bc

Another You

book_age18+
812
FOLLOW
3.0K
READ
second chance
others
drama
tragedy
straight
ambitious
female lead
male lead
like
intro-logo
Blurb

Liora bangun dari komanya dan mendapati dirinya sudah menikah. Dokter mengatakan bahwa Liora mengalami amnesia disosiatif. Dia melupakan pernikahannya dan suaminya—Jean. Sulit percaya bahwa dia sudah menjadi seorang istri. Padahal seingatnya, dia adalah tipe wanita yang enggan menikah muda. Namun yang dia nikahi adalah seorang direktur perusahaan terkenal. Haruskah Liora senang dengan keberuntungannya atau menyesal karena harus melepas masa lajangnya secepat itu?

chap-preview
Free preview
Another - 1
Liora membuka matanya yang berat. Perlahan cahaya terlihat sedikit demi sedikit. Denyut hebat menyerang kepalanya, namun matanya berusaha untuk terbuka sempurna. Sampai pada akhirnya, sebuah teriakan terdengar menyapa telinganya. "Cepat panggil Dokter! Liora bangun! Liora. Ya, itu adalah namanya. Perlahan matanya mulai melihat dengan jelas, sosok Mamanya yang berdiri menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Aroma obat menusuk indera penciumannya. Ah, rumah sakit. Tunggu! rumah sakit? Kenapa dia ada di rumah sakit? Setelah dokter memeriksanya, dia langsung menepuk pelan tangan Mamanya. "Liora sudah hampir pulih total. Jangan khawatir." Amel—Mamanya itu mengangguk, kemudian langsung menghampirinya sambil menangis. "Mana yang sakit? Kamu enggak ngerasain sakit di bagian tertentu? Ayo, bilang Mama!" Liora mengerjapkan mata beberapa kalo sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya. Amel menghela napas lega. Dia mengusap kepala putrinya. "Syukurlah, kamu sudah sadar. Mama khawatir sekali karena kamu enggak bangun-bangun." Liora menggaruk alisnya. "Eung, ini aku kenapa di rumah sakit, ya?" tanya Liora dengan ekspresi kebingungan. Disaat bersamaan, seorang pria berkaca-mata memasuki ruanga rawatnya dengan tergesa-gesa. Napasnya ngos-ngosan. Keringat menghiasi dahinya. Pria itu menatap Liora dengan tatapan yang, entahlah. Amel ikut menoleh melihat pria yang baru datang itu. Liora memang sempat menatap pria itu ketika datang, tapi kemudian pandangannya ia alihkan kembali pada Amel. "Ma, aku kenapa di sini?" tanyanya lagi. Amel menatap Liora kemudian menatap pria itu lagi. Dalam hati Liora sempat merasa aneh karena Mamanya itu tidak menjawab pertanyaannya dan malah menatap pria asing itu. Pria itu melangkah maju mendekati ranjang Liora, kemudian bibir merahnya menampakkan senyum lirih. "Akhirnya, kamu sudah siuman," katanya. Liora mengernyitkan dahinya. Bukannya apa, tapi Liora agak merasa aneh mendengar perkataan itu dari orang asing. "Eng, makasih sebelumnya. Tapi, kamu siapa, ya?” Pertanyaan Liora membuat pria itu kehilangan senyumnya. Raut wajah sedih terpampang nyata. Liora semakin tidak mengerti dengan keadaan yang ia hadapi sekarang. "Kamu enggak ingat saya?" Liora bisa mendengar nada kecewa dari pertanyaan itu. "Emangnya, kita pernah kenal?" Amel meraih tangan Liora, kemudian menatap putrinya dengan tatapan terkejut. "Kamu enggak ingat dia, Nak?" "Enggak. Mungkin kita pernah ketemu beberapa kali, tapi aku enggak kenal dia. Atau aku yang lupa, ya? Memangnya dia siapa, Ma?" Amel terdiam sebentar, sebelum akhirnya berkata, "Dia Jean, suami kamu." Liora melotot, kemudian menatap pria di hadapannya itu dari atas sampai bawah, lalu menatap Amel lagi. "Lah, suami aku?" tanya Liora tidak percaya. Sejak kapan dia memiliki suami? Liora tahu betul, dia baru saja lulus kuliah. Sejak kapan dia punya pacar dan menikah? "Ah, jangan gitu, Ma. Aku tahu Mama pengin banget aku menikah. Tapi aku emang belum ada pacar, dan aku juga belum mau menikah. Mama bercandanya serem, ih!" Liora tertawa setelah mengatakannya. "Liora, Mama enggak bercanda!" Kini Liora bisa melihat wajah serius sang Mama. Dia kembali menatap pria yang katanya bermana 'Jean' itu. Liora menyipitkan matanya. Tubuh tinggi, tidak terlalu kurus, dan hidung mancung. Wajahnya memang tampan, mungkin akan lebih tampan jika kacamata itu disingkirkan. Jika Liora tebak, mungkin pria itu dua atau tiga tahun lebih tua darinya. Ya, memang masih sangat muda. Liora kemudian bergidik ngeri. Bagaimana bisa pria setampan itu menjadi suaminya? "Liora, saya suamimu," katanya. Satu detik, dua detik, sebuah tawa terdengar keras. Liora tertawa lepas bahkan sampai mengeluarkan air mata. "Mas nya kalo bercanda suka bikin ketawa, ih! Saya masih muda, masih gadis gini, yakali punya suami. Ma, ini kalian lagi bikin surprise ya? Emang sekarang tanggal berapa? Ulang tahun aku hari ini?" Amel menghela napas pelan. "Kamu tadi tanya kenapa kamu ada di rumah sakit, kan? Kamu kecelakaan dua bulan lalu. Dan kamu mengalami koma setelahnya. Kamu enggak ingat?" Liora menghentikan tawanya. Wanita itu kemudian menelan ludah. Sepertinya suasana yang dia rasakan saat ini bukanlah candaan. Melihat dari ekspresi Mamanya dan Pria bernama Jean itu. "Aku kecelakaan? Aku enggak ingat." Jean yang mendengar itu langsung merasakan sakit di hatinya. Harusnya dia senang karena Liora tidak mengingat apapun. Namun entah kenapa dia merasa sangat-sangat terluka, seolah ia tidak terima jika Liora melupakannya. Tidak apa jika melupakan hal buruk yang terjadi pada mereka berdua, tapi Jean tidak rela jika kenangan indah mereka juga. Jean tersenyum. "Enggak apa-apa. Kamu bisa pelan-pelan mengingatnya." Amel berdiri menghampiri Jean, kemudian menepuk pelan bahu menantunya itu. "Sepertinya ada masalah sama ingatan Liora." Jean terdiam tanpa suara. *** "Amnesia disosiatif," perjelas dokter ketika mengetahui apa yang terjadi pada Liora. "Amnesia disosiatif?" "Ya. Amnesia itu memang beda dari amnesia biasa. Biasanya pasien akan lupa pada satu hal tertentu yang berhubungan dengan trauma psikologisnya atau bisa juga hal-hal lain secara acak. Ingatannya jelas masih ada, hanya saja dia tidak bisa mengingat itu. Kita bisa melakukan psikoterapi untuk membantunya mengingat.” Amel menatap Jean. “Yang penting kita tahu kalo Liora enggak kenapa-napa. Selebihnya, Mama serahkan ke kamu, Jean.” Jean mengangguk. Setelah mengetahui apa yang terjadi pada ingatan Liora, Jean kembali ke kamar rawat istrinya itu. Langkahnya terhenti mendengar suara tawa yang berasal dari dalam. Jean mengintip dari celah pintu, melihat Liora sedang tertawa dengan dua temannya yang mengunjunginya hari ini. Dia yang mengabari Hellen dan Fania semalam. Melihat tawa Liora membuat Jean meneteskan air mata. “Sudah lama saya enggak lihat tawa itu. Maaf, Liora,” gumamnya lalu mengusap air matanya dengan punggung tangan. “Lo tahu enggak, Ra? Waktu dengar lo kecelakaan, itu kali pertamanya kita dengar kabar lo lagi setelah kita ketemu tiga bulan lalu. Lo menghilang kaya ditelan bumi. Enggak ada kabar sama sekali. Kita mau nanya ke nyokap lo tapi enggak enak nanyanya, jadi, ya, kita pasrah aja nunggu lo sadar diri dan kabarin duluan. Eh, pas dapet kabar, lo nya malah koma,” cerita Fania. Liora menghela napas pelan. “Jadi gue emang beneran udah nikah, ya?” Fiona dan Hellen mengernyit. “Lah, ya iya lo udah nikah. Lo nikah enam bulan lalu.” Liora menggaruk kepalanya.”Tapi, kenapa gue engak ingat sama sekali?” Fiona dan Hellen saling tatap, merasa ada yang salah dengan temannya itu. “Lo beneran enggak ingat udah menikah?” Liora menggelengkan kepalanya. “Enggak.” “Lo enggak ingat punya suami seganteng dan sekeren Kak Jean?” “Enggak,” jawabnya lagi. “Lo serius, Ra?” “Terus muka gue dari tadi kelihatannya lagi bercanda gitu?” “Ya, enggak, sih.” “Gue beneran enggak tahu kalo gue udah menikah sama kak siapa tadi? Kak Jean? Kak Jean ini siapa, deh? Kalian akrab banget manggilnya ‘Kak’.” Fania mengangguk pelan. “Len, dia kayaknya emang beneran lupa. Waktu kecelakaan mungkin kepalanya kebentur beban dunia.” Hellen mendekatkan wajahnya ke arah Liora. “Tapi lo ingat kita, kan?” “Ya, kalo enggak ingt, gue enggak akan ngomong seakrab ini sama kalian. Meskipun, gue Cuma ingat terakhir kali kita ketemu pas jalan-jalan ke puncak setelah wisuda.” Hellen melongo. “Lo beneran lupa kayaknya. Kak Jean itu kating kita waktu kuliah, Ra. Waktu kita mahasiswa baru, dia mahasiswa akhir. Lo sempat dekat, kok, sama dia. Kalian satu organisasi waktu itu,” jelas Hellen. “Iyakah? Memangnya gue pernah ikut organisasi?” Hellen menghela napas panjang. “Ini kalo gue ceritain, bakalan jadi novel, sih. Ya, pokoknya lo sama Kak Jean saling kenal, kok. Lagian, kok, lo bisa, sih, lupa sama dia, tapi sama yang lain enggak?” Liora terdiam. Benar juga. Kenapa dia hanya melupakan hal yang berkaitan dengan Jean?. “Oke, berhubung gue enggak ingat, bisa kasih tahu gue kenapa gue nikah sama Kak Jean? Secara, gue anti banget nikah muda. Dari yang gue lihat ini masih tahun 2021. Berarti kita baru lulus kuliah satu tahun lalu, kan?” “Eng, kalo itu biar suami lo aja, deh, yang cerita.” “Loh, kenapa?” “Ya, karena dia yang berhak, sih, kata gue. Ya pokoknya intinya lo udah menikah.” Liora mendengkus sebal. Dia masih belum menerima kenyataan bahwa dia sudah menikah. Tentu saja itu seperti hal mustahil untuknya. Dia tahu dirinya dengan baik. Tidak mungkin dia menikah secapat ini jika bukan karena satu hal yang enggak bisa dia hindari. “Ah, masa bodo, deh. Kepala gue sakit kalau coba ingat.” “Makanya, enggak usah diingat. Lanjutkan hidup lo dengan Liora versi terbaru. Ya enggak, Len?”  Hellen mengangguk singkat. “Ya udah, kita Cuma mau tahu keadaan lo aja. Ternyata lo masih waras, walaupun lupa ingatan. Itu udah cukup buat kita.” Liora mengangguk. “Makasih, udah jenguk gue. “Sama-sama, Ra. Ya udah, kita pulang, ya. Nanti kalo lo udah di rumah, kabarin. Kita main lagi.” Liora mengacungkan jempolnya. Kedua temannya itu tersenyum, kemudian berjalan meninggalkan Liora yang masih berbaring di ranjang. Ketika Fania dan Hellen keluar dari sana, mereka melihat Jean yang berdiri menyandar tembok. Hellen langsung melangkah maju dengan amarah di wajahnya. Jika saja Fania tidak menahan wanita itu, mungkin Jean sudah menerima tamparan maut Hellen. “Kalo bukan karena Liora,” Hellen menunjuk wajah Jean dengan mata penuh kebencian, “gue enggak sudi bantu lo!” “Len, udah. Lo udah janji enggak akan gini lagi,” bisik Fania mencoba menenangkan temannya. Jean menundukkan kepalanya, tidak berani menatap kedua teman Liora itu. Hanya satu kata yang bisa ia ucapkan saat itu, “Maaf.” “Gue enggak tahu, ya, Kak, apakah memberi lo kesempatan sekali lagi adalah hal yang benar atau enggak. Tapi kalo sampai gue ngelihat Liora seperti waktu itu, lo harus mati, sih, kata gue.” Perkataan Hellen barusan mampu membungkam Jean. Dia tidak berani membantahnya. Dia sudah tidak tahu lagi harus berbuat seperti apa. Dia hanya mencoba memperbaiki semua yang dia hancurkan. Dengan Hellen dan Fania yang bersedia membantunya saja, dia sudah sangat bersyukur. Ya, membantunya dalam berakting bahwa tidak ada yang terjadi sebelumnya. Membantu untuk tutup mulut dan membuat Liora tidak mengingat hal itu. Fania dan Hellen sudah tahu sebelumnya jika sesuatu terjadi pada ingatan Liora. Jean yang memberitahunya sebelum dia memastikannya dengan dokter beberapa saat lalu. “Len, udah. Percuma lo marah sama Kak Jean. Dia udah kaya mayat hidup gini. Enggak kasihan lo?” kata Fania yang memasang wajah kasihannya, melihat wajah pucat Jean. Sepertinya pria itu sangat lelah. “Lo lebih kasihan sama dia dibandingkan sama teman lo yang hampir mati?” “Ya, enggak gitu maksud gue. Tapi timing nya enggak pas. Lagian ini masih di depan kamar Liora. Kita pulang aja, yuk.” Akhirnya Hellen mengangguk. Dia menatap sinis ke arah Jean sekali lagi sebelum akhrnya benar-benar pergi meninggalkan pria itu. Jean melepas kacamatanya, kemudian mengusap wajahnya kasar. 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
101.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.6K
bc

My Secret Little Wife

read
96.4K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook