Bab 3

1107 Words
Malika menutup matanya, mengarahkan wajahnya ke depan. Rahangnya mendongak ke atas dengan sombongnya. Telinganya aktif mendengar suara pintu ruangan pengangkat berbunyi dan terbuka. Sepatu pantofel terdengar menabrak lantai tanpa takut, menghentak kuat, tapi lama kelamaan melemah saat jaraknya tak lagi jauh dari dirinya, langkah kaki itu mengarah padanya dan berakhir di hadapan Malika. Bisa dihirupnya aroma tubuh pria tersebut yang sangat khas bergamout dan kayu-kayuan. Malika mengayun lembut matanya, melihat dengan jelas pria perkasa dengan tubuh berotot keras dan bidang yang lebar itu menatap ke arahnya tanpa senyuman. Malika harus memancingnya dengan tarikan sudut yang meninggi, tersimpul manis menyapanya. “Hai, Pak Nazmi,” sapanya. “Hai, Thara! Kau sudah tau permainannya?” tanya Nazmi. “Ya, aku berlaku sebagai kekasihmu, membuat wanita yang dijodohkan denganmu merasa tidak ada harapan dan kau memintanya untuk tidak lagi mendekatimu,” jawabnya dengan senyuman tipis. Nazmi mengangguk. “Pintar.” Pria itu menatap tubuhku dari atas ke bawah. “Jangan terlalu dipandang, kau bisa jatuh cinta,” ucap Malika tertawa kecil. Pria itu pun mendengus kecil. “Aku tidak bisa mencintai, tapi aku hanya mampu menikmati.” Malika memutar matanya, Nazmi mendelik menatap ke arahnya. “Kau baru saja memutar matamu,” katanya. “Oops, aku lupa. Maaf, Pak Nazmi!” “Kau akan dapat hukuman atas sikapmu.” “Oh, ayo lah! Kenapa kau selalu ingin menghukumku?” “Karena kau memang pantas mendapatkannya.” Nazmi mengajaknya segera pergi ke restoran yang ada di hotel ini. Malika mengikutinya di belakang, Nazmi menjulurkan tangannya, segera Malika menyambutnya dengan berlari kecil agar dia dan pria itu jalan berdampingan. Tak segan tangannya melingkar di pinggang Malika. Sesekali meremas pinggangnya sampai wanita itu mendesis kecil. Nazmi tersenyum mendengarnya. “Kau boneka manisku.” “Hmm, kau bos galakku!” sahutnya tertawa ringan. Nazmi menekan tombol ruangan pengangkat dan menunggu sampai pintunya terbuka. Dia memperhatikan Malika dari sampingnya, wanita itu sadar kalau matanya terus mengawasi, tapi pura-pura tidak tahu. Ting! Begitu pintu lift terbuka, Nazmi langsung mengajaknya masuk dan menekan tombol lantai 20. Malika di hempas ke dinding dan pria itu langsung meraup bibirnya yang telah memanggil sejak tadi. Mereka adalah klien bisnis yang romantis. Tidak ada alasan Malika menolak serangan panas Nazmi yang mampu membuat pipinya memerah alami. Suhu tubuhnya pun ikut naik karena permainan manis darinya. “Kenapa aku membelikanmu gaun ini,” katanya menggerutu sendiri. “Haha, kau salah pilih malam ini, leherku tidak bisa kau nikmati.” “Ck, perancang itu tidak akan kupakai lagi,” decaknya kesal, lalu memperbaiki posisi dan bajunya. “Dia tidak salah, harusnya kau yang lebih teliti sebelum membeli.” Malika tertawa kemudian menata kembali kerahnya yang terangkat karena cengkraman jarinya tadi. Mereka tidak lagi sendiri di dalam lift, ada penumpang lain yang naik dari lantai 10. Malika melihat wajahnya dari dinding ruangan, riasannya tidak bergeser sedikit pun meski bibir Nazmi telah menangkup seluruh miliknya. Dia berjanji tidak akan pernah mengganti jenis bedak yang dipakainya malam ini. Sesampainya mereka di restoran. Nazmi segera menghampiri seorang wanita yang telah menunggu di dalam. Malika tidak mengikutinya sebelum menerima perintah selanjutnya. Malika tetap berdiri di luar sambil memperhatikan ponselnya, mengecek beberapa pesan dan surel. Dia berharap diterima di perusahaan yang sudah dilamarnya beberapa hari yang lalu, tapi tampaknya belum ada tanda-tanda hal tersebut. Pesan masuk dari Nazmi, dia akan segera berakting di depan wanita itu. Malika berjalan dengan lemah gemulai bak putri kerajaan yang hanya mengarahkan tatapannya langsung ke meja kanan, tempat Nazmi dan seorang wanita duduk. Malika mengakui bahwa dia sangat cantik, heran juga kalau pria itu menolak wanita secantik dia. Malika harus kembali ke aktingnya, dia merangkul Nazmi dan menciumnya tepat di depan wanita itu. "Hai, Sayang!" sapa Nazmi. "Halo, cinta!" sahut Malika dengan senyuman termanis. “Kamu sedang bersama dengan siapa?” tanya Malika. “Kenalkan, dia Nona Winston, putri pemilik perusahaan Tenopati!” jawab Nazmi. “Wah, itu sangat luar biasa.” “Ya, kau benar. Hal itu yang membuat mamaku sangat menginginkan aku bersamanya.” “Mmh,” sahut Malika mengangguk lambat. “Lalu, kau ingin kita putus?” tanyanya. “Tentu tidak, aku akan memperkenalkanmu padanya.” Nazmi meminta mereka saling berkenalan. Malika pun berdiri, tersenyum manis, meluruskan lengan kanannya untuk berjabatan. “Malika Thara!” ucapnya. “Winston Nethania,” sahut wanita itu tersenyum manis. Nazmi ikut berdiri dan menambahkan pembicaraan. “Dia adalah kekasihku, Malika!” ucapnya. Winston sangat kaget dan merasa membuang waktunya bertemu dengan Nazmi, pria yang dijodohkan padanya dan ternyata sudah punya kekasih. Wanita itu berdehem kemudian berpura-pura melihat jam tangannya. “Sepertinya saya harus pergi, ada urusan ke Kanada.” “Oh, kalau begitu, baiklah senang berkenalan dengan Anda. Saya doakan agar perjalanan Anda menyenangkan.” “Ya, terima kasih! Senang berkenalan dengan kalian juga.” Wajah wanita itu berubah kecut, tampak kecewa dan pergi dengan cepat. Malika tersenyum, menatap ke arah wanita itu. Terkadang dia merasa bersalah pada mereka dengan membohonginya. “Kau melihat apa?” tanya Nazmi. “Dia cantik,” jawab Malika menyipitkan mata. “Haha, tidak ada wanita cantik di dunia ini, yang ada wanita penguasa harta berkedok cantik.” “Oh, Nazmi! Kau terlalu dangkal memahami wanita.” “Oya, seperti kau, bukannya kau menemaniku di sini karena uang?” tanyanya. “Huft, nenekku sakit. Aku butuh dana, kau bisa meminjamkannya?” Nazmi menggeleng. “Aku yakin kau tidak akan bisa membayarnya.” “Ayo lah, beri aku waktu untuk membayarnya. Aku janji akan mencicilnya.” Nazmi tersenyum lalu tertawa kecil. “Kau masih ada hutang padaku karena memecahkan barang berhargaku.” Malika manyun, menundukkan kepala dan terdiam dengan posisi tersebut. “Bantu aku, akan kulakukan apa pun yang kau perintahkan.” Nazmi geleng kepala. “Kau cari saja pria lain untuk memerintahmu. Jangan aku.” “Kenapa?” “Kau bisa jatuh cinta padaku, dan aku tidak mau itu terjadi.” “Jadi, kau tidak bisa meminjamkan uangmu padaku? Nenekku harus dioperasi.” Nazmi menggeleng, “Aku hanya akan membayar uang malam ini saja.” “Apa cukup untuk membayar hutangku yang kemarin?” tanya Malika. “Ya, lebih 2 juta.” “Baik lah, aku terima. Transfer sisanya, baju ini akan aku pulangkan ke perusahaanmu besok!” ujarnya berdiri dan meninggalkan Nazmi, tidak punya kesempatan sedikitpun untuk merayunya. Pria itu telah mematahkan harapan Malika. Wanita itu pun pulang dengan perasaan sedih. Malika masuk ke dalam ruangan pengangkat, pintu pun mulai tertutup. Malika mendengar suara tapak sepatu yang berlarian menuju ruangan yang sama, tangannya spontan menekan tombol membuka pintu agar orang itu punya waktu untuk mengejar. Panggilan resmi pada Nazmi hanya akan keluar saat Malika merasa canggung, begitu sudah dekat dan bertemu lama, maka mereka lebih senang memanggil nama masing-masing.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD