1. Keputusan Farhat

1301 Words
Farhat merasa bingung sekali karena Eliza terus saja mendesaknya, Eliza mengatakan kalau Farhat harus menikahinya bila tidak Eliza akan meninggalkan pria itu. Farhat jelas saja tak mau Eliza meninggalkannya, ia begitu mencintai Eliza dan tidak rela kalau Eliza pergi darinya. Di sisi yang lain, ia juga harus memikirkan nasib hidupnya jika ia benar-benar nekat menikahi Eliza tanpa modal apapun. Jika dibilang ia memiliki tabungan, jelas saja ia punya. Sayangnya hal itu pasti tak cukup untuk mempersunting Eliza yang merupakan anak konglomerat. Eliza sendiri terus mendesak Farhat agar Farhat mau menikahinya, tiap hari Eliza pasti menemui Farhat untuk menanyakan kelangsungan hubungan mereka. Seperti saat ini, padahal Farhat masih sibuk bekerja, tetapi Eliza sudah datang menemui Farhat dan tentunya wanita itu kembali membahas hal yang sebenarnya tengah Farhat pikirkan. Apalagi kalau bukan tentang urusan pernikahan? Padahal, berkali-kali Farhat sudah menjelaskan pada Eliza kalau ia pasti akan menikahi wanita itu, tetapi tidak sekarang. Setidaknya menunggu ia memiliki pekerjaan tetap dulu, tetapi Eliza memang sangat keras kepala sehingga terus mendesak Farhat. Wanita itu selalu mengatakan kalau ia tak masalah dengan pekerjaan Farhat yang hanya serabutan seperti ini, yang Eliza inginkan hanyalah ia bisa menikah dengan Farhat secepatnya hingga mereka bisa hidup bersama selamanya. "Mas, ayolah! Apa susahnya kita menikah? Mas tinggal ke rumah orangtuaku aja buat meminta restu mereka," ujar Eliza sambil menggoyangkan lengan Farhat. Wanita cantik itu mengabaikan beberapa orang yang menatapnya aneh, ia masih terus mendesak agar Farhat mau menikah dengannya. "Liza, bukan itu masalahnya. Menikah itu nggak gampang, Mas nggak mau mengajak kamu hidup susah karena Mas belum memiliki pekerjaan tetap. Tolong, kamu mengerti keadaan Mas," ujar Farhat untuk yang kesekian kalinya. "Aku rela hidup sederhana ataupun susah sekalipun asalkan itu bersama, Mas, aku nggak mempermasalahkan hal itu, Mas." Eliza dengan keras kepala mengatakan hal itu. Farhat menghela napas, pria itu menatap Eliza yang kini menatapnya. Perlahan, tangan Farhat terulur mengusap kepala Eliza dengan sayang. "Sebenarnya apa yang membuat kamu terus mendesakku agar kita segera menikah, Liza?" tanya Farhat yang memang sangat penasaran dengan alasan Eliza yang terlalu tergesa seperti ini. "Orang tuaku mau menjodohkanku dengan pria pilihannya kalau aku nggak cepat bawa kamu ke hadapan mereka, Mas, aku nggak mau menikah dengan pria lain selain kamu." Farhat agak terkejut mendengar penjelasan Eliza. "Makanya aku mohon sama, Mas, setidaknya walaupun kita nggak menikah dalam jangka waktu dekat, Mas harus ketemu keluargaku dulu. Anggap aja pendekatan ke keluargaku sebelum kita menikah," sambung Eliza yang kini mendongak untuk melihat wajah Farhat. Farhat menarik napas kemudian mengembuskannya secara perlahan ketika mendengar penjelasan Eliza. Rupanya ini alasan mengapa Eliza terus mendesaknya, Farhat juga tidak akan pernah rela kalau kekasihnya menikah dengan pria lain. Hanya Eliza lah wanita yang bisa mengerti dan menerimanya ala adanya, Eliza tak pernah mempermasalahkan status keluarganya ataupun status sosialnya yang hanya dari kalangan biasa. "Baiklah, besok Mas akan coba berkunjung ke sana. Memperkenalkan diri Mas sebagai kekasih kamu," ujar Farhat pada akhirnya. Eliza tak dapat menyembunyikan rasa bahagianya, wanita itu langsung memeluk Farhat erat dan mengabaikan pakaian Farhat yang basah karena keringat. "Eh? Jangan dipeluk, Mas habis kerja berat loh, bau keringat." Farhat berusaha melepaskan pelukan Eliza, tetapi sang kekasih malah semakin mengeratkan pelukannya. "Biarin, aku malah suka bau keringat Mas yang seperti ini. Kalau kita nanti jadi menikah, aku pasti akan betah dengan bau ini. Keringat Mas sama sekali nggak bau, malah wangi loh," ujar Eliza membuat Farhat terkekeh pelan. "Kamu pulanglah, Mas mau lanjut kerja dulu." Farhat melepaskan pelukannya. "Oke, Mas Sayang! Nanti malam aku telepon, ya!" ujar Eliza sambil mengecup pipi Farhat sekilas. "Aku pulang dulu, Mas. Semangat kerjanya!" Eliza melambaikan tangannya sebelum pergi menyeberang menuju mobilnya berada. Farhat tersenyum, pria itu balas melambaikan tangannya hingga Eliza memasuki mobilnya. Farhat kembali melanjutkan pekerjaannya seiring dengan mobil Eliza yang sudah keluar dari area pasar yang selalu padat pengunjung. Ia harus bekerja lebih keras lagi jika memang ia memiliki niatan untuk mempersunting Eliza menjadi istrinya. Farhat berharap semoga saja keluarga Eliza sama seperti wanita itu yaitu tak memandang rendah statusnya yang hanya pria biasa. Ia bertekad akan memberanikan diri berkunjung ke rumah keluarga Eliza besok, sesuai dengan janjinya pada sang kekasih tadi. Ada beberapa langkah yang harus ia ambil sebelum melakukan itu tentunya, yaitu menyiapkan bingkisan sederhana dan tentunya menyiapkan mentalnya dari rasa minder. Seperti janjinya pada Eliza kemarin dan tadi malam saat Eliza meneleponnya, Farhat sudah mempersiapkan semampu yang ia bisa. Hari ini ia akan berkunjung ke rumah keluarga Eliza sesuai dengan permintaan wanita itu, Eliza pun mengatakan kalau keluarganya sudah tahu akan kedatangan Farhat hari ini. Farhat berangkat ke alamat rumah Eliza dengan menaiki angkot, separuh tabungannya sudah hampir ludes untuk membeli bingkisan yang akan ia bawa. Jika ia menaiki taksi, maka tak akan ada lagi tabungannya. Ia ingin uang tabungan itu digunakan untuk hal yang lebih mendesak, lagipula tak ada salahnya naik angkot. Pria itu hari ini berpakaian sedikit rapi dari biasanya, ia memakai kemeja berwarna abu muda yang dulu sempat ia beli karena ingin melamar pekerjaan. Dan kini, di sinilah Farhat berada. Pria itu memandang bangunan mewah yang ada di hadapannya, ia yakin sekali kalau ini adalah rumah keluarga Eliza. "Pak Farhat, ya?" Tiba-tiba saja seorang satpam yang menunggu gerbang rumah itu menghampiri Farhat dan langsung menanyakan apakah ia yang bernama Farhat. "Iya, Pak, saya Farhat." Farhat berucap dengan sopan karena satpam di hadapannya ini lebih tua darinya. "Silakan masuk, Pak, di dalam tuan dan nyonya sudah menunggu." Farhat mengangguk, setelah mengucapkan terima kasih, Farhat berjalan semakin mendekati bangunan mewah itu. "Mas Farhat," panggil Eliza begitu gembira. Wanita itu langsung menghampiri Farhat kemudian memeluk lengan pria itu. Farhat memperhatikan penampilan Eliza yang sangat cantik hari ini, wanita itu menggunakan dress berwarna merah maroon yang semakin menonjolkan kulit putih bersihnya. "Akhirnya Mas datang juga, aku dari tadi nungguin Mas," ucap Eliza sambil mengajak Farhat menaiki anak tangga depan rumahnya. "Mas pasti datang sesuai janji Mas," ujar Farhat dengan mata yang tak lepas memandang wajah cantik Eliza. "Mas, kamu hari ini kelihatan beda banget, jadi lebih ganteng." Eliza tak malu-malu memuji Farhat secara langsung. "Kamu juga hari ini kelihatan sangat cantik." Eliza tersipu ketika Farhat memuji dirinya. Mereka berdua memasuki rumah keluarga Eliza sambil bercanda tawa. "Ma, Pa, kenalin ini Mas Farhat yang sering aku ceritain." Eliza langsung memperkenalkan Farhat pada kedua orangtuanya. "Jadi, kamu yang namanya Farhat?" tanya Pak Rendi yang tak lain adalah ayah Eliza. "Iya, Pak, perkenalkan nama saya Farhat." Farhat akan menyalami tangan Pak Rendi, tetapi pria paruh baya itu langsung menarik tangannya. Tatapannya pada Farhat seakan mencemooh penampilan Farhat yang sangat sederhana ini. "Pekerjaan kamu apa? Di mana kamu tinggal? Apa kamu bisa membahagiakan putri saya? Sejak kapan kalian berhubungan?" Padahal, Farhat belum dipersilakan duduk, tetapi ia malah langsung diberi pertanyaan seperti itu. "Pa, Ma!" teriak Eliza sedikit menegur orang tuanya. "Loh? Apa yang salah, Sayang? Papa dan mama hanya ingin tahu tentang dia saja. Apa kami salah?" Eliza akan buka suara, tetapi Farhat menahan dengan memegang lengan Eliza. "Tanpa kamu menjawab saya sudah tahu apa jawaban dari pertanyaan saya tadi, ternyata kamu punya nyali juga datang ke sini. Ingin melamar putri saya, heh!?" Pak Rendi berjalan memutari Farhat dan Eliza. "Saya sudah mencari tahu tentang kamu dan saya tidak akan pernah setuju kamu menikahi putri saya! Camkan itu baik-baik! Sekarang kamu boleh pergi!" hardik Pak Rendi sambil menunjuk pintu keluar rumahnya. "Pa!" teriak Eliza. "Ma, bawa Eliza ke dalam!" Bu Aru alias ibunya Eliza langsung menyeret putrinya ke dalam kamar. "Pria miskin tidak cocok dengan putri saya, kamu tidak selevel dengan kami," ujar Pak Rendi begitu kejam. Farhat tak dapat berkata-kata lagi, perasaannya hari ini luar biasa hancur. "Sekarang kamu pergi dari sini! Jauhi putri saya!" "B-baik, Pak, saya akan segera pergi. Terima kasih karena telah mengundang saya ke sini." Farhat menaruh bingkisan di atas meja kemudian membungkuk hormat pada Pak Rendi sebelum keluar dari rumah itu. Hatinya patah, sepatah kayu yang rapuh.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD