Hanya Sekali Celup

1121 Words
Akhirnya Sekar mengikuti permainan Raiden yang memberikan hentakan demi hentakan lebih kuat dan bertempo cepat itu membuat desahan mereka saling sahut hingga akhirnya Sekar merasa seperti ada yang ingin meledak di dalam sana, tubuh Sekar bergetar dan Raiden mengejang. Keduanya mengerang panjang. "Oh! Sekar ...." Raiden menghentakan miliknya lebih dalam dan kencang ketika dia menembakan bibit unggulnya di dalam sana. "Ahhh ... Pak Rai!" Mulut Sekar terbuka dengan kepala menengadah, matanya terpejam menikmati rasa yang baru pertama kali ini dia dapat. Rasa sakit bercampur nikmat. Cairan mereka yang bersatu di dalam sana sampai keluar membasahi dipan ketika Raiden menarik keluar miliknya. Napas keduanya memburu, tubuh mereka juga sudah di basahi peluh keringat bukan air hujan lagi. Tubuh Raiden tumbang di sebelah Sekar. Dengan napas masih terengah, Raiden merubah posisinya, miring menghadap Sekar dengan tangan menyanggah kepalanya. Dia tertegun menatap sang mahasiswi, rasa bersalah kini menyelimutinya. Satu tangannya mengusap keringat di kening wanita yang baru saja di renggut kesuciannya. "Aku tidak menyangka kalau kamu masih -" Belum Raiden menyelesaikan kalimatnya dia sudah dihadiahi pukulan di dadanya. Raiden terkekeh dan di menarik Sekar masuk ke dalam pelukannya. "Aku minta maaf, setelah ini apapun yang terjadi aku akan tanggung jawab," ucap Raiden. Sekar menatap lekat mata sang Dosen mencari kebenaran akan kata-katanya. Serius atau hanya janji palsu saja. Raiden mengecup kening Sekar. *** Setelah hujan reda, Raiden kembali memakai pakaiannya begitu juga dengan Sekar. Ketika Raiden sedang memakai pakaiannya Sekar menatapnya penuh kagum. Dia akui sekarang kenapa para mahasiswi di kampusnya tergila-gila pada Raiden, pria itu memiliki tubuh atletis yang selama ini tidak Sekar perhatikan, wajah Jepang bercampur Indonesia memiliki ketampanan yang berbeda. "Awww!" rintih Sekar saat dia memakai celana jeans panjangnya. Area sensitifnya masih terasa nyeri. "Masih sakit ya?" Pertanyaan konyol macam apa yang Raiden lontarkan, tentu saja sakit. Miliknya yang panjang dan besar telah merobek selaput bagian dalam milik Sekar. Sekar menjawab dengan wajahnya yang cemberut. 'Sesakit ini ternyata malam pertama,' ucap Sekar dalam hatinya dan dia merasa milik Raiden masih tertinggal di dalam sana, masih terasa. Tapi Raiden tidak menggubrisnya. Dia kembali berpakaian dan merapihkan gubuk-gubuk itu dengan mematikan lentera dan menaruhnya pada tempatnya. "Kamu punya tisu basah?" tanya Raiden. Sekar kembali membuka tasnya mengambil tisu basah, memberikannya pada sang dosen. Raiden mengambilnya beberapa lembar dan membersihkan lantai gubuk itu, bercak darah masih membekas di sana, Raiden membersihkannya tanpa rasa jijik sedikitpun. Sekar malah yang wajahnya merona karena malu. Setelah selesai Raiden memasukan tisu kotor itu ke dalam jok motornya. Tidak baik membuang sampah sembarangan bukan? "Kamu bisa jalan?" Raiden menatap Sekar dari atas sampai bawah. "Menurut kamu?" Sekar membalikan pertanyaan pada Raiden dengan ketus. Raiden kembali menuntun motornya. Di belakang Sekar mengikuti dengan sesekali meringis karena menahan sakit di bawah tubuhnya. Menatap punggung dengan pundak kekar dan gagah milik Raiden, benak Sekar berpikir kalau dia tidak akan meminta pertanggungjawaban sang Dosen. Apa yang terjadi barusan bukan semata kesalahan Raiden meski seharusnya pria itu juga bisa menahan dirinya. Tapi, Sekar juga menyadari dia menikmati. Sekar tidak menyangka kalau dia bisa bertindak sejauh ini bersama dosennya. Mahasiswi yang sedang menjalankan tahap akhir kuliahnya kembali mengingat kejadian sebelum dia dan Raiden tersesat di hutan yang entah hutan apa namanya. *Flashback On* Raiden minta seorang mahasiswanya yang sedang KKN untuk menemaninya ke kota karena sinyal di desa kurang bagus, pria itu mencari sinyal agar dapat mengirim laporan kegiatan para mahasiswanya selama KKN hri itu melalui email kampusnya. Para mahasiswi berlomba ingin ikut. Tapi, siapa sangka celetukan seseorang membuat Raiden memilih Sekar. Sebagai Dosen pembimbing, Raiden membutuhkan Sekar-ketua team karena ada beberapa laporan yang belum selesai dia kerjakan dan pria itu yakin Sekar bisa membantunya. Dengan motor sportnya Raiden dan Sekar pergi berdua saja. Keduanya pergi ke kota dan mencari restoran cepat saji agar bisa memakai wifi sekalian makan di tempat itu. "Kamu mau makan apa?" tanya Raiden sembari menatap menu yang ada di papan iklan. "Samain aja sama Pak Rai," jawab Sekar sekenanya. Akhirnya Raiden memesan dua porsi ayam krispi dengan nasi dan soup, berikut air mineral bukan soda. Sesampainya di meja, Sekar protes. "Kenapa gak air bersoda?" serunya. "Kamu bilang samain sama saya. Saya tidak suka minuman bersoda, air mineral lebih sehat, kamu tahu?!" balas Raiden. Sekar membetulkan posisi kacamatanya yang merosot. "Padahal cocok loh ayam krispi sama minuman bersoda itu," gumam Sekar pelan tapi masih terdengar oleh Raiden. "Kamu tahu gak kadar gula di minuman bersoda itu berapa? Kalau kamu terus mengkonsumsinya akan berakibat buruk bagi tubuh kamu nanti -" "Selamat makan," potong Sekar yang tidak mau mendapat mata kuliah baru dari sang Dosen. Raiden mendengus kecil. "Ya selamat makan," sahutnya. Keduanya makan sampai habis barulah Raiden mulai bekerja, membuka laptopnya dan mulai mengerjakan pekerjaannya. Sekar menggeser kursinya hingga di sebelah Raiden karena permintaan pria itu. Tidak lama pekerjaannya selesai, semua laporan sudah di kirim lewat email. Raiden mengajak Sekar kembali ke penginapan mereka, tapi di tengah jalan pria itu ingin mencoba jalan baru. "Pak Rai yakin lewat jalan ini bisa?" tanya Sekar, ragu dengan jalan pintas yang Raiden ambil. "Kamu percaya sama saya, saya ini dosen pembimbing lapangan loh, gak mungkin nyasar kita tuh!" sahut Raiden dengan wajah sedikit menyamping. "Awas sampai nyasar!" *Flashback Off* "Sekar, aku ingat jalan ini, sebentar lagi kita sampai ke penginapan!" seru Raiden. Sontak lamunan Sekar menguap. Meski Raiden bilang itu jalan yang benar tetap Sekar masih tidak percaya kalau belum sampai ke tempat aslinya mereka menginap. "Tidak jauh dari sini ada warung, mereka jual bensin eceran. Kalau mereka belum tutup ya." Benar saja perkataan Raiden, tidak lama warung itu terlihat. Sekar menghela napas lega karena warung itu ternyata belum tutup meski sudah hampir larut malam. Kemudian Raiden mengisi motornya dengan sepuluh botol bensin eceran tersebut. Pemilik warung senang bensin ecerannya langsung ludes terjual habis karena motor sport Raiden yang berkapasitas besar. Sayangnya mereka hanya punya sepuluh botol itu padahal tangki motor Raiden belum penuh. Setidaknya cukup sampai nanti mereka ketemu pom bensin lagi nanti. "Terima kasih, Cah Bagus, Cah Ayu," ucap pemilik warung setelah menerima uang dari Raiden. "Sama-sama, Kek," balas Raiden pada penjual bensin yang memang sudah lanjut usia. Brummm! Motor Raiden kembali hidup. "Hati-hati." Raiden memegangi tangan Sekar yang berpegangan dengan pundaknya. Entah mengapa pria itu jadi lebih perhatian dengan satu mahasiswinya itu. "Sudah?" lanjutnya bertanya, memastikan kalau Sekar sudah duduk benar. "Iya sudah, Pak," jawab Sekar singkat. Raiden menarik kedua tangan Sekar, melingkarkan ke pinggangnya. Meminta wanita itu berpegangan erat. Motor sport itu langsung melaju dengan kencang. Sudut bibir Raiden tertarik ke atas, hatinya senang karena Sekar memeluknya dengan erat. Sampai punggungnya dapat merasakan dua bukit kembar milik Sekar menempel di sana dan membuat Raiden kembali mengingat aktifitas panas yang beberapa saat lalu dia teguk. Tanpa bisa Raiden cegah adiknya di bawah sana kembali membesar dan menegang hanya karena mengingat kejadian itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD