Far Away

1026 Words
Jangan pingsan lagi. Rinai harus sadar dan berpikir normal. Ia tak mungkin salah lihat, jelas-jelas di kamar hotel pria itu memang nyata, tidak mungkin Rinai halu bertemu dengan Aiden bukan? Kagum sih, tapi kekagumannya bukan hal yang harus didewakan. Selama ini Rinai tak pernah fanatik dengan siapa pun di dunia ini. "Eh, malah bengong!" Kalau bukan karena suara Rose yang mengagetkannya, mungkin Rinai akan terus memikirkan hal-hal yang sekarang sudah kelihatan baginya. "Ros, lu percaya hantu gak sih?" "Percaya. Cuma gak siapa aja sih karena mereka beneran ada. Kenapa? Pertanyaan berbau horor gini skip deh, gue gak suka." Baiklah. Ia paling tahu kalau Rose adalah temannya yang anti banget dengan hal-hal yang berbau mistis. Antara percaya dan tak percaya, Rinai pun harus mendinginkan otaknya yang sejak tadi ingin meledak. *** Tak! Tak! Tak! Ya, tidak ada yang dilakukan Rinai jam segini. Ia sudah pulang dari kerjaannya, hanya penjaga toko serabutan. Gajinya pun tak seberapa, kadang menjadi pengantar bunga. Apa saja dikerjakan asal biaya patungan apartemen bisa dicicil sedikit demi sedikit. Drrtt! Drrtt! Dengan malas, Rinai mengecek ponsel dan melihat pesan dari sang mama. Ya, wanita yang begitu Rinai cintai. Cinta yang begitu besar sampai Rinai rela mati demi mamanya. "Malam, Ma." "Malam, Sayang. Kamu baik-baik saja bukan?" Rinai diam. Memilih menunggu percakapan apa yang akan dibahas oleh sang mama. Apakah soal hutang papanya, atau pajak tanah yang tertunda? Mungkin sewa toko? Mamanya memang memiliki usaha warung makan di dekat toko material, menjual berbagai makanan, gorengan, es dan makanan ringan lainnya. Lumayan untuk menghidupi kebutuhannya. Sampai sekarang, hutangnya tak benar-benar lunas. Gali lubang tutup lubang, kadang Rinai merasa tercekik dengan tagihan yang melandanya. Bahkan, kalau bukan karena tawaran Rose yang menggiurkan, Rinai tak akan mau menerima untuk tinggal di apartemen. Tidak mewah, tapi lebih dari layak untuk ditinggali. "Lebih dari baik, Ma. Mama nggak tidur?" "Tidur dong, Sayang. Manusia kan butuh tidur, kamu sendiri? Ini sudah jam pulang kerja kan? Masih di luar?" Mamanya memang hafals semua kegiatan Rinai, aktivitas sehari-hari putrinya memang belum berubah. Rinai akan menghabiskan waktu malamnya dengan mencari udara segar di luar, entah memikirkan apa. Dalam pikirannya, ia merasa kalau langit sangat mendamaikan. Juga kerlipan bintang yang mengindahkan matanya. "Iya, sebentar lagi masuk ke apart. Kebetulan memang masih rame." "Ya sudah, mama mau potong-potong sayur buat besok. Jangan begadang ya, jaga kesehatan kamu. Karena mama cuma punya kamu, Nai." Telepon terputus. Sempat mematung beberapa detik menatap ponselnya, Lagi-lagi tatapannya mengendur, memindai banyaknya pasangan yang masih bergandengan tangan di waktu-waktu sedingin ini. Meskipun Jakarta, tapi tetap saja Rinai tak pernah tahan dengan udara malam. Ia selalu memakai hoodie entah miliknya atau milik Rose. Srekkk! Sreekk! Suara desas-desus dari belakang membuat Rinai menoleh, mengkerutkan kening dan berpikir. "Kucing kali, ya?" Baiklah, perutnya lapar dan ia butuh makan. Baru saja bangkit dari duduknya, seseorang yang entah siapa usil melempari punggungnya dengan batu kerikil. "b*****h! Keluar kalau berani!" Ya, sepenakutnya seseorang harus tetap bergaya demi menghilangkan ketakutannya bukan? "It's me, Aiden." Pria tampan yang membuat otaknya hampir meledak tadi pagi muncul lagi di depannya. Jantung Rinai berdenyut tak karuan lagi, bahkan ia merasa udara di sekitarnya menyempit. Rasanya, ia berdiri di antara rasa percaya dan tidak percaya kalau pria tampan itu adalaha hantu. "SETAAAAAAAAN!" Busyet! Teriakan lantangnya membuat beberapa orang menoleh, mengira Rinai adalah orang gila. Ia berlari sekencang-kencangnya, berhenti sebentar karena kakinya memang tak berbakat untuk berlari. "Ah, payah! Sial, capek banget gue!" Hosh! Hosh! Hosh! Suara napasnya terdengar teregeh-egeh. Ia rasa, Aiden memang berubah wujud. Bukan lagi satu kubu dengannya, wajah pucatnya, tatapan kosongnya dan juga nada bicaranya yang seakan seperti sihir. "Kenapa lari sih? Aku padahal hanya ingin berteman." Kembali menoleh, Aiden kembali menyusulnya, lari lagi? Percuma. Ia lebih sayang kakinya daripada nyawanya yang sekarang terancam di tangan Aiden. Apakah pria itu sedang mencari kelinci percobaan untuk menjadi santapannya? "Mau kamu apa? Ha? Pergi jauh dari sini, setaan!" Sakit hati dituduh makhluk jahat, Aiden menepuk jidat dan sedikit merunduk. Dia tidak ingin dicap sebagai roh pengganggu. "Hey, aku gak seseram itu kok, bagaimana kalau kita mengobrol. Tapi, pasti orang-orang akan mengira kamu aneh karena berbicara sendiri karena aku memang tidak terlihat. Bagaimana kalau kita cari tempat?" Sebenarnya, Aiden ini hantu atau memang sedang akting sih? Dari berita yang dibacakan oleh Rose tadi, ia yakin kalau Aiden sekarang masih berada di Hongkong dalam keadaan koma. "Tunggu, jangan mendekat. Aku masih mencerna semuanya. Kemunculan kamu, keberadaan kamu di beda negara, dan sekarang dengan mudahnya kamu mengajak aku ke suatu tempat? Kamu gila?! Meskipun aku ini jomblo, aku gak mau kali jalan sama hantu." Sial! Harus berapa kali Aiden bilang, dirinya bukan hantu. Ia hanya berubah wujud menjadi makhluk aneh yang tidak bisa terlihat di mata manusia biasa. "Dan ya, dari semua manusia, kenapa harus aku yang terpilih menjadi gilirannya? Kamu, pasti akan menyantapku menjadi makananmu bukan?" Beberapa kali membaca novel dan komik berbau misteri dan horor, banyak sekali tokoh hantu berwajah Sultan demi melancarkan misi mereka. Entahlah, Aiden tak cukup paham apa saja yang ada dipikiran Rinai sekarang tapi yang pasti ia harus membawa perempuan itu ke suatu tempat yang aman. "Udah aku katakan, aku nggak seseram itu, nona misterius." "Bukannya yang serius itu kamu ya?" "Aku tahu kamu butuh uang." Glek. Dari mana Aiden tahu masalah nomer satu di hidup Rinai? Apakah si hantu gila ini mengikutinya sejak pertemuan pertama mereka? Jangan-jangan pria itu juga mengintipnya saat mandi dan ganti baju? Sial, seandainya hal itu benar bukan? "Bukan urusanmu. Aku harus pulang." Biasanya, Rinai akan mendamprat orang-orang yang akan mengganggunya. Tapi masalahnya adalah, pria yang bernama Aiden itu bukan manusia. "Maksudku adalah, bekerja samalah denganku dan aku akan membayar hutang-hutangmu, biaya kuliahmu dan semua yang berkaitan dengan uang di hidupmu." Oke. Ini adalah tawaran paling menggiurkan selama Rinai hidup di dunia, tetapi ia tahu tidak ada gratis di dunia ini bukan? "Apa kamu sedang bercanda? Dari mana seorang hantu bisa menghasilkan uang?" "Kamu akan mendapatkan jawabannya kalau kamu ikut aku besok jam 08.00 Itu pun kalau kamu tidak menolak tawaran ku tadi dan aku rasa kamu tidak punya pilihan selain menerimanya." Pede dengan dirinya sendiri, Aiden menghilang lagi, membuat Rinai tersentak kaget karena masih belum terbiasa dengan sihir abrakadabra yang baru saja terlihat di matanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD