02. Aneh

1035 Words
AUTHOR POV LELAKI yang terkena imbasnya adalah Alfano. Dirinya diharuskan bertanggung jawab atas perbuatan buruk yang dilakukan Alex sahabatnya. Nama panjangnya Alfano Gibadesta. Anak satu satunya dari keluarga Gibadesta. Ayahnya Devan Gibadesta adalah pemilik perusahaan ternama di indonesia. Memiliki wajah yang tampan sudah cukup membuat Fano mendapat gelar most wanted disekolahnya. Fano adalah lelaki yang tidak banyak bicara, malas untuk berbasa-basi, dan tentunya dia adalah manusia tercuek yang pernah ada. Fano adalah tipe manusia yang tidak mau mencampuri urusan orang. Mengetahui bahwa Fano menghamili seorang gadis culun yang tidak pernah dipedulikan sama sekali kehadirannya, membuat satu sekolah gempar. Tentunya mereka tidak percaya bahwa seorang Fano menghamili adik kelasnya sendiri. Ia sebenarnya cukup terkejut karna gadis itu menuduhnya. Bahkan ketika jari telunjuk gadis itu mengarah padanya, dirinya benar-benar tidak bereaksi sama sekali. Ia masih belum mengerti kenapa gadis itu menunjuknya. Kini Fano sudah berada tepat didepan ayahnya Devan untuk mengatakan yang tidak seharusnya ia katakan. Untuk mengelak saja lelaki itu tidak bisa, bukan karna takut melainkan hati Fano melarangnya untuk bilang bahwa dia bukan pelakunya. Jika telunjuk gadis itu mengarah pada Alex, entah masalah apa lagi yang akan di timbulkannya. Mungkin pertengkaran akan terjadi dan Alex akan mengelak seperti rencananya. "Ayah sudah mendengarnya dari pihak guru disekolahmu," ucap Devan. Fano hanya menampilkan wajah datarnya, menunggu kelanjutan dari ayahnya. "Nikahkan dia dan kamu tetap melanjutkan sekolahmu," ucap Devan sembari menyeruput kopinya. Fano terdiam lalu kembali menatap ayahnya, "Ayah nggak marah?" Tanya Fano. "Nasi sudah menjadi bubur. Lagi pula, berarti anak ayah tidak penyuka sesama jenis seperti kata orang." Senyum Fano mengembang saat itu juga. "Untuk apa Ayah percaya dengan omongan orang," ucap Fano menanggapi dengan wajah cuek. Devan tergelak, lalu ia mengembangkan senyumnya melihat anak satu satunya yang begitu jadi kebanggaannya. "Sebaiknya kamu istirahat. Besok kita selesaikan semuanya, tidak perlu khawatir," Tutur Devan. Fano mengangguk sebagai jawaban lalu ia keluar dari dalam ruangan pribadi ayahnya. Percayalah, Fano sudah menduga jawaban itu. Ayahnya adalah tipikal seorang bapak yang tidak akan mau memperpanjang suatu masalah. Fano melangkahkan kakinya menuju mobil. Saat didalam mobil, ia terdiam sejenak. Tak lama ia melajukan mobilnya dan menjauh dari kantor Devan.   ***   Asya terdiam dikamarnya sembari terus menangis. Ia tidak tahu harus apa sekarang, kepalanya pening, hatinya sakit, dan ia benci dengan semuanya. Tiba-tiba pintu terbuka lebar memperlihatkan adiknya yang terakhir baru berumur 6 tahun tengah menatapnya. "Kak, Ca!" panggilnya, Asya langsung mengusap air matanya dan tersenyum getir kearah Nina, adiknya. "Ada apa sayang?" Tanya Asya berusaha untuk terlihat biasa saja. "Kak Caca nangis ya," tuduhnya lalu melingkarkan kedua tangannya ke leher Asya, disitu Asya benar benar sesak luar biasa. Sekuat tenaga ia berusaha untuk menahan air matanya agar tidak terjatuh dan diketahui oleh adiknya. "Nina sayang, kak Caca nggak nangis kok. Mana? Air matanya aja nggak ada hehe," balas Asya. Nina malah mempererat pelukannya. "Tapi hati kak Caca yang nangis." Asya terdiam. Lalu merengkuh adik kecilnya dengan begitu erat. "Kak Caca jangan sedih. Nanti Nina ikut sedih," ujarnya lagi membuat Asya tak kuasa menahan air matanya. "maafin kak Caca ya, Nina, intinya kak Caca sayang banget sama Nina. Nina nggak boleh sedih Nina harus senang terus," ucap Asya. Dan yah, inilah yang membuatnya semakin tersakiti.   ***   Entah pikiran dari mana, Fano melajukan mobilnya sampai dirumah gadis itu. Gadis yang akan dinikahkannya. Dia mendapatkan alamat rumah gadis itu dari informasi teman sekelasnya. Fano terdiam didalam mobil cukup lama dan akhirnya memutuskan untuk keluar dan mengetuk pintu rumah gadis itu. Saat pintu terbuka, sudah ada ibu gadis itu. Melihat dirinya, refleks Ayria -Ibu Asya kembali berkalut. "Kamu?! Untuk apa kamu kemari?!" "Saya mau ketemu anak tante," jawab Fano tanpa ekspresi. "Berani-beraninya kamu-" "Bu! Udah, dia itu calon suaminya kak Syasya. Ibu sekali saja tidak emosi bisa? Mau berapa kali lagi buat kericuhan?!" Ucap Hiza yang adalah adik kedua syasya yang baru menginjak kelas 3 SMP. Ayria terdiam lalu memilih untuk pergi meninggalkan Hiza dan Fano. Kebetulan Ayahnya Sandi ada urusan dikantornya jadi tidak ada dirumah, mungkin kalau ada, Fano sudah habis babak belur kembali diterkam oleh ayahnya. "Hm, kakak mau ketemu kak Syasya?" tanya Hiza sopan. Fano mengangguk tanpa menjawab. "Ayo masuk. Ke atas aja, kamar kak syasya diatas," ujar Hiza, lalu Fano mengikuti langkah Hiza sampai di sebuah kamar. Lalu Hiza mengetuk pintunya. "Kak Sya, Hiza boleh masuk?" Tanya Hiza sopan. Dan tak lama terdengar suara. "Iya Za, masuk aja," sahut Asya dari dalam. "Bentar ya kak. Aku bilang dulu ke kak Syasyanya," ucap Hiza lalu diangguki Fano sebagai jawaban. Jadi namanya Syasya. Batin Fano. Saat didalam, Hiza memberitahu bahwa lelaki yang dituduhnya datang membuat Asya terkejut luar biasa. "Kamu serius, Za? Dia didepan kamar sekarang?" Tanya Asya panik, Hiza mengangguk. "Kayaknya ada yang mau diomongin," tutur Hiza. Lalu Asya menggeleng cepat. "Bilang kakak sakit dan nggak mau diganggu,” Finalnya, membuat Hiza kesal. "Kak, temuin dulu aja. Mungkin penting, kakak nggak boleh bohong,” ujar Hiza menasehati. "Kamu nggak ngerti, Za, kakak belum bisa ketemu sama dia," balas Asya. Lalu Hiza mendengus pasrah. "Yaudah, kalo gitu Hiza usir cowok itu," ucap Hiza tanpa ekspresi lalu keluar dari kamarnya. Sedangkan Asya sekarang bingung harus apa, sempat mondar-mandir beberapa kali akhirnya ia memutuskan untuk keluar. Diluar kamarnya tidak ditemukan satu orang pun, lalu Asya berlari keluar rumah dan mendapati Fano yang hendak masuk ke dalam mobilnya. "Hey!" Panggil Asya memberanikan diri. Seketika Fano menoleh. Dan inilah tatapan pertama kali yang membuat jantung Asya bergemuruh. "Siapapun kamu. Aku minta maaf, aku benar-benar minta maaf," ucap Asya seraya menundukkan kepalanya. Sedangkan Fano masih terdiam meresapi ucapan gadis tersebut, dan tak lama ia melangkahkan kakinya kembali menuju Asya. Refleks Asya mendongak dan tatapan kami bertemu. Asya si gadis bodoh tengah menatap mata kelam lelaki didepannya yang begitu tenang tanpa ada kegugupan sedikit pun, tidak seperti dirinya saat ini. "Fano," Singkatnya. Asya menahan nafasnya mendengar suara berat lelaki bernama Fano yang berada tepat di depannya ini. "Besok gue kesini lagi. Gue pulang," pamitnya lalu berjalan menuju mobil dan segera masuk. Sepeninggalan Fano, Asya masih terdiam didepan rumahnya. Betapa menyedihkannya lelaki itu. Namanya Fano. Asya harus mengingatnya, dan pertanyaan yang terus memutar kepalanya adalah... Kenapa dia nggak mengelak? Kenapa dia menerimanya? Dan kenapa dia tidak bertindak ketika masalah yang diperbuat temannya ditorehkan semua untuknya. Dan kenapa dia tidak marah padaku?  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD