl
drama
sweet
campus
office/work place
betrayal
faceslapping
selfish
stubborn
like
intro-logo
Blurb

Langit Segara, seorang laki-laki dengan julukan badboy yang tidak pernah ditolak gadis manapun. Namun semua berubah ketika ia bertemu dengan seorang gadis bernama Kirei Muyassa, gadis pintar yang tidak tertarik pada pesonanya seperti gadis lainnya.

Langit membenci gadis ini pada awalnya, begitu juga Kirei. Sampai keduanya tidak menyadari rasa benci itu sudah berubah.

Bagaimana Langit dan Kirei menyikapi perubahan rasa di hati mereka masing-masing?

chap-preview
Free preview
SATU
[Mereka bilang aku tidak mungkin bisa, itulah kenapa aku malah melakukannya!] Cairan di mataku tidak berhenti mengalir, walau sudah berulang kali aku menyekanya. Seminggu berlalu sejak ibu terbaring sendirian di dalam tanah ini. Langit pagi yang cerah seketika berubah menjadi mendung, seolah mendukung hatiku yang masih berduka karena kehilangan sosoknya. Kusapu lagi air mata yang masih saja mengalir di pipiku saat kuingat ayahku yang pergi entah ke mana. Lalu gerimis kecil turun perlahan membasahi nisan kayu yang bertuliskan nama ibu. "Sampai nanti Bu," lirihku sambil mengusap nisannya dan berdiri, karena rintik hujannya terasa akan semakin deras. Aku berlari dan berlindung di bawah pohon rimbun, menjaga agar tubuhku tidak basah kuyup. Sejenak aku memandangi makam ibu sekali lagi sebelum akhirnya berlari lebih cepat lagi menuju halte bis di luar gerbang pemakaman. Dan betul saja hujannya langsung turun dengan deras dan membuat sepatuku sedikit basah. *** Suasana kampus terlihat sudah cukup ramai, ini berarti aku sedikit terlambat, karena jam di tanganku menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit. Setelah merapikan diri di toilet, aku melangkah menuju kelas. "Hai, Rei!" sapa Ruth, sahabatku. Aku tersenyum ke arahnya dan kami berjalan bersama menuju kelas. Namun tiba-tiba saja ia menghentikan langkahnya secara mendadak dibarengi dengan matanya yang membesar ke arah seseorang di depan sana. Mataku mengikuti arah pandangannya lalu mengembuskan napasku setengah kesal ketika menyadari siapa yang sudah membuatnya membeku seketika seperti sekarang. "Rei, kamu lihat di sana itu kan?" tanyanya antusias dan menarikku untuk segera mendekat ke kelas. Matanya tidak lepas menatap punggung laki-laki yang diidolakan oleh hampir semua mahasiswi di kampus Segara ini. Aku berdecak malas, "Iya, aku lihat." Ruth mengangguk dengan penuh kebahagiaan. Dan matanya kembali membesar ketika melihat kelas yang hampir penuh. Senyumnya berubah kecut ketika mendapati kursi yang kosong hanya ada di bagian paling depan. Tanpa memedulikan kekecewaannya aku menariknya untuk menempati kursi kosong tersebut dan ia mengikuti walau sambil menggerutu. Saat ini adalah tahun terakhirku dan baru kali ini aku berada satu kelas dengan cowok populer itu. Menurut Ruth, Elang memang biasanya lebih banyak mengambil jam kuliah di siang dan sore hari, sedangkan aku selalu memilih jam kuliah di pagi hari—karena aku harus bekerja pada siang harinya. Jadi, aku hanya beberapa kali pernah melihatnya dan mendengar ceritanya dari Ruth. Selebihnya aku memang tidak berminat sama sekali pada cowok itu. Kami duduk di barisan paling depan dengan menyisakan satu kursi untuk Ina, sahabatku yang lain—belum datang. Aku menyimpan tasku di atas kursi tersebut—agar tidak ada yang menempatinya. "Ya ampun, Rei," cetus Ruth, "lesung pipinya itu lho...." Ruth bergumam lagi sambil diam-diam mencuri pandang ke belakang dan mengambil gambar Elang dari ponselnya. Aku hanya menghela napas dan menggelengkan kepala pada Ruth karena tingkah lakunya itu. Ya memang, laki-laki bernama Langit Segara itu secara fisik sangat menarik perhatian kaum hawa. Aku tidak menyangkalnya, tapi aku cukup tahu diri untuk tidak tertarik padanya. Selain karena dia bukanlah tipe laki-laki yang kuinginkan, cowok yang dikenal dengan panggilan Elang ini juga adalah tipe cowok terkenal suka berganti pasangan seperti layaknya ia mengganti bajunya setiap hari. Lima belas menit setelah pukul delapan, Dosen masuk kelas dan meminta maaf karena terlambat. Matanya terarah ke kursi belakang yang penuh dan melihat beberapa tempat kosong di barisan depan. Kemudian ia menginstruksikan agar memenuhi kursi bagian depannya. Tanpa diduga kursi di sebelahku terisi oleh sosok yang sejak tadi menjadi pembahasan Ruth. Ia melemparkan tas—yang tadi kuletakkan di kursi—ke pangkuanku. Aroma parfum mint dan citrus yang maskulin langsung menguar dari tubuhnya menusuk hidungku. Sekali lagi aku tidak memungkiri kalau Elang memang profil yang pantas diidolakan secara fisik, tapi dari reputasinya yang buruk membuat fisiknya tidak berarti apa-apa di mataku. Elang memakai hoodie berlengan panjang, tapi terlihat kalau ada tato kecil yang menghiasi pergelangan tangannya. Sikut Ruth menyenggol tanganku di atas meja. Kepalanya melewati wajahku demi melihat Elang, tanpa malu-malu ia menyapanya sambil berbisik, "Hai Elang...," desisnya melewatiku. Elang menoleh sekilas dengan wajah datar tapi kemudian mengabaikannya begitu saja. Ruth tampak kecewa dengan respon dari laki-laki idamannya itu dan akhirnya dia pun diam saja. Aku juga berusaha mengabaikan keberadaannya dengan pura-pura sibuk mendengarkan dosen dan mencatat apa yang disampaikannya. "Otak lo kepenuhan atau gimana?" Aku tertegun sejenak melihat ke arahnya, karena aku yakin mendengar suaranya barusan. "Kamu ngomong sama siapa?" bisikku pelan. "Ya siapa lagi yang 'jadul'?" sahutnya ketus. Aku menghela napas tidak menghiraukannya. Ini pertama kalinya ia bicara padaku dan ternyata sikapnya sangat menyebalkan. "Aku memang suka mencatat," jawabku tanpa repot-repot melihatnya. Ia mengedikkan bahunya ke atas. "Jaman udah canggih tapi lo masih kuno banget," gumamnya pelan, tapi aku mendengarnya dengan jelas. Ck. Apa urusannya sih? Aku merasa terganggu dengan kehadirannya sekarang. Sebenarnya untuk apa sih dia pindah ke depan? Ruth menoleh ke arahku dengan tatapan ingin tahunya. Sedangkan aku hanya menanggapinya dengan menaikkan bahuku. Dua jam terasa begitu lama dengan adanya Elang di sampingku. Ia terlihat mengacuhkan materi yang sedang disampaikan oleh Dosen di depan kelas. Dia terlalu sibuk dengan ponselnya dan memperlihatkan lesungnya sesekali saat jari-jarinya menyentuh layar ponselnya tersebut. Aku baru sadar kalau lesung pipi Elang memang begitu menarik perhatian. Zack Efron? Lewat! "KIREI MUYASSA!" Aku terenyak kaget saat mendengar suara keras yang ditujukan kepadaku. "Y-ya Pak?" sahutku grogi. Gara-gara dia membuat konsentrasiku buyar dan akhirnya menjawab dengan gagap teguran dosen. Elang menoleh ke arahku sambil menyeringai yang membuatku makin kesal. "Kamu sedang melamun ya?" tuding Dosenku. Aku tidak menjawabnya, hanya bisa tertunduk malu, karena baru kali ini aku ditegur Dosen di depan mahasiswa lain. Aku baru bisa mengambil napas lega ketika Pak Mudi, nama dosen tersebut, mengalihkan pertanyaannya pada mahasiswa yang lain. "Langit! Bagaimana bisnis itu menurut kamu?" Tanpa memperbaiki posisi duduknya yang bersandar sambil memegang ponsel, Elang menjawab, "Bisnis itu lebih baik langsung dilakukan saja tanpa nanti atau tapi Pak! Enggak perlu kebanyakan teori," jawabnya mengundang kericuhan di kelas. Suasana kelas jadi ribut membahas jawaban Elang barusan, kebanyakan yang setuju dengannya malah bersorak, "Elang benar Pak!" Pak Mudi berdecak sambil memanggutkan kepalanya. "Oke Good!" sahutnya sambil membereskan bukunya di atas meja karena bersamaan dengan berakhirnya jam kuliah. "Baiklah, sampai bertemu minggu depan!" ujarnya seraya melenggang keluar kelas. *** Ruth menghilang begitu saja sejak kelas dibubarkan tadi. Mataku mengedar ke sana ke mari mencari sosoknya. Sambil melangkah menuju lorong locker yang ramai, mataku masih mengitari tempat ini, tapi tidak menemukan di mana Ruth berada. Lalu kuputuskan untuk menunggunya di kelas berikutnya. Namun jantungku berdegup keras ketika melewati dinding pembatas antara ruang loker dan toilet, kulihat sepasang laki-laki dan perempuan sedang berciuman dengan panasnya. Dan mataku membeliak kaget saat kusadari bahwa gadis yang sedang beradegan ciuman itu adalah Ruth, sahabatku, dan laki-laki itu adalah Langit Segara. Aku mengenalinya dari pakaian yang mereka kenakan. Langkahku terhenti seketika dan berusaha untuk menyembunyikan diri. Ya Tuhan, benarkah yang tadi itu Ruth dan Elang?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

CUTE PUMPKIN & THE BADBOY ( INDONESIA )

read
112.4K
bc

My Husband My Step Brother

read
54.8K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.4K
bc

Dua Cincin CEO

read
231.4K
bc

Mentari Tak Harus Bersinar (Dokter-Dokter)

read
54.2K
bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
50.1K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook