BAB 3 TOWNHOUSE

702 Words
Lady Mary memutuskan untuk singgah beberapa hari di London untuk berbelanja beberpa keperluan keponakannya.  Keluarga Harrington memiliki Townhouse yang sebenarnya juga jarang mereka gunakan, karena kenyataannya mereka memang tidak pernah memiliki seorang putri yang mengharuskan mereka terlalu sering menghadiri pesta-pesta kalangan bangsawan London. Keluarga Haringtton membeli sebuah properti di Canterbury yang sekarang menjadi kediaman resmi keluarganya, Lady Mary sepertinya juga menginginkan tempat yang lebih tenang sebagai tempat tinggal. Putranya yang berhasil melipat gandakan kekayaan keluarga Harrington membeli properti dari seorang bangsawan Kent yang mengalami kebangkrutan beberapa tahun lalu, rumah tersebut merupakan hadiah putranya bagi sang ibu. Kali ini Lady Mary sengaja membawa keponakanya menginap beberapa hari di Townhouse keluarganya sebelum kembali melanjutkan perjalanan kekediaman mereka di Canterbury. Lady Marry berpikir mereka perlu berbelanja dan mengubah banyak hal sebelum benar-benar membawa gadis itu pulang kerumah keluarganya. Karena bagaimanapun sang Countess tidak ingin membuat para pelayan di kediamannya ikut syok. Alex sudah beberapa kali pergi ke London, yang jelas bukan untuk menghadiri pesta-pesta para bangsawan. Biasanya dia pergi bersama ayahnya untuk membeli beberapa keperluan untuk estate nya, biasanya mereka hanya singgah untuk satu atau dua malam dan tidak pernah sekalipun gadis itu berpikir untuk menghabiskan waktunya hanya untuk berbelanja gaun-gaun penuh motif kerut aneh seperti yang sedang dilakukannya bersama sang bibinya kali ini. "Ayolah sayang bersemangatlah sedikit." "Bibi ini sudah gaun ke dua puluh yang ku coba," Alex coba mengeluh dengan suara lemas. "Kita perlu lebih banyak dari itu Lady, kau juga harus mengukur baju untuk pestamu nanti." Setelah merasa cukup berbelanja Lady Marry membawa keponakanya untuk langsung pulang ke kediaman keluarga Harrington di Chanterbury. Seperti rumah bangsawan kebanyakan, kediaman keluarga Harrington juga memiliki halaman rumput yang luas, kolam teratai raksasa menyambut dari depan pintu gerbang utama, nampak juga beberapa angsa berenang di sana. Menjelang musim gugur sebagian dedaunan di kediaman keluarga Harrington sudah mulai menguning dan berguguran di sisi jalan yang di naunginya. Dari dalam kereta kudanya Alex yang sengaja mengambil tempat duduk di sebrang bibinya hanya diam memandang jauh keluar . Sejak perjalanan dari London gadis itu memang tidak banyak bicara, satu-satunya pemecah kesunyian di dalam kereta kuda tersebut adalah pelayan sang bibi yang tidak mau diam membicarakan pernak-pernik tidak penting yang harus segera di ganti di rumah Harrington. Sepanjang jalan Alex hanya bisa mencoba tabah membayangkan harus hidup satu atab dengan mereka setelah ini. Meskipun ia tau keluarga Harrington memiliki rumah yang mampu untuk menampung ratusan orang tanpa perlu bertegur sapa, tetap saja hari-hari itu sudah terbayangkan bakal semembosankan apa. Keluarga Harington memang terkenal kaya raya, meski memilih tinggal di kota kecil rumah kediaman keluarga bangsawan tersebut sama sekali tidak kehilangan pesonanya. Layaknya kastil yang sempat di pugar di beberapa bagian guna mengikuti efisiensi setelah maraknya revolusi industri, rumah keluarga Harrington juga sudah mulai menggunakan teknologi untuk mempermudah rutinitas mereka sehari-hari. Bangunan utama properti Harrington memiliki sekitar lima lantai dari bangunan melengkung menyerupai kurva dan memiliki beberapa menara beratap lancip layaknya kastil yang nampak megah berdiri di tengah halaman luas dengan labirin-labirin tanaman rendah dan kolam air mancur menyambut di depan pintu utama. Hanya satu yang terasa janggal dari rumah tersebut, jika biasanya halaman rumah diramaikan triakan anak-anak yang berlarian kesana-kemari, tapi halaman rumput itu nampak sunyi. Terlepas dari kondisi keluarga yang masih berduka sekalipun keluarga Harrington memang tidak pernah cukup beruntung untuk hal itu. Mereka di sambut beberapa pelayan di ambang pintu, Alex sudah dapat melihatnya bahkan saat kereta belum benar-benar berhenti. "Pamanmu masih dalam perjalanan bisnis mungkin minggu depan baru akan kembali." Sebenarnya tak terlalu masalah bagi Alex dia juga tidak terlalu dekat dengan pamannya tersebut. Lady Mary menikahi seorang pria dari kalangan pengusaha tanpa garis keturunan bangsawan, tak heran jika suami bibinya itu jauh lebih longgar dalam urusan tata krama,sehingga tak mengharuskan formalitas ditiap kunjungannya yang sebenarnya juga langka. Dalam kalangan masyarakat London bukan rahasia lagi jika akan ada sedikit konsekuensi bagi bangsawan yg memilih menikah dengan golongan pengusaha, biasanya mereka akan sedikit dikucilkan dalam lingkungan sosial, tapi entah kenapa Alex justru merasa segala konsekuensi negatif tersebut sepertinya justru akan membawa keberuntungan baginya. Semakin kecil kemungkinannya mendapat pelamar, itu akan jauh lebih baik karena dirinya bisa menuntut janji Ethan Harris yang akan membawanya kabur ke Gretna Green untuk mendapatkan sertifikat pernikahan Skotlandia, bayangan itu cukup menyenangkan bagi Alex.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD