Seperti Pernah Melihatnya

1452 Words
Kian termenung di dalam kamar. Ia berbaring terlentang di atas ranjang, menatap langit - langit berwarna abu - abu. Kesan pertamanya pada seorang Lintang ... ia adalah orang yang asyik. Nanti saat mereka sudah akrab, pasti akan lebih asyik lagi. Kian hanya perlu membiasakan diri dengan keberadaan Lintang — sebagai kakaknya.       Lintang tinggal sendirian di rumah ini. Pak Joe hanya menemani dari pagi sampai sore. Pak Joe harus pulang karena ia sudah berkeluarga.       Kalau dipikir - pikir, saat ini Kian sudah senasib dengan Lintang. Dion sudah pergi ke Amerika dan Ayah selalu sibuk dengan urusan kantor. Kian jadi memiliki pikiran untuk ....        Kian menggeleng. Tidak habis pikir dengan pikirannya sendiri.       Kian teringat percakapannya dengan Lintang setelah makan malam tadi.       "Kalo diperhatiin, muka kamu, tuh, mirip banget sama Ayah, ya! Mirip sama foto - foto Ayah yang aku klipingin," ucap Lintang sambil cengengesan.        "Banyak yang bilang gitu, sih! Padahal seandainya bisa milih, gue lebih suka mirip sama Ibu," protes Kian. Rupanya ia benar - benar sudah melupakan konteks bahasa. Ia menurut pada saran Lintang untuk bersikap senyaman mungkin.        Lintang tertawa. "Emangnya kenapa kok nggak mau mirip sama Ayah? Ayah ganteng lho!"        Gantian Kian yang tertawa. "Secara nggak langsung lo juga bilang gue ganteng!"        "Emang ganteng kok!" puji Lintang tulus.        Kian jadi tersipu - sipu. Lintang benar - benar berbeda dengan Dion yang tak pernah mau mengakui ketampanannya. "Tapi beneran, misal bisa, gue mau tukeran muka aja sama Dion. Meskipun dia nggak seganteng gue, tapi gue rela. Yang penting gue nggak mirip sama Ayah.        Karena ... hmh ... image Ayah di mata gue terlanjur jelek. Ayah terlanjur meninggalkan kesan negatif di benak gue, karena kelakuan kejamnya ke Ibu di masa lalu. Dan ... ditambah fakta bahwa Ayah bahkan lebih kejam sama lo, Tang."        Lintang tersenyum miris. "Nggak boleh gitu, Yan! Biar bagaimanapun, beliau adalah Ayah kita." Lintang menghela napas. Ia berusaha mencari topik lain untuk menyingkirkan atmosfir negatif yang mendominasi semenjak mereka membicarakan Ayah. "Jadi ... Dion mirip Ibu Hana ya?"        Kian mengangguk. "Dibanding sama Ayah, Dion jauh lebih mirip Ibu. Bedanya, Ibu cantik, Dion jelek."       Lintang menggeleng. Kira - kira sudah berapa kali Kian mengatakan bahwa Dion jelek?         "Kenapa? Nggak percaya kalo Dion jelek?" tanya Kian. "Sayang, gue nggak punya foto dia sama sekali di HP. Kapan - kapan kalo gue main ke sini lagi, gue bawain fotonya deh! Pasti lo kaget lihat mukanya yang mirip sama Nemo si Ikan."         "Nemo? Wah, imut dong!"        "Imut apanya? Bulet begitu!"        Lintang terkikik. "Ngomong - ngomong, sepertinya aku juga mirip ibuku."        Kian membenarkan. "Bisa jadi. Karena muka lo nggak ada mirip - miripnya sama Ayah, berarti lo mirip sama ibu lo."        "Haha. Iya."        Kian tertawa sendiri megingatnya. Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa mereka membicarakan itu semua setelah makan? Bagaimana mereka bisa akrab dengan begitu cepat? Padahal seharusnya kecanggungan di antara mereka berlangsung cukup lama.        Membicarakan Ayah dan Ibu, lalu membicarakan Ibunya Lintang. Seandainya kehidupan mereka berada dalam sinetron Indonesia, mereka pasti akan menjadi musuh bebuyutan seumur hidup. Tidak akan pernah akur. Untung ini adalah kehidupan nyata.         ~~~~~ TM : Roll Egg - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~        Sinar matahari masuk melalui celah korden yang terbuka, menghunus wajah Kian, membuatnya terbangun seketika. Rasanya baru saja ia tertidur. Tiba - tiba sudah pagi begini.        Sepi sekali. Ke mana perginya Lintang?       Kian melongok ke luar. Dilihatnya Lintang sedang bercengkerama dengan seorang ibu - ibu penjual sayur keliling. Wah, jangan bilang setiap hari Lintang selalu belanja sambil ngerumpi seperti itu!        Kian memutuskan untuk menunggu Lintang di dalam rumah. Tepatnya ia duduk di sofa ruang tamu.       "Lhoh, udah bangun? Aku pikir kamu hobi bangun siang. Dulu aku juga gitu soalnya." Lintang berjalan melewati Kian menuju dapur. Kian mengekor di belakangnya.       "Biasanya gue suka bangun siang tiap kali liburan, tapi karena lagi di rumah lo, gue jadi nggak enak," jujur Kian.       "Dibilangin jangan suka nggak enak sama aku! Nggak apa - apa bangun siang di sini. Tapi ya itu ... nggak boleh protes kalo sampai nggak kebagian sarapan," canda Lintang. Kian mencebik mendengarnya.        Lintang mengambil empat buah mangkuk kosong, menata semua dengan baik di atas meja makan. Ia kemudian mengeluargan isi tas kresek hitam yang sedari tadi ditentengnya. Rupanya tas kresek itu berisi empat bungkus bubur sum - sum kuah manis. Lintang menuangkan satu per satu bubur ke dalam mangkuk.       "Kamu doyan makan beginian, kan, Yan?" tanya Lintang.       Kian mengangguk sekilas. Dulu saat kecil, ia sering makan bubur seperti ini dengan Dion dan Ibu. Membuat Kian jadi sedikit terbawa perasaan.        Tapi yang membuat Kian bingung adalah ... kenapa bubur sum - sum ini ada empat porsi?       Kian mencoba menghitung. Satu porsi untuk Lintang, satu porsi untuk Kian, dan mungkin satu porsi lagi untuk Pak Joe saat ia datang nanti. Lalu satunya untuk siapa?        "Lintang, gue boleh ngomong sesuatu, nggak?" tanya Kian.        "Ngomong aja!"       "Gue boleh tinggal di sini, nggak?" satu baris pertanyaan yang sudah Kian pikirkan semalaman. Sebuah pikiran yang tadinya Kian sendiri tak habis pikir dibuatnya. Karena rasa nyaman yang ia peroleh dari seorang Lintang, Kian akhirnya memberanikan diri mengambil langkah seperti ini.      Ya ... di sini Kian akan memulai kehidupan baru. Meninggalkan manis - pahitnya kenangan di rumah lama. "Aku nggak salah denger kan, Yan?" Lintang memastikan.        "Apa gue boleh tinggal si sini?" Kian mengulang pertanyaannya, supaya Lintang yakin.       Seketika kedua mata Lintang berkaca - kaca. "T - tentu boleh, lah. Aku seneng banget karena kamu mau nemenin aku di sini."        "Makasih," jawab Kian tulus.       "Justru aku yang seharusnya bilang makasih." Lintang menoleh ke samping untuk menghapus air matanya. Ia memanglah seseorang yang sangat sensitif. Kadang ia benci dirinya yang melankolis seperti ini. "Yuk, kita mulai sarapan!" ajaknya.       Kian mengangguk, mengikuti Lintang duduk di salah satu kursi yang mengitari meja makan. Kian belum memberitahu Ayah tentang keputusan mendadaknya ini. Nanti sajalah. Kian malas.       Seseorang datang dan bergabung dengan mereka. Seseorang itu adalah Pak Joe. Tapi ... Pak Joe tidak sendirian. Ia datang bersama dengan ... seorang wanita, eh, laki-laki. Aduh, itu wanita atau laki - laki sebenarnya?       Ambigu sekali. Ia terlalu tinggi untuk disebut wanita, tapi secara fisik ia sangat cantik. Kulitnya putih bersih, dengan rambut lurus panjang sebahu.        "Ini adek lo, Tang?" tanyanya.       Oh, Kian sudah tahu sekarang. Orang ini laki - laki. Suaranya saja manly begitu. Dan Kian juga bisa melihat jakun besar di lehernya.       Dan Kian juga sudah mengerti alasan kenapa sarapan pagi ini ada empat porsi!       "Hu - um," gumam Lintang seraya menelan bubur di mulutnya. "Yan, ini Ichal, sahabat Mas. Chal, ini Kian, adek gue!"        Laki - laki cantik yang ternyata bernama Ichal itu mengulurkan jemari lentiknya pada Kian. Kian menyambut dengan antusias.       Kian terus - menerus memperhatikan Ichal. Oh, tidak! Kian tidak terpesona. Ia hanya merasa... seperti tidak asing dengan wajah Ichal. Kian seperti sudah pernah melihatnya. Tapi di mana?        ~~~~~ TM : Roll Egg - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~        Masya Allah Tabarakallah.        Halo semuanya. Ketemu lagi di cerita saya. Kali ini judulnya Murmuring. Mau tahu kenapa dikasih judul Murmuring? Ikutin terus ceritanya, ya.         Oh iya, selain cerita ini saya punya cerita lain -- yang semuanya sudah komplit -- di akun Dreame / Innovel saya ini.   Mereka adalah:          1. LUA Lounge [ Komplit ]                   2. Behind That Face [ Komplit ]              3. Nami And The Gangsters ( Sequel LUA Lounge ) [ Komplit ]              4. The Gone Twin [ Komplit ]         5. My Sick Partner [ Komplit ]        6. Tokyo Banana [ Komplit ]                7. Melahirkan Anak Setan [ Komplit ]         8. Youtuber Sekarat, Author Gila [ Komplit ]          9. Asmara Samara [ Komplit ]        10. Murmuring [ On - Going ]        11. Genderuwo Ganteng [ On - Going ]        12. Theatre Musical: Roll Egg [ On - Going ]        13. In Memoriam My Dear Husband [ On - Going ]        14. Billionaire Brothers Love Me [ On - Going ]         Jangan lupa pencet love tanda hati warna ungu.       Cukup 1 kali aja ya pencetnya.    Terima kasih. Selamat membaca.         -- T B C --          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD