Four

1245 Words
"Gimana kak, ada?" tanya Ardan pada Auryn.   Auryn masih mengobrak abrik kamarnya mencari ponselnya dengan coba menghubunginya dengan ponsel Ardan namun ia tak mendengar suara dering ponselnya.    "Nggak ada Ar, hilang dimana ya?" jawab Auryn bingung.    "Aku bantu cariin ya?" "Kamu nggak kuliah?" "Iya, tapi aku kuliah siang." "Ya udah, bantuin gih," ucap Auryn kembali mencari ponselnya namun ia kemudian terdiam sejenak, ia teringat sesuatu.     "Ya Tuhan, apa tertinggal disana?" gumam Auryn kemudian.    "Nih Ar," Auryn menyerahkan ponsel Ardan. "Sudah ketemu?" tanya Ardan.     "Belum, aku rasa tertinggal di lockerku," kilah Auryn.    "Oh ya udah, aku ke kamarku ya kak," pamit Ardan.    "Oke.*  Sepeninggal Ardan, Auryn terduduk di ranjangnya, ia berfikir apakah ia harus kembali ke apartemen Ryu untuk mengambil ponselnya tapi ia merasa ragu, tapi ia juga membutuhkan ponselnya itu. Ia akhirnya memutuskan sesuatu, hari ini ia tugas malam jadi ada waktu untuk mengambil ponselnya siang ini. Ia pun berdiri dan melangkah ke lemari dan berganti dari pakaian rumah dengan pakaian semi formal, celana panjang warna pink juga kemeja dengan warna yang sama, ia padukan dengan sling bag dan flatshoes.    Ia turun dari kamarnya bertepatan dengan Ardan yang akan berangkat kuliah.    "Mau kemana kak?" tanya Ardan.    "Ada urusan sebentar," jawab Auryn singkat.   Mereka keluar bersamaan walau saat keluar gerbang rumah, mobil Auryn ke kiri sedangkan mobil Ardan ke kanan.    Auryn mengemudi dengan berfikir apa yang harus ia katakan pada Ryu, apakah bilang jatuh atau tertinggal, namun ia juga ragu apakah benar tertinggal di apartemen Ryu atau di tempat lain, bagaimana jika tidak ada di apartemen Ryu, kemana ia mencarinya.    Ia sudah berada di depan pintu apartemen Ryu namun hampir 10 menit ia belum menekan bel pintu. Beberapa orang penghuni apartemen menatap heran pada Auryn. Ia memberanikan diri menekan bel pintu apartemen Ryu, beberapa lama kemudian ia mendengar handle pintu diputar dan terbuka.   Auryn melihat Ryu dihadapannya dengan wajah basah yang membuat Ryu nampak cool, Ryu hanya memakai kaos dalam membuat Auryn memalingkan mukanya.    "Kamu...?" "Saya mau ambil ponsel saya yang tertinggal disini," ucap Auryn masih memalingkan mukanya. "Masuk..." Ryu berjalan masuk diikuti Auryn yang kikuk karena melihat Ryu hanya memakai celana boxer dan kaos dalam. Ryu masuk dalam kamar sedangkan Auryn hanya diam berdiri di Tengah ruang tamu. Tak lama Ryu kembali membawa ponsel Auryn di tangannya, wajah Auryn berbinar saat mengetahui ponselnya benar benar tertinggal di apartemen Ryu.    "kenapa berdiri saja disitu, duduk," perintah Ryu. "Saya buru buru dok, ada urusan," Auryn membuat alasan agar bisa segera pergi dari apartemen Ryu, ia tidak ingin berlama lama ada disini. Auryn melihat Ryu masuk ke ruangan  lain, dan tak lama keluar dan duduk di sofa, sedangkan Auryn masih berdiri di tempatnya. Dengan terpaksa Auryn duduk dihadapan Ryu yang ia lihat sudah lebih baik keadaannya dari pada kemarin.   "Terima kasih sudah menolong saya kemarin." "Sama sama, mmmm....boleh saya minta ponsel saya?"  Ryu menyerahkan ponsel Auryn, Auryn berniat berdiri dan akan pulang namun seorang wanita paruh baya keluar dari ruangan yang tadi di masuki oleh Ryu membawa nampan berisi minuman dan snack dan meletakkannya di meja dihadapan Auryn dan Ryu.    "Ini minumannya tuan." "Terima kasih bik, apa kamu mau pulang? bibik sudah menyiapkan minuman untukmu paling tidak minum dulu," ucap Ryu menatap Auryn tajam membuat Auryn mengurungkan niatnya untuk berdiri dan kembali duduk. Ia mengambil secangkir teh dengan kikuk karena ia merasa Ryu masih menatapnya.    Auryn menyesap teh beberapa teguk kemudian meletakkannya kembali, ia sudah sangat tidak nyaman berada di apartemen Ryu ini karen tujuannya hanya mengambil ponselnya, suasana sunyi karena Ryu dan Auryn hanyut dalam fikiran masing masing. Suara pintu yang tertutup membuat keduanya menoleh kearah pintu apartemen.    "Hai sayang," seorang gadis berjalan mendekati Ryu dan mengecup bibir Ryu singkat, membuat Auryn terbelalak dan memalingkan mukanya.   Gadis itu kemudian duduk di samping Ryu dan bergelayut manja.   "Are you okay, mana yang terluka sayang?" tanya gadis itu.   "I'm okay, hanya lenganku sobek karena pisau," jawab Ryu, ia lingkarkan tangan kirinya ke bahu gadis itu.   Gadis itu menatap Auryn sinis.   "Siapa gadis itu? Kenapa dia ada disini?"  "Dia yang menolong aku sayang, dia datang kesini karena ponselnya tertinggal saat mengantar aku kemarin." "Oh ya? Atau jangan jangan dia sengaja meninggalkan ponselnya biar bisa ketemu kamu lagi sayang, siapa yang nggak kenal kamu Dokter Ryu Alrico Reynand, putra bungsu pemilik rumah sakit health and health yang pasti akan menjadi pewaris satu satunya." Auryn menatap tak percaya dengan tuduhan gadis yang pasti adalah kekasih Ryu itu.    "Sudah bicaranya? Jangan samakan fikiran semua orang dengan anda nona, saya tidak sepicik itu. Jika memang itu tujuan anda jangan menuduh orang lain seperti itu. Saya permisi, saya tidak ingin membuang waktu saya mendengarkan omong kosong anda," Auryn berdiri dan tanpa menoleh lagi ia keluar dari apartemen Ryu.    Ia sangat tersinggung dengan ucapan gadis itu, jika ia tidak butuh nomor yang ada di ponselnya ia tidak akan repot repot datang mengambil ponselnya.    ~~~ ~~~ "Kenapa kamu bicara seperti itu padanya? dia pasti tersinggung." "Sudahlah sayang, lupakan dia. Bagaimana kalau kita hang out malam ini?" "Aku tidak bisa Ra, tanganku masih sakit, bukannya kamu ada pemotretan di luar kota, kenapa sudah ada disini?" "Tentu saja aku ingin menjagamu Ryu, menjaga dari gadis seperti dia." "you know its useless Ra, kamu tahu kan kalau aku berpacaran tidak akan lebih dari satu bulan. Its a must." "Ayolah Ryu, kenapa kamu tidak bisa stay with a heart, and its me, usia kamu juga suda matang, bagaimana kalau kita menikah?" "Married? No..." "Kenapa tidak?" "Aku belum ingin menikah."  Gadis bernama Rara itu menatap Ryu yang duduk disampingnya.    "Apa sebenarnya yang kamu cari Ryu, apa kamu akan seperti ini seumur hidup kamu?" "Maybe...."  "Apa yang kurang dariku, aku cantik, seksi." "Semua mantan pacarku juga cantik dan seksi." "Unbelievable..." ucap Rara.    "Sudahlah, kamu pulang saja, aku paling malas membahas ini," jawab Ryu berdiri dan meninggalkan Rara yang masih duduk di sofa.   Ryu masuk dalam kamar apartemennya dan membaringkan tubuhnya di ranjang, ia memang tidak pernah pacaran lebih dari sebulan, ia akan memutuskan hubungan saat ia merasa sudah tidak menarik lagi. Ia dapat dengan mudah memacari siapapun itu, ia berinvestasi di sebuah production house sehingga lingkup pergaulannya adalah model dan artis, tak sulit baginya mendapatkan salah satu dari mereka sebagai pacar dan saat ia merasa sudah tidak menarik lagi tentu akan ia akhiri hubungan dengan mereka, dan itu sudah berjalan bertahun tahun dan ia belum berhenti sampai sekarang. Dan entah kapan ia akan berhenti. Ryu memejamkan matanya dan tidur, ia butuh istirahat beberapa hari hingga lukanya sembuh. Oooo----oooO "eh dokter Ryu kemana ya? Beberapa hari ini poly jantung di pegang dokter Ana dan dokter Dani" tanya Vania pada Zelina.   "entah, cuti kali," jawab Zelina.   Auryn yang sedang makan siang bersama Vania dan Zelina hanya melirik sahabatnya itu bergantian.   "Ryn....kamu tahu nggak?" "Hh....enggak, aku nggak tahu," jawab Auryn kikuk. "Yaaa....beberapa hari nggak ketemu dokter Ryu, aku jadi kangen," ucap Vania yang membuat Auryn tergelak.      "Kenapa kamu ketawa sih Ryn?" Vania cemberut karena ditertawakan oleh Auryn.    "Habis kamu lucu, emang kamu pacarnya dokter Ryu pakai kangen kangen segala." "Ngarepnya sih gitu," jawab Vania sambil terkekeh.   "Kamu masih ingin jadi pacarnya dokter Ryu walau kamu tahu dia player?" tanya Auryn menatap Vania.   "Aku kan sudah pernah bilang kalau nanti benar dokter Ryu mau pacaran sama aku, akan aku pertahankan."  "Terserah kamu lah, percuma menasehati orang yang sudah terobsesi."  "Jangan gitu dong Ryn, nanti kalau aku jadi nyonya Ryu Alrico Reynand, kan kamu juga ikut seneng." "Ngimpi jangan ketinggian Van," pungkas Zelina. "Tuh dengerin," ucap Auryn.   "Enak kamu Zel ngomong gitu, udah punya gebetan sih." Auryn mengalihkan pandangannya dari Vania pada Zelina, ia menatap menyelidik.   "Vania tau kamu punya gebetan dan aku nggak kamu kasih tau?" ucap Auryn cemberut. "Yaelah Ryn, aku juga baru kasih tau Vania kemarin kok saat kita tugas bareng, kita nggak ketemu kamu beberapa hari kan?" "iya iya, bercanda kali, udah ah yuk kita balik, jam maka siang sudah selesai." Lynagabrielangga
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD