Kepulangan Livia pov Farhan

3312 Words
Aku segera membuka pintu mobil setelah melihat mobil yang dikendarai Chaira melaju meninggalkan halaman parkir restoran. Aku mengajak dia makan siang disini ketika mengingat tadi pembicaraan kawanku, bahwa tempat ini nyaman dan bisa direkomendasikan untuk acara besar, apalagi aku tahu seafood adalah makanan favorit Chaira. Aku sangat senang ketika dia menerima ajakan makan siangku tadi. Sejak hubungan kami membaik kami sering menghabiskan waktu bersama tanpa rasa canggung lagi. Aku menghidupkan mesin mobil, tiba-tiba dering ponsel membuatku meraih benda yang tadi kulempar asal di jok samping kemudiku. "Ya sayang" jawabku membuka percakaapan. "Jadi jemput nggak sih?" suara diseberang mengomeliku dengan sangat jelas. 'Astaga, aku sampai melupakannya' batinku. "Maaf sayang, sementara dalam perjalanan. Tadi banyak pekerjaan tanggung, sabar yah jalanan lagi padat" "Niat nggak sih?" aku mendengar nada suara yang agak jengkel. Aku tau saat ini Livi pasti marah padaku. "Okey sayang, sabar yah bentar lagi sampai kok. Bye". Aku menutup panggilan telepon secara sepihak. Begitu lebih baik daripada harus mendengar omelan-omelan yang tidak bermutu diseberang sana. Aku menarik nafas dengan berat. 'Makan siang dengan Key membuatku lupa akan Livi yang kembali hari ini'. Untung saja jalanan ke Bandara Sultan Hasanuddin lengang, sehingga aku bisa sampai dalam waktu lima belas menit. "Aku sudah ditempat biasa sayang, kamu dimana?" "baiklah, aku menunggumu" Entah mengapa kepulangan Livi kali ini membuatku biasa-biasa saja. Ada yang berbeda yang kurasakan dalam hatiku. Jauh sebelum Livi dapat libur, aku sangat bersemangat menanti kepulangannya, sekarang dia bahkan sudah bisa kujangkau tapi terasa dia tidak bisa kugapai. "Sayang, aku merindukanmu. Sangat merindukanmu" Livi memelukku dengan sangat erat ketika kami bertemu. "Aku juga" Kuberikan kecupan singkat dipuncak kepalanya. "Lapar?" tanyaku pada Livi yang masih membenamkan wajahnya didalam dekapanku. Aku merasakan gelengan kepalanya. "Mau kemana tujuannya?" tanyaku lagi. Livi segera melepaskan diri dari pelukanku. "Kita langsung pulang saja sayang, aku lelah. Tapi besok kita jalan yah, aku masih merindukanmu". Aku mengangguk mengiyakan ucapannya. Tidak butuh waktu lama untuk sampai dirumah Livi, aku membuka pintu mempersilahkannya keluar dan dia tersenyum kearahku. "Mampir dulu sayang atau kami mau langsung balik?" "Kamu istirahat aja, pasti masih lelah. Aku balik kekantor membereskan pekerjaan yang tadi belum kelar. Biar besok kita bisa lebih leluasa bersama". "Baik sayangku, terima kasih mau mengerti aku. Aku sangat mencintaimu" Livi kembali memelukku. "Beri aku ciuman agar aku bisa pulang dengan tenang" Ucapku menggodanya. Segera dia memberi kecupan singkat di kedua pipiku. "Hati-hati sayang, jangan lupa kabarin aku nanti yah " "Baik sayangku" "Bye" Aku melajukan kendaraan menuju kantor. Segera kuselesaikan berkas yang harus aku tanda tangani, agar besok aku tidak dikejar kejar oleh panggilan telepon dari Yuni. Sekertarisku yang cerewet itu. *** Hari ini aku mengambil cuti di kantor. Aku memutuskan menghabiskan waktu bersama Livi di Puncak. Cuaca disini sangat dingin, sangat cocok bagi pasangan yang melakukan honeymoon. Membahas honeymoon aku jadi teringat akan Key, selama menikah kami belum pernah melakukan perjalanan bersama. 'Sedang apa dia, apa dia menungguku?' Ah sepertinya otakku tertinggal, mana mungkin dia menungguku. Aku sangat tahu bahwa Key sama sekali tidak tertarik padaku apalagi kami menikah tanpa cinta. Dikejauhan tampak Livi sangat menikmati liburan kami, dia sangat kegirangan. Ekspresinya sangat kentara dari cara dia tertawa lepas sambil mengambil gambar dirinya melalui kamera ponselnya. Kutap emoticon jempol pada beberapa foto yang dia posting di sosial medianya. "Key, aku mungkin tidak pulang, jangan menungguku. Aku ada pekerjaan di luar daerah, mungkin tiga harian. Nggak apa-apa kan aku tinggal kamu dirumah? Kalau kamu kesepian, kerumah mama saja. Aku akan menjemputmu setelah pulang" "Nggak apa-apa kak, aku bisa kok sendiri di rumah. Santai aja nggak usah difikirkan." "Bener nih? Kalau kamu takut, kupaksain pulang nih" godaku padanya. Belakangan ini menggoda Key merupakan salah satu kegiatan baruku. Kubuka pesan balasan dari Chaira, hanya tampak stiker senyum sambil menjulurkan lidah. Aku segera menutup aplikasi chating lalu berjalan ke arah Livi, sambil memeluknya dari belakang. Aku tahu dia mengambil gambar kami sangat banyak. *** "Sayang kapan kita nikah?" "Sekarang aja" Jawabku menantang pertanyaan Livia. Perasaan takut tiba-tiba menyerangku. Jika saja aku mengelak aku takut Livi curiga, makanya aku sedikit menggodanya agar dia tidak terlalu serius mennaggapinya. "Aku serius!" rengeknya "Kapan kuliah mu selesai?" tanyaku padanya "Sisa dua semester lagi sayang " "Baiklah kita akan menikah setelah kuliahmu selesai". Akhirnya kami membahas masalah pernikahan secara serius. Aku sadar pada konsekuensi atas langkah yang telah kuambil bersama Livi. Kami sudah melakukan hal yang semestinya dilakukan pasangan suami istri. Penyesalan memang selalu berada di belakangan, aku sudah berani terlalu jauh melangkah maka aku pun harus siap mempertanggung jawabkan semua perbuatanku. Aku berharap semuanya akan baik baik saja. *** "Kita pulang yah Vi" "Cepat amat sih sayang, masih kangen.. Padahal disini masih banyak destinasi wisata yang belum kita kunjungi" "Kan masih bisa lain waktu" "Iya, tapi mumpung kita disini sayang" "Aku sedang ada pekerjaan yang tidak bisa kutinggal. Kita akan berlibur di waktu yang lain lagi, tidak bisa sekarang" aku mencoba memberi pengertian pada Livi yang masih enggan beranjak dari sini. Sejujurnya aku juga betah dengan suasana alami seperti ini. Tapi aku takut terlalu lama tinggal, bersama Livi membuat aku terlalu dalam menikmati kubangan dosa yang kami gali bersama. "Jangan cemberut, masa habis liburan mukanya malah ditekuk. Cantiknya beneran hilang loh" Aku mencoba mencairkan suasana yang hening dalam perjalanan pulang. Bisingnya kendaraan di jalan membuat kami harus bersabar mengemudi. "Janji yah kita masih akan punya banyak waktu bersama" "Iya sayangku, aku akan usahakan. Selalu ada untukmu selagi masih bisa kulakukan" Aku mengaitkan jari kelingkingnya ke jari kelingkingku yang berarti aku sudah berjanji untuk tidak mengingkari ucapanku. *** Sudah sangat malam ketika aku sampai dirumah, aku yakin penghuni rumah sudah tertidur saat ini. Sebelum memasuki kamarku, aku berjalan menuju pintu kamar Chaira. Dua hari tidak melihat wajahnya membuatku merindukannya. 'yah aku merindukannya' Aku baru merasa lega setelah menatap wajahnya malam ini. Cukup lama aku mondar-mandir di hadapan pintu kamarnya. Aku mencoba memberanikan diri memegang kenop pintu tersebut. Aku sedikit lega sekaligus jengkel karna ulah cerobohnya yang tidak mengunci pintu. Aku bersyukur karna aku bisa melihat wajahnya yang tenang dalam tidurnya. Bersamaan dengan itu aku pun merasa jengkel karna kecerobohannya, bagaimana jika ada yang berniat jahat padanya. Setelah membenarkan posisi selimutnya aku mencium keningnya sesaat. Ini adalah kontak fisik pertamaku dengannya, yang kulakukan dengan sangat sadar. 'maafkan aku' Bisikku pelan di telinganya. Aku dan Key memang sepakat dari awal untuk pisah tidur, kecuali kami menginap di rumah bunda ataupun rumah mama. Ini untuk menjaga privasi kami masing masing. Meskipun hubungan kami sudah baik tapi kami tetap pada kesepakatan awal. *** Kami menikah tanpa cinta. Diawal pernikahan, jangankan berdiskusi tentang rencana masa depan seperti apa, yang ada malah kami sering bertengkar, tapi Key yang banyak mengalah. Kami hanya berkomunikasi jima maslaahnya sangat penting. Aku yang sedari awal menolak perjodohan tersebut, tidak berani berkutik lagi setelah ayah bercerita awal mula kakek membuat kesepakatan tersebut. "Dulunya kakekku Adrian Suryawijaya, memegang jabatan penting di salah satu perusahaan yang sangat maju pada saat itu. Sikapnya yang mendedikasikan penuh hidupnya untuk bekerja membuat karirnya terus beranjak naik. Kakekku adalah pendatang dikota Makassar ini, dia berasal dari Bandung. Kakek perpaduan Jawa Belanda, sedang Nenek asli Makassar. Mereka dipertemukan disaat kakek baru datanh bekerja dikota ini. Andi Jamaluddin kakek Key. Mendengar namanya kita bisa tahu dia penduduk asli di kota Makassar. Mereka termasuk salah satu keluarga sukses dengan usaha dan harta yang tidak habis walau sampai turunan ketujuhnya. Kudengar dari ayah meskipun keluarga kakek Andi memiliki usaha turun temurun dari tetuanya sendiri, dia tetap bekerja di tempat lain, merintis karir dari nol. Dia juga bekerja diperusahaan yang ditempati oleh kakek, tapi hubungan mereka tidak terlalu dekat karena mereka bekerja dibidang yang berbeda. Sampai akhirnya, musibah datang menghampiri kakek Adrian. Dia dituduh menggelapkan dana perusahaan, tentu saja kakek tidak melakukan itu. Tapi kakek tidak bisa membersihkan namanya karna semua bukti terarah kepadanya. Kakek dituntut ganti rugi oleh pihak perusahaan dan terancam penjara, kecuali kakek sanggup mengganti semua uang yang dia gelapkan. Kakek tidak tau harus mendapatkan pinjaman yang berjumlah sangat banyak disamping saat itu kondisi nenek hamil besar mengandung ayah. Dikondisi yang paling terpuruk itu kakek bingung harus meminta pada siapa. Keluarga yang dulu menyanjungnya mulai meninggalkannya, sahabat yang pernah memuja berbalik menjauhinya. Akhirnya kakek menjual semua aset yang dia punya termasuk rumah yang ditempati bersama nenek. Kakek lebih memilih mengganti rugi daripada harus meninggalkan nenek yang sangat membutuhkannya. Kakek harus tetap berada disamping nenek sebagai suami siaga. Kakek dan nenek keluar dari rumah yang penuh kenangan mereka dengan berat hati. Pada saat itulah kakek Andi mengulurkan tangan memberi bantuan kepada kakekku. Ternyata yang membeli rumah kakek tidak lain pasangan suami istri yang tengah menanti kelahiran anak mereka juga. Kakek Andi memberikan kembali kunci rumah yang telah kakekku lepas. Atas dasar kemanusiaan dia mengikhlaskan rumah tersebut kembali dimiliki oleh kakek. Bukan hanya itu Kakek Andi juga memberikan sejumlah uang untuk Kakekku bisa memulai bisnis.Mengingat kakekku yang diberhentikan dengan tidak hormat dari perusahaan maka namanya otomatis terblacklist di perusahaan manapun. Jadi kakek tidak mampu menolak semua kebaikan yang ditawarkan oleh Kakek Andi. Akhirnya kakek kembali menjalani hidupnya menata semua dari awal. Hubungannya dengan Kakek Andi semakin dekat sampai istri istri mereka pun melahirkan disaat yang hampir bersamaan. Sama-sama melahirkan bayi laki-laki, disitulah awal mula mereka mengatur perjodohan. Jika memiliki anak lagi, kalaupun tidak nanti akan diturunkan kepada cucunya. Aku akhirnya menuruti permintaan ayah untuk menikah dengan Key. Sebagai bentuk sayangku pada kakek yang telah mengorbankan dirinya untuk kebahagiaan kami. Aku mengerti beban moriil yang dirasakan oleh kakek, selama hidupnya pasti merasa sangat berhutang budi pada sahabatnya. Aku masih ingat saat dimana kakek meminta pada ayah agar berkunjung ke kediaman Kakek Andi, membahas tentang perjodohan. Aku saat itu masih kecil usiaku baru dua belas tahun Dan ayah memilih Key saat itu karna dia yakin sosok Key yang bisa melengkapiku. Aku tidak menyangka bahwa saat itulah terakhir kali aku bertemu dengan kakekku. Dia meninggalkan kami semua karna penyakit jantung yang dideritanya. Sekarang hanya tersisa nenek yang sangat kami sayangi. *** Pagi ini aku bangun terlambat, untunglah ini hari libur jadi aku tidak perlu terburu buru. Perutku rasanya lapar, aku segera kedapur mencari bahan apa saja yang bisa diolah menjadi makanan. Setiap hari libur memang bibi meminta agar dia boleh ijin tidak kerja kecuali ada keperluanku yang mendesak maka aku akan memberi tahukan sebelumnya. Bibi memiliki anak yang masih usia Sekolah dasar, aku memaklumi itu. Aku faham anak yang sedang dalam proses pertumbuhan butuh banyak waktu mengenali dirinya disitulah peran orang tua dibutuhkan. Aku melihat semua masih lengkap di kulkas. Ada sayuran, daging dan udang. Aku memilih udang, selain gampang dan praktis juga butuh waktu yang singkat saja memasaknya. Aku segera mengenakan apron layaknya koki handal yang bekerja di resto terkenal sambil menyiapkan segala bahan yang dibutuhkan dengan cekatan. 'Tadaaaa.... udang tumis pedas ala Chef Farhan sudah siap' Lampu ricecooker sudah berpindah posisi, artinya nasi juga sudah matang. Aku menyiapkan dan menata semuanya di meja makan. Aku bergegas memanggil Key, sudah sejak tadi aku melihat dia pulang dari kegiatan gowesnya. Aku yakin pasti dia akan menyukai masakanku, kupastikan itu karna aku tau dia adalah orang yang senang dengan olahan seafood. Setelah makan kami sibuk dengan aktifitas masing-masing, karna tadi aku yang masak giliran Key yang beres-beres rumah.Soal kebersihan dan kerapian dia memang ahli, tapi jangan tanya soal memasak. Yang dia tau hanya makan, tapi aku senang, aku menikahinya bukan untuk membuatnya memasak untukku. Apasih yang aku katakan, batinku sambil memukuli kepalaku. Sejauh yang aku ketahui saat ini, Key adalah sosok yang kuat. Terlahir dari keluarga kaya tidak membuatnya diam bermanja menikmati kekayaaa orang tuanya. Dia mewarisi kegigihan papa mertuaku, diusianya yang masih muda dia berhasil membuktikan dirinya mampu mengelola bisnis. Perempuan mandiri, kuat dan tangguh walau akhirnya aku tahu dibalik semua ketegarannya ada sisi rapuh yang coba dia sembunyikan. Aku sering melihatnya berdiam diri, aku tau dia memikirkan banyak hal. Makanya aku mencoba untuk berdamai dengannya, semoga saja bebannya tidak lagi bertambah setelah kami berteman. "Key, kapan kamu punya waktu luang??" Aku berniat mengajaknya berlibur. Rasanya sangat tidak adil, selama ini aku tidak pernah mengajaknya pergi bersama untuk saling mengenal. "Kenapa, kak?" "Kamu kebiasaan, ditanya malah nanya balik" Aku tersenyum mendekatinya yang sudah duduk manis sambil menonton televisi. "Liburku sebenarnya tergantung dari aku aja kak" "Iya, aku lupa kamu bossnya" "Biasa aja lah" sahut key. Dia sibuk mengganti chanel TV entah siaran apa yang sedang dicari. Dia menghentikan pencariannya setelah melihat acara vacation. "Kamu suka traveling??" "Iya, lalu waktu masih kuliah aku sering melakukannya bersama teman" Aku mengangguk-anggukkan kepala mendengar perkataannya. "Ayo, kita melakukannya minggu depan" ajakku "Tujuan kemana?" "Tempat mana yang ingin kamu kunjungi, terserah. Kali ini kamu bebas memilih" "Yakin?" aku mendengar seolah dia menantangku. "Asal jangan pernah punya keinginan menjelajah di Mars" aku tertawa mendengar sendiri ucapan yang keluar dari bibirku. Sejak kapan aku bisa mengeluarkan kata-kata konyol tersebut. " TORAJA, sepertinya asik. Aku sering melihatnya" "Boleh, aku juga penasaran dengan keindahan yang ada disana." Kami sudah sepakat mengunjungi kota TATOR (TANA TORAJA) minggu depan. Aku segera memutar otakku mencari alasan yang tepat untuk bisa pergi bersama Key, gila aja kalo sampai Livi tau pasti akan menjadi masalah besar nantinya. *** "Vi, dua hari kedepan aku ada kerjaan di luar daerah" Aku bertemu Livi hari ini. Aku mencoba meluangkan waktu bersamanya jalan ke mall, nonton, makan dan berbelanja beberapa kebutuhannya. "Daerah mana tu sayang, aku ikut yah" "Di TATOR sayang, aku juga maunya gitu. Tapi kayanya ga bisa deh soalnya kami pergi bersama tim." Aku merasa jadi pria b******k sekarang, entah sejak kapan aku pandai menyusun kebohongan serapi ini. "Sayang sekali" "Nggak apa-apa yah?" "Baik sayang tapi berjanjilah kamu akan selalu mengabariku" "Siip, kamu memang yang terbaik sayang." Livi memelukku kemudian dengan sangat erat "Aku mencintaimu" "Aku juga sangat mencintaimu". *** Tibalah hari kami berangkat.Kami membawa semua perlengakapan yang kami butuhkan selama perjalanan kami. Aku memasukkan semuanya ke bagasi mobil lalu berangkat. Melawan macetnya kota Makassar membuat kesabaran sedikit harus dikontrol. Pengemudi motor yang terkadang menyalip bukan pada tempatnya, betul betul menguji iman. Sudah separuh hari perjalanan, kami hampir tiba di tempat yang menjadi tujuan. Pertama, kami harus mencari tempat menginap yang nyaman dan tidak terlalu jauh dari tempat yang akan dikunjungi. Kami hanya membooking satu kamar hotel karna rencana untuk menyewa sebuah Villa batal dikarenakan suasana yang tidak mendukung. "Kak kita istrahat saja dulu, besok baru kita jalan-jalan" "Hm.. Benar katamu. Aku hampir tertidur tadi. Aku akan tidur sebentar". Aku segera merebahkan diri di atas tempat tidur, aku melihat Key duduk di sebuah sofa yang disediakan oleh pihak hotel, dia sedang asik berselancar di dunia mayanya. Oh ya kami memang tidak saling mengikuti di berbagai media sosial yang tersedia. Gengsi dong kalau aku meminta mengikutinya, aku takut dia salah mengartikan. Aku tidak mau jika Key menganggapku kepo dengan hidupnya. Tapi jangan khawatir, aku membuat akun baru yang bukan atas namaku. Disitu aku menggunakan profil bergambar bunga, lalu mencoba meminta untuk mengikuti media sosialnya yang memang dia privat. Aku sangat senang saat dia mengkonfirmasi permintaanku. Dari situ aku bisa melihat apa saja kegiatannya tanpa perlu bertanya lagi padanya. Sejauh ini dia bukan orang yang terlalu terbuka untuk hal yang bersifat pribadi. Aku melihat hanya ada beberapa foto lama yang dia posting. Mungkin karna perjalanan panjang kami tadi membuat tidurku sangat nyaman, aku beranjak dari tempat tidur lalu mengambil handphone mengecek ada pesan apa saja yang belum sempat aku buka. 'Astagaa.. Aku lupa memberi kabar pada Livi'. Aku mengabaikan Key yang nyenyak tertidur di sofa lalu keluar dari kamar mencari tempat nyaman untuk berkomunikasi dengan Livi. Agak lama kami berbicara, aku bercerita semua hal yang aku lewati selama perjalanan kesini. Tentu saja mines tentang Key yang ikut bersamaku. Kulangkahkan kakiku duduk di sofa yang sudah tidak nampak penghuninya. Pasti dia yang berada di kamar mandi, karna aku mendengar suara gemercik air dari sana. Setelah Key keluar dengan wajah segarnya gantian aku yang menyegarkan diri juga. Merasakan segarnya air disini benar benar membuat hati tenang, ditambah fikiran yang kembali plong. Setelah makan malam tadi, kami hanya berdiam diri di kamar hotel. Mungkin karna masih kelelahan. Secara perjalanan yang kami lalui memang sangat panjang, dan medannya juga cukup menantang. Aku membuka account yang khusus aku pakai untuk melihat apa saja kegiatan Key, Aku menekan tombol jempol pada postingan terakhinya, tiga buah fotonya yang dia ambil selama dalam perjalanan tadi. Sedikit kecewa karena aku tidak menemukan fotoku sama sekali disana. Chaira memang cantik, kulit putih dengan tinggi 163cm. Aku bingung kenapa aku tidak mencintai gadis secantik dia, secara dilihat dari fisik dia tidak kurang apapun. Selain itu dia baik dan tidak terlalu menuntut. Laki-laki yang berada dalam hatinya pasti akan sangat beruntung mendapatkannya. 'Apakah aku mengakui bahwa aku lah orang terbodoh yang menyia-nyiakan dirinya?' Karena tidak juga mengantuk, padahal malam sudah sangat larut. Aku memberanikan diri mengambil langkah menuju tempat tidur mengisi ruang yang kosong di sebelah Key, memandangi wajahnya sambil mengelus lembut rambutnya. Tiba-tiba aku diserang rasa mengantuk. Aku menarik guling yang dia pakai lalu melemparkan asal guling tersebut kemudian membiarkan dia memelukku. Aroma shampoo yang menguap di rambutnya seolah jadi aromatherapi di bawah hidungku. Aku tidak mengingat kapan terakhir kali aku memandangnya sebelum tidur datang menjemputku lalu membawaku ke alam mimpi yang indah bersama Key. *** "Key bangun" Aku mengangkat kepalanya yang berbantal dilenganku. Aku merasa bersalah saat dia terhentak dari tidurnya, tapi ekspresi terkejutnya menambah tampilan lucu di wajahnya. "Maaf, aku mengganggu tidurmu. Katanya pemandangan dipagi hari sangat cantik ayo kita melihatnya" "Iya, aku bersiap dulu" "Nggak usah mandi tapi, nanti aja setelah kita balik. Jangan lama, nanti kita tidak dapat negeri atas awannya " Hanya butuh sepuluh menit untuk kami sampai di kawasan negeri atas awan. Embun pagi yang tebal sangat menambah keindahan pagi di kota ini. Aku mengeluarkan ponselku mengambil objek yang lebih indah dari pemandangan alam di depanku. Yah sosok yang sedang asyik menikmati pemandangan dari atas puncak pegunungan. Aku mengambil beberapa gambar Key tanpa sepengetahuannya. "Asyik sendiri yah, sampai aku di lupakan begitu saja" Protesku padanya yang asik dengan dunianya sendiri. "Maaf, mungkin karna aku akhir-akhir ini lebih banyak sendiri. Aku kadang melupakan hal yang berada disekitarku" Ucapan Key menyentil hatiku. Padahal aku tahu, dia tidak bermaksud curhat. Benarkah aku selama ini tega membiarkan dia larut dalam kesendiriannya. "Kak, ayo foto bareng" "Ayo" Aku memanggil seorang penjaga kawasan, aku meminta tolong agar dia mengambil gambar kami dengan kamera digital yang tadi sempat kubawa. Banyak sekali tempat tempat yang kami kunjungi selama dua hari disini. Kebersamaan yang singkat itu membuatku semakin dekat dengan Key. Aku merasa damai setiap berada di dekatnya.Tawanya yang riang selama kami bersama membuatku merasa tidak sia-sia mengajaknya berlibur. Mudah-mudahan ini tidak terlalu terlambat untuk memperbaiki segalanya. *** Hari ini aku sudah mulai kembali beraktifitas. Seperti biasa jadwal meeting dan tumpukan berkas yang harus aku tanda tangani sudah menanti kedatanganku. Sekertaris cerewetku kemarin sudah lupa tata kramanya berbicara terhadap atasannya sendiri, untung saja pekerjaannya selama ini bagus, jadi aku masih bisa memaafkannya meskipun dia tidak memintanya. "Sayang aku ada di lobi kantormu" Aku melihat pesan dari Livi, aku menepuk keningku membalas pesannya agar dia segera ke ruanganku. Aku bingung dengan perasaanku sendiri, setelah bersama key sepanjang dua hari ini aku selalu memikirkannya. Rasaku yang dulu fokus pada Livi entah menguap kemana. Tapi aku tidak boleh egois aku sudah berjanji pada Livi untuk selalu ada dan menjadikan dia satu-satunya pusat dari perhatianku, meskipun aku sendiri mulai diliputi perasaan ragu. Livi langsung memelukku ketika masuk keruanganku, aku membalasnya lalu mengecup pucuk kepalanya. "Tega banget sih telpon aku dari kemarin gak diangkat. Chatku di baca pun nggak, aku khawatir tau". Livia mengomeliku seolah aku ini anak kecil dimatanya. Aku hanya mendengar tanpa perlu membantahnya toh dia melakukan itu karna rasa pedulinya yang tinggi untukku. Setelah mendengar cukup banyak omelannya aku membungkam bibirnya dengan ciumanku yang menuntut. "Aku merindukanmu" bisikku lalu menggigit daun telinganya Livi mendesah dan hal itu membuat akalku tidak lagi kugunakan.Tak kupedulikan lagi niat awalku untuk menyelesaikan pekerjaan, karna ada yang lebih penting yang harus aku tuntaskan bersama Livi. Aku menginginkannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD