02. Melihat Kematian

2148 Words
Sesaat Cakra mengingat bahwa selama ini ia tidak pernah melakukan hal-hal yang buruk. Kenyataannya, asisten pribadi merangkap samsak seperti Dito, Jonny, Adit, Beni, Farid, Dariel, Victor, dan Tommy adalah teman-teman Cakra bahkan bisa dibilang mereka bersahabat.  Itu hanyalah istilah mereka memanggil diri mereka sebagai asisten pribadi Cakra, karena itu merupakan bentuk terima kasih mereka kepada orang tua Cakra yang telah membuatkan sekolah untuk anak-anak dari keluarga tak mampu seperti mereka.  Istilah samsak pun karena mereka selalu yang sering kena pukul saat berlatih seni beladiri bersama. Mereka rela melakukan apapun demi Cakra karena mereka begitu menghormati Cakra bahkan mencintainya.  Mereka tak segan membersihkan sepatu Cakra padahal sudah sering dilarang oleh Cakra, namun bukannya menurut mereka malah mengancam akan menjauhi Cakra jika tak Cakra tak menuruti kehendak mereka. Yang ia lakukan terhadap guru-guru, pengawai sekolah milik orang-tuanya, serta orang yang lebih tua lainnya seperti Pak Andi bukanlah hal yang keterlaluan menurutnya, justru itu salah satu bentuk rasa sayang Cakra kepada Pak Andi dengan menjahilinya tepat di hari ulang tahun kepala sekolah tersebut.  Cakra dan teman-temannya memang ingin menjahili Pak Andi, setelah itu mereka akan memberikan hadiah dan kejutan yang sangat diinginkan Pak Andi. Walau kesenjangan usia mereka cukup tinggi dengan Cakra, namun sikap Cakra yang dapat berbaur, rendah hati, dan juga humoris dapat mematahkan perbedaan usia mereka.  Walau Cakra sejatinya adalah atasan mereka yang bekerja di sekolahnya, ia tak pernah sekalipun menganggap mereka sebagai pekerja. Ia menganggap mereka layaknya keluarga yang bertujuan untuk menciptakan suasana yang nyaman dalam lingkungan sekolah.  Karena alasan itu pula, seluruh guru tak pernah segan terhadap Cakra dan juga menyayanginya.  Pada saat jam pelajaran berlangsung, mereka akan bersikap seperti guru Cakra, namun setelah jam pelajaran usia, mereka bersikap layaknya sahabat bagi Cakra. Masalah percintaannya dengan banyak gadis tak sepicik itu.  Cakra sebenarnya tak mempunyai perasaan yang besar terhadap mereka, namun karena tidak ingin melukai perasaan seluruh gadis yang menyatakan cinta padanya, dengan bijaksana ia menerima hati mereka. Namun, ternyata seluruh gadis itu tidak sepenuhnya mencintai Cakra, mereka menginginkan Cakra seutuhnya.  Bahkan, mereka tanpa segan rela melakukan apa saja termasuk memberikan kesucian mereka kepada Cakra.  Cakra yang sangat menghormati perempuan, langsung memutuskan hubungannya dengan semua gadis yang dengan sengaja menyentuhnya. Ia sendiri tak habis pikir, mengapa justru gadis-gadis itu yang bersikap agresif kepadanya?  Padahal, ia sebisa mungkin menahan godaan untuk tak menyentuh mereka, bahkan bergandengan tangan sekalipun. Alasan seluruh gadis bertindak jauh karena selain dapat mengikat Cakra, mereka juga berpendapat bahwa dengan begitu seperkian persen saham Monument Group, salah satu perusahaan multi usaha tebesar di Indonesia bahkan dunia milik Adipramana ayah Cakra, dapat menjadi milik mereka. Pertikaian dengan sekolah lainpun adalah atas dasar solidatiras.  Demi menjaga kehormatan sekolah beserta teman-teman di dalamnya, Cakra sering menghajar terlebih dahulu siswa dari sekolah lain yang mencari gara-ara kepada teman sekolahnya, jadi tidak heran jika ada temannya yang diperlakukan dengan tidak baik oleh salah satu murid sekolah tetangga, maka siswa dari sekolah yang sudah menyakiti temannya itu akan dibeli pelajaran juga oleh Cakra. Sehingga perkelahian antar sekolah tidak dapat terhindarkan. Dan, soal Tommy itu hanyalah kenakalan remaja lainnya yang ia lakukan dengan teman-temannya.  Prank!  Begitulah istilahnya.  Saat itu memang sedang digandrungi oleh remaja seusianya, sehingga mereka ingin melakukannya dan terpilihlah Tommy yang menjadi pelaku pengutilan tersebut.  Kronologinya, disaat Cakra memberi tahu pejaga ataupun pemilik toko yang berhasil menjadi korban pencurian Tommy, mereka pun langsung memberi tahu bahwa itu adalah sebuah prank. Bahkan, penjaga atau pemilik toko akan mendapatkan hadiah lebih dari Cakra. Disaat pemilik toko ataupun penjaga merelakan barang yang dicuri Tommy untuk ia konsumsi.  Karena konsep prank yang dilakukan oleh Cakra tersebut adalah, Tommy akan menyamar menjadi tunawisma dan mencuri makanan berupa roti atau apapun itu untuk mengisi perut. Karena. Tommy si tunawisma belum makan selama lima hari. Jika Tommy akan dilaporkan, maka mereka akan membongkar bahwa yang Tommy lakukan adalah prank. Dan, pihak toko akan mendapatkan hadiah.  Namun, apabila Tommy direlakan maka pemilik atau penjaga toko akan mendapatkan hadiah lebih. Bahkan sang penjaga toko ataupun pemilik toko boleh meminta hadiah khusus dari Cakra. Korban tokonya pun yang mereka pilih adalah toko-toko sepi pengunjung. Karena selain untuk membuat konten, Cakra juga berniat membantu perekonomian sekitar. Cakra mengembangkan senyumannya saat menyadari bahwa dirinya tidak seburuk itu.  Namun, senyumannya seketika hilang ketika bayangan hitam itu semakin terlihat jelas. Kini, bayangan itu sudah tak menopang sabit. Melaikan, mengayunkannya seperti jagal yang sedang bersedia. Padahal, Cakra sempat yakin bahwa malaikat yang akan membawanya ke surga, akan berpenampilan seperti malaikat-malaikat yang sering ia lihat di karya seni. Nampaknya nalurinya salah, ia mengingat kembali apakah ada alasan lain sehingga ia harus menjalani kematiannya di neraka.  Tiba-tiba kejadian beberapa menit lalu, yang mengakibatkan ini semua terjadi! Yang mengakibatkan teman-temannya juga mungkin akan menemuinya di kematian! Yang membuat mereka terombang-ambing di dalam laut, terhempaskan oleh gelombang besar, menghantam ingatan Cakra.  Ia paham ternyata ia memang buruk, sikap sombonglah yang mengantarkannya ke neraka!  Sikap angkuhlah yang mengakibatkan teman-temannya mengalami kejadian nahas! Serta ide konyol yang ia tawarkanlah, yang kini membuat dirinya terpaksa menelan banyak air asinnya laut. Ia menyesal telah mengajak teman-temannya untuk mencemooh dan menantang penguasa laut selatan. Kanjeng Ratu Kidul “Lo percaya gak kalo Nyi Roro kidul itu beneran ada?” tanya Cakra kepada Tommy, Dito, Beni dan Victor saat mereka sedang duduk santai di atas bangku malas depan kamar termewah Queen of The South Resort Yogyakarta.  Kamar itu menghadap langsung ke kolam renang yang dilengkapi dengan 3 bangku malas, yang semuanya terduduki oleh mereka. Bangku paling besar dapat menampung hingga lima orang, membentuk bulan sabit dengan busa empuk berwana biru tua di atasnya yang diduki oleh Victor, Dito, Tommy dan Beni.  Sedangkan, yang berukuran sedang layaknya kursi malas yang sering dijumpai di kolam renang pada umumnya dengan busa empuk berwarna senada di atasnya diduki oleh Cakra sambil memainkan gitar. Dan yang kecil, bentuknya bundar tanpa busa.  Hanya terdapat asbak dengan puluhan putung rokok, yang berceceran hingga beberapa jatuh mengotori sofa tersebut. Beberapa putung rokok juga terlihat di atas lantai, tak jauh dari sofat bundar itu berdiri, bahkan beberapa tersembunyi di bawah rongga antara lantai dan sofa bundar itu. Mereka sudah berada di sana sejak matahari menenggelamkan dirinya di ufuk barat Pantai Parangtritis. Karena, memang kamar dan kolam renang itu langsung menghadap Pantai Parangtritis dari ketinggian. Mereka mendapatkan titik terbaik untuk menikmati matahari terbenam!  Walau matahari telah hilang tiga jam lalu serta mengubah langit menjadi kelabu, belum ada niatan dari mereka untuk beranjak dari sana. Mereka ingin momen kebersamaan mereka tidak terbuang sedetikpun. Karena malam ini merupakan hari terakhir bagi mereka di Jogja. Dalam rangka farewell trip sebelum akhirnya Cakra harus terbang ke Negri Paman Sam, untuk melanjutkan pendidikannya dan mendapatkan gelar Bachelor of Science in Electrical Science and Engineering. Karena ia bercita-cita menjadi penemu teknologi.  Sedari kecil ia sudah jatuh cinta dengan fisika, ia selalu dihantui rasa penasaran dengan cara kerja perangkat elektronik yang ada di sekitarnya. Maka dari itu, tidak heran ia namanya selalu menjadi peserta olimpiade fisika. Sampai-sampai kerap kali meraih medali emas. Dan juga, sering kali elektronik di rumah menjadi korban eksperimennya. Mereka sebisa mungkin menikmati hari-hari terakhir, karena mungkin mereka tidak akan pernah bertemu lagi untuk waktu yang lama. “Gila lo! Kita lagi di parangtritis b**o!” tegur Beni merinding. “Hahaha... cemen lo! Eh ke bawah yuk! Gue mo nantangin Nyi Roro Kidul nih!” Cakra bergerak semangat, gitar yang sedari tadi menopang lengannya ia baringkan di kursi malas tempatnya duduk. Ia beranjak dan berlari ke dalam kamar yang terletak di belakang tempat mereka nongkrong. “Lo mo ngapaen?” tanya Beni pandangannya mengikuti Cakra yang sudah berada di dalam kamar. Tak lama, Cakra keluar dengan memakai kaos berwarna hijau terang. “Tereeeng....” pamernya bangga, ia mendapatkan reaksi yang diinginkan dari teman-temannya.  Semuanya bergidik ngeri. “Nggak... nggak ikut-ikutan dah gua!” layaknya peserta uji nyali, Beni melambaikan tangannya. Mereka tahu sifat anak satu ini. Ia penakut. Pernah ia jatuh pingsan saat Cakra menjahilinya berpura-pura menjadi kuntilanak. “Hahaha... badan doang gede, nyali kecil!” cemooh Dito sambil menoyor Beni yang sedari dari duduk samping kirinya paling pojok, tangannya sempat terbang depan wajah Tommy. “Tau lu! Cemen ah... yuk gas...!” ikut Victor beranjak dan menghampiri Beni yang duduk hampir berhadapan dengannya. “Bantuin gue tarik dia!” ajak Cakra semangat.  Dan kini, mereka berlima menelusuri anak tangga yang membawa mereka menuju tepian pantai. “Woooy Nyi Roro Kidul... sini lo keluar!” teriak Cakra begitu kakinya menyentuh ombak. “Gila lu! Kra! Beneran dateng tau rasa lu!” tak henti-hentinya Beni menegur Cakra agar bersikap sopan yang diikuti gelak tawa oleh semua temannya.  Hingga akhirnya dari belakang Victor, Dito dan Tommy mengangkat tubuh Beni. Cakra yang melihat langsung tangkas membantu mereka, dan mereka kini tengah mengayunkan Beni kemudian melemparnya ke pinggir pantai hingga ia tersiram ombak. Kemudian, mereka menyaksikan Beni tertelan ombak dengan penuh tawa. Beni langsung berdiri dan mengejar mereka, hingga akhirnya mereka semua basah bermandikan air laut. “Bakalan kangen gue saat-saat kaya gini....” bisik Tommy disela hela napasnya yang tak beraturan. “Duuh udah ah... kita kan mo fun bukan galau-galauan!” bantah Cakra sambil beranjak dan melangkah lebih jauh ke dalam lautan. Menyembunyikan perasaan sedihnya. Ia tak ingin hari terakhir bersama teman-temannya dihiasi tangisan. “Eh Kra... bahaya b**o!” ingat Dito ikut beranjak menghampiri Cakra. “Tau nih anak, songong banget! Kagak sayang nyawa lu?” Victor ikut-ikutan cemas, sedangkan Beni dan Tommy hanya memperhatikan mereka dari kejauhan. “Eh kalo gue nantangin Nyi Roro Kidul dari sini mungkin dia bakalan dateng kali ya? Masa gue dah pake baju ijo gini nggak nongol-nongol si dia?” ucap Cakra berusaha menangkis semua kesedihannya.   “Hahaha... takut kali ama lu, lu kan PK.” ejek Victor berusaha menghampiri Cakra dengan melawan arus ombak yang menghantam pahanya.  Tentu istilah PK yang diucapkan Victor bukanlah makna sesungguhnya, karena seluruh sahabat Cakra mengetahui mengapa Cakra sering berganti pacar. Namun kerena sudah puluhan gadis berstatuskan mantan Cakra, maka menurut Victor istilah PK cocok disematkan pada Cakra. “Eh kita bertiga tereak yuk, ngatain Nyi Roro Kidul” tantang Cakra lebih berani. “Gile... boleh tuh ide lu....,” disambut tawa oleh Dito yang sudah berada di samping belakang sebelah kiri Cakra, mereka berjarak tiga meter. “Tu... Dua... Tiga... SINI KELUAR LU NYAI RORO KIDUL, CEMES LU NGUMPET MULU!!” ternyata hanya Cakra yang memaki sang penguasa dengan lantang, sedangkan Dito dan Victor hanya terkekeh, dan terdengar tawa keras dari Tommy dan Beni. “Curang bet lu bedua!” umpat Cakra karena dihianati sembari tagannya berusaha meraih kepala mereka untuk menjitaki mereka. Dito dan Victor pun langsung membalas perlakuannya. Namun, Cakra berhasil menghindar dengan berlari menjauhi mereka tanpa menyadari ombak besar menghampiri. Bruug! Ombak tersebut berhasil menghantam mereka, saat Cakra berhasil kabur dari jangkauan Victor. Ombak menarik Cakra jauh ke dalam samudra, memerangkapnya ke dalam lubang karang, menyesakkan bagian atas badan Cakra, kemudian menghantam tubuhnya ke terumbu.  Teriakan Beni dan Tommy meminta tolong, sembari meneriaki mereka sama sekali tidak dapat mereka dengar. Mereka sedang berjuang untuk menyelamatkan diri, terlihat Victor berusaha berenang ketepian, dan Dito sempat terlihat saat ombak kembali menghantam pantai.  Sesaat Cakra sempat melihat Victor dalam sapuan ombak, namun tak dapat ia jangkau. Sedangkan Dito, sedari awal ia tak tahu kemana gelombang besar membawanya.  Tanpa Cakra sadari, ia terbawa lebih dalam ke tengah samudera.  Sedangkan Dito berhasil diselamatkan oleh Tommy, Beni dan beberapa warga. Karena saat dihantam ombak, Dito berada lebih dekat dari pantai dibanding Victor maupun Cakra.  Dan beberapa menit kemudian, Victor hadir dari dalam ombak dan berhasil diselamatkan.  Sedangkan Cakra masuk lebih dalam ke dalam samudra, tersangkut karang yang menahannya seakan tak ingin ia pergi. Kini bayangan hitam itu mulai memudar seiring habisnya napas Cakra. Cakra rela jika ia harus pergi sekarang juga. Ia menyerah. Namun, sesaat ia merasa sangat lemas dan ingin menutup mata selama-lamanya. Tiba-tiba ia merasakan perubahan pada tubuhnya. Seakan udara yang masuk ke dalam rongga hidungnya, tanpa sadar ia mencoba menarik napas dan ia dikejutkan karena ia dapat bernapas.  Tubuhnya yang semula merasa berat karena terseret arus, kini mulai terasa ringan dan Cakra mampu mengendalikannya. Cakra berusaha bergerak melapaskan diri dari goa karang yang menahannya, namun tiba-tiba arus besar kembali melibas Cakra.  Sekali lagi tubuhnya terhantam karang.  Namun kali ini, tidak ada bagian tubuhnya yang tergores ataupun terluka. Justru karang itu seketika pecah seperti dihancurkan oleh palu raksasa. Cakra berusaha menelaah apa yang terjadi namun tubuhnya kembali lemas, sekali lagi kibaran ombak menghajarnya ke karang dan kembali karang pecah. Cakra semakin lemas, cahaya putih itu semakin mendekatinya, ia pikir ini sudah waktunya untuk ia pergi.  Cakra melihat cahaya putih itu keluar dari mata ikan pari yang berenang mendekatinya. Dari bagian kiri badan di bawah sirip ikan pari tersebut, juga mengeluarkan cahaya yang semakin terang seperti pintu yang terbuka. Dan dari cahaya itu, ia melihat tiga bayangan hitam keluar.  Bayangan itu lama-lama membesar dan berbentuk seperti manusia, mereka bertanduk dengan cahaya merah seperti api, mereka membawa sabit panjang.  Dan, seketika Cakra tertidur lelap. Mungkin untuk selamanya. Mungkin juga tidak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD