Six

1240 Words
Auryn berjalan menyusuri lorong rumah sakit untuk mengambil tasnya di ruang locker, jam kerjanya sudah selesai hari ini, ia agak terlambat pulang hari ini karena IGD sedang banyak pasien yang tidak bisa ditinggalkan. Setelah meletakkan snelli dan stetoskopnya di lockernya ia keluar dan akan pulang menuju area parkir.            Auryn melihat dua orang sedang bertengkar di area parkir, sebenarnya ia tidak perduli namun melihat siapa yang bertengkar membuatnya menghentikan langkahnya. Ia melihat Ryu bertengkar dengan gadis yang ia lihat kemarin di gathering.      "Kamu jahat ya Ryu." "Kenapa kamu marah, kamu kan sudah tahu konsekuensi pacaran sama aku, tidak akan tahan lama."  "Apa yang kurang dari aku, aku cantik, seksi juga kaya. Apalagi yang kamu cari?" "Rasa nyaman, jika aku sudah tidak merasa nyaman lagi pacaran sama kamu, buat apa dilanjutkan."  "Dasar playboy, kamu memang tidak akan berubah sampai kapan pun. Aku bersumpah kamu akan mengalami sakit hati lebih dari yang aku rasakan." "Tidak akan." "Orang seperti kamu tidak akan pernah bisa stay di satu hati, aku kasihan sama papa kamu, yang tidak akan mendapatkan seorang menantu dari kamu, anak yang dibangga banggakan tidak akan memberinya keturunan karena lebih suka berpetualang dari pada menikah." Ryu menatap tajam gadis didepannya yang bermulut pedas itu.      "Kamu salah, aku sudah menemukan gadis itu, gadis yang akan menikah denganku." "Hahaha....kamu? Akan menikah, dunia tidak akan percaya Ryu." "aku akan menikah dengannya." tunjuk Ryu pada Auryn yang memang sedang berjalan menuju mobilnya.      "Apa?"  Auryn yang memang tak ingin mendengar pertengkaran Ryu dengan pacarnya dan melangkah melewati Ryu menghentikan langkahnya. Ia menatap tak percaya pada Ryu yang memandangnya dengan tatapan yang tak dapat ia artikan.   "Kamu pasti bercanda." "Tentu saja tidak." Ryu menarik tangan Auryn dan menggenggamnya erat, Auryn mencoba melepaskan tangannya namun tak dibiarkan oleh Ryu.   "So, get out of here." Gadis itu menatap tajam penuh amarah pada Ryu dan Auryn, kemudian melangkah meninggalkan area parkir.          Auryn menghempaskan tangan Ryu yang menggenggam tangannya dan menatap Ryu.   "apa apaan ini!! kenapa dokter Ryu mengatakan itu." "Sorry, aku hanya mengatakan itu agar dia segera pergi dari sini."  "Tapi nggak usah bilang kita akan menikah juga, bagaimana jika ada yang mendengar." "Tidak ada yang mendengar dokter Auryn, kamu boleh pulang." Ryu melangkah masuk ke dalam rumah sakit lewat pintu samping.       Auryn mendengus kesal, kenapa dia lewat tepat saat Ryu sedang bertengkar dengan pacarnya, bukan orang lain, bahkan Ryu mengatakan hal yang tidak masuk akal. Ia melanjutkan langkahnya menuju mobilnya dan pulang.    Oooo----oooO Auryn berjalan memasuki lobby namun ia merasa beberapa perawat dan pegawai rumah sakit melihatnya dengan tatapan aneh. Bahkan ada yang berbisik saat ia lewat. "Pada kenapa sih nih orang orang." gumam Auryn.     Ia memasuki ruang locker dan meletakkan tasnya, kemudian memakai snelli dan stetoskopnya, kemudian melangkah menuju IGD.   "Selamat pagi suster."  "Pagi dokter Auryn, selamat ya dokter Auryn."  "Selamat? Selamat untuk apa? Ulang tahun saya masih bulan depan sus." "Ah dokter Auryn bisa aja. Ternyata diam diam dokter Auryn ada hubungan dengan dokter Ryu dan akan menikah." "Apa!!!???" pekik Auryn terkejut dengan ucapan perawat di depannya, ia ingat ucapan Ryu semalam pada mantan pacarnya. Dan kini perawat dihadapannya malah mengucapkan selamat padanya.   "Suster salah faham, maksud dokter Ryu bukan itu tapi...."  "Dokter Auryn.." Seorang pegawai rumah sakit memanggil Auryn.   "Iya kenapa mbak?" "Dokter Auryn dipanggil ke ruangan dokter Nagata." "Hah....? Serius?" "Iya dok." "Baiklah, terima kasih." jantung Auryn berdetak kencang, hatinya bertanya tanya kenapa pemilik rumah sakit ingin bertemu dengan? Apakah ia melakukan kesalahan.     "tuh dok dipanggil calon mertua." "Ish suster apaan sih, ya sudah saya ke ruangan dokter Nagata dulu." Auryn melangkah menuju lift untuk naik ke ruangan dokter Nagata, dalam lift fikirannya berkecamuk, perasaannya tidak enak akan apa yang bakal terjadi nanti.     Ia keluar dari lift di lantai 3 dan berjalan ke ruangan dokter Nagata di ujung, ia masih berdiri diam di depan pintu tanpa mengetuk. Ia masih takut akan apa yang terjadi saat ia melangkah masuk. Ia menghema nafas untuk menenangkan perasaannya. Ia pun mengetuk pintu beberapa kali, ia memutar handle pintu saat suara di dalam mempersilahkan dirinya masuk. Ia kemudian membuka pintu dan berjalan masuk, tak lupa ia tutup pintunya, ia terkesiap saat melihat sudah ada Ryu duduk di sofa bersama dokter Nagata.    "dokter Auryn, silahkan duduk," pinta dokter Nagata pada Auryn.   Auryn tersenyum dengan terpaksa mendekati sofa dan duduk di sofa yang berhadapan dengan dokter Nagata.   "Apa ada yang ingin dokter Nagata bicarakan dengan saya?" tanya Auryn hati hati.   "Sebenarnya aku ingin bicara dengan kalian berdua, aku dengan kabar kalau kalian ada hubungan dan akan menikah, benar?"  Auryn menatap Ryu, juga sebaliknya Ryu menatap Auryn. Ryu tidak menyangka ucapannya untuk mengusir Rara dari kehidupannya malah menjadi Boomerang baginya dan ucapannya itu sudah sampai ke telinga papanya.  "Ryu bisa menjelaskannya pa." "Papa tidak butuh penjelasan Ryu, tapi papa senang kamu sudah memutuskan untuk stay pada satu hati, hati dokter Auryn." ucap dokter Nagata dengan wajah berbinar bahagia, sudah lama sekali Ryu tak melihat binar itu di wajah papanya, semenjak mamanya meninggal binar itu ikut hilang bersama kepergian mamanya.   "tapi dokter Nagata, sebenarnya itu...." Auryn menghentikan ucapannya saat kaki Ryu menginjak kakinya, ia merasa Ryu mencegahnya berbicara. "Nanti kita bicara lagi ya pa, aku mau bicara sama Auryn sebentar." Ryu berdiri dan menarik tangan Auryn keluar dari ruangan papanya. Ia membawa Auryn menuju ruangannya yang berada di sebelah ruangan papanya, kemudian mengunci pintunya. "lepaskan..." Auryn menghempaskan tangan Ryu.   "Kenapa dokter Ryu mencegah saya mengatakan yang sebenarnya pada dokter Nagata?" tanya Auryn.   Ryu berjalan menuju meja kerjanya dan duduk di kursi kebesarannya, ia menatap intens pada Auryn.   "Duduk." "Tapi...." "Duduk..!" Auryn mendengus kesal dan berjalan menuju kursi yang berhadapan dengan Ryu, ia lihat Ryu sedang memikirkan sesuatu.  "3 bulan...."  "Apa??!!"  "Kita pura pura ada hubungan selama 3 bulan dihadapan papaku." "Enggak...saya nggak mau." "Please...." Auryn menatap Ryu tak percaya, pria player di depannya memohon padanya untuk pura pura jadi kekasihnya selama 3 bulan.   "Kenapa harus saya? Cari saja dokter lain disini untuk jadi kekasih pura pura dokter Ryu. Saya tidak mau" jawab Auryn tegas. "Kamu tahu, kabar kalau kita akan menikah sudah menyebar ke seluruh penjuru rumah sakit, kamu tahu kan berapa banyak karyawan disini, ribuan, apa kau akan menjelaskan pada mereka satu persatu? Lebih baik kita lanjutkan saja sandiwara ini." "Kenapa jadi seperti ini sih, kenapa sih kemarin dokter bilang seperti itu, bikin masalah aja" gerutu Auryn, ia hempaskan punggungnya di kursi, ia bingung bagaimana menyikapi hal ini. Apalagi saat didepan dokter Nagata Ryu memanggil namanya sok akrab dan seperti benar benar mereka ada hubungan.  Auryn tidak memikirkan pendapat pegawai lain tapi apa yang di fikirkan oleh Vania dan Zelina, apalagi Vania sangat berharap bisa dekat dengan Ryu. Tapi ia akan bersikeras tidak mau menjadi pacar pura pura Ryu. "Kamu tahu, baru kali ini aku melihat wajah papa berbinar bahagia seperti tadi, sudah sangat lama aku tidak melihatnya. Hanya mendengar kabar aku akan menikah denganmu saja wajahnya sudah bahagia dan aku tidak ingin itu hilang dari wajahnya."  Auryn menatap Ryu, ia lihat Ryu menerawang. baru kali ini melihat sisi lain pria playboy di depannya. Terlihat sekali jika pria itu sangat menyayangi papanya, ia dengar dokter Nagata pria yang setia, sejak istrinya meninggal 10 tahun lalu ia tak pernah dekat dengan wanita manapun, namun kenapa berbanding terbalik dengan Ryu yang terkenal playboy.    Auryn beranjak dari duduknya dan akan keluar namun baru beberapa meter tangannya ditahan oleh Ryu.   "Tunggu...jadi apa keputusan kamu?".  "pokoknya saya nggak mau." jawab Auryn mendorong tubuh Ryu namun Ryu malah menarik tubuh Auryn hingga tubuhnya membentur tubuh Ryu, Ryu memeluk pinggang Auryn membuat Auryn terkejut. ia meronta melepaskan diri dari pelukan Ryu. "Dokter Ryu...lepaskan." pekik Auryn. "Tidak sebelum kamu setuju." "Saya nggak mau!" "Kamu setuju atau aku akan...." Ryu mendekatkan wajahnya pada Auryn. "Dokter Ryu mau apa?" Tak menjawab ucapan Auryn namun Ryu tetap menatap Auryn dan mendekatkan wajahnya pada Auryn, Auryn mencoba mendorong d**a Ryu untuk mencegah apa yang akan dilakukan Ryu. Lynagabrielangga
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD