01 - Misi Sally

2405 Words
Cerita baru yang ala-ala dan mainstream pokoknya! NOTE : JANGAN LUPA TINGGALIN JEJAK KALIAN DI BAB INI. JANGAN BERANI MENCOPAS, MENJUAL CERITA INI DALAM BENTUK APA PUN!! CERITA INI SUDAH BERBADAN HUKUM YANG JELAS, KALIAN BISA DITUNTUT! ******     Semua mata tertuju pada seorang wanita berambut cokelat, bermata hijau cerah, memiliki hidung mancung dan kulit putih yang sedang melangkahkan kakinya menuju salah satu tempat duduk. Dengan tinggi 173cm, tentu saja membuat wanita itu terlihat sangat proposional tubuhnya. Tuhan memberikan kesempurnaan fisik yang luar biasa pada seorang wanita bernama Sally Beatrice. Semua orang yang tidak mengenalnya, pasti akan mengatakan jika Sally adalah seorang supermodel, tetapi nyatanya ia hanya seorang mahasiswi di salah satu kampus ternama di Inggris. Sally begitu populer di kampusnya, bahkan ia memiliki julukan Queen. Hampir semua pria normal di kampusnya mengagungkan sosok Sally Beatrice, bahkan 50% dari populasi pria di kampusnya yang sudah mengutarakan perasaan padanya dan berakhir ditolak begitu saja. Sally memasang standar begitu tinggi untuk menjadi kekasihnya. Puluhan pria kaya raya di kampusnya dianggap tidak memenuhi syarat yang ia cari untuk dijadikan kekasih. Maka dari itu, Sally tidak pernah memiliki satu pun mantan kekasih. Standar pria yang Sally cari adalah pria yang memiliki kekayaan lebih banyak dari ayahnya. Tentu saja, pria yang hanya memiliki satu jet pribadi, atau hanya CEO perusahaan biasa memilih mundur teratur untuk mendekati wanita itu. “Sally! Tunggu!” Suara seorang pria menghentikan langkah kaki Sally. Wanita cantik itu menoleh dan melipat kedua tangan di depan d**a, memandang dari ujung kaki ke ujung kepala pria yang memanggilnya. Ekspresi di wajah Sally sangat tidak terbaca. Tatapannya tajam dan bibirnya berada di satu garis lurus. “Apa kau punya waktu nanti malam? Aku ingin mengajakmu berpesta. Bugatti Divo yang akan mengantarmu bersenang-senang. Kau berminat?” Pria bernama Matt mencoba menawarkan sesuatu yang menarik pada Sally. Sally menarik ujung bibirnya ke atas menatap penuh minat pada Matt. “Hypercar senilai $6 juta? Cukup mengesankan.” Sally melangkahkan kaki mendekat ke arah Matt membuat senyum pria itu semakin lebar. Matt adalah salah satu anak pemain sepak bola legendaris. “Aku akan menjemputmu pukul 21.00. Kita akan bersenang-senang. Aku sudah mempersiapkan alkohol mahal dan juga kamar hotel dengan kamar super fantastik untukmu. Bukankah hanya aku yang bisa memberikan semua itu untuk menyenangkanmu. Kita bisa menghabiskan malam panas berdua,” kata Matt penuh percaya diri. Sally terkekeh mendengar ucapan Matt. Wanita cantik itu berdiri tepat di depan Matt. Kedua lubang hidung Matt tentu bisa mencium aroma parfum Hermes 24 Faunbourg seharga $1500 salah satu koleksi limited edition yang hanya tersedia 1000 botol yang dipakai oleh Sally. Tangan mulus berjari panjang milik Sally berada di pundak Matt. Seringai kecil muncul di wajah Sally, sebagian besar teman kampus mereka memperhatikan interaksi keduanya. Tidak sedikit yang mengangkat ponsel mereka, menantikan momen apa yang akan terjadi kali ini pada pria yang mencoba mendekati Sally. Matt mengelus pipi Sally dengan pelan dan lembut. Matt merasa di atas angin. “Bugatti mu sungguh memikat hatiku, Matt. Tawaran alkohol mahal, kamar hotel super mewah dan malam panas tidak berlaku untukku dan kau tahu—itu sangat menjijikkan.” Sally mendorong bahu Matt dengan telunjuknya. Wanita itu menatap Matt dengan tatapan merendahkan. “Kau—pria berengsek!” Satu tamparan mendarat di wajah Matt dihadiahkan oleh Sally. Wanita cantik itu menggosok telapak tangannya lalu berputar kembali melangkah menuju tujuannya. Sungguh kehadiran Matt sangat membuang waktu berharganya. Para pria itu tidak pernah belajar dari pengalaman. Sally mengangkat dagunya tinggi melewati para mahasiswa yang menatapnya dengan berbagai ekspresi, tetapi tidak satu pun yang dipedulikan wanita itu. Sally hanya memiliki satu teman di kampusnya, dan mereka bahkan mendapatkan julukan Double Queen. “Dasar pria bodoh sialan, kau pikir aku wanita jalang! Wajah pas-pasan dan hanya memiliki Bugatti Divo, beraninya mendekatiku. Stupid!” Sally bermonolog.   *****   Seorang gadis cantik berambut panjang terlihat berjalan tergesa-gesa untuk menemui sahabatnya. Senyum merekah sempurna di wajah cantik gadis berpipi chubby bernama Felicity Jolicia. Gadis yang kerap dipanggil Feli begitu bahagia, ketika orang yang ia cari, akhirnya ia temui. Feli berjalan mengendap-endap lalu menepuk pundak Sally membuat Sally mengeluarkan sumpah serapahnya jika tidak dengan cepat menyadari jika itu semua perbuatan Feli. Sally akhirnya hanya mendengkus kesal dan memandang sinis pada Feli yang terkekeh seolah tidak merasa bersalah sama sekali. Sally dan Feli memiliki perbedaan yang kontras dalam sikap dan perilaku. Sally terkenal lebih tegas, arogan, dan begitu peka. Berbanding terbalik dengan Feli yang lebih santai, ramah dan juga cukup lambat dalam merespon sesuatu. “Kau—kenapa kau selalu mengejutkanku? Bagaimana jika aku terserang penyakit jantung. Aku akan mati di tempat dan kau kehilangan sahabat sepertiku,” gerutu Sally. Feli meringis, menampilkan deretan gigi putih nan rapinya pada Sally. “Maafkan aku. Kau terlihat sangat serius. Untuk itu aku mengejutkanmu agar otot-ototmu mengendur sejenak.” Feli mengatupkan kedua telapak tangan di depan d**a sebagai permohonan maafnya pada Sally dan Sally hanya mengembuskan napas menanggapinya. “Dengar! Aku punya beberapa hal penting yang harus kuberitahu padamu,” kata Feli dengan wajah serius. Sally memicingkan matanya menatap lekat Feli. “Hal penting apa?” tanya Sally penasaran. Feli terlihat menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan sembari membenahi letak rambutnya. “Persiapkan dirimu saat mendengar apa yang aku katakan nanti.” Feli memberi peringatan pada Sally membuat gadis itu semakin was-was. “Zena, si wanita ular—membeli sebuah pulau,” ucap Feli hati-hati. Kedua bola mata Sally terbelalak, napasnya tiba-tiba memburu lalu terdengar umpatan ke luar dari mulutnya. “What the f**k!” “Wanita itu membeli pulau? P-U-L-A-U? Dia pasti mendengar pembicaraan kita? s**t! Bagaimana mungkin aku kalah cepat dengan wanita sialan itu!” Sally mengepalkan kedua telapak tangannya menunjukkan kekesalannya. Feli mengangguk lalu menggelengkan kepala seakan memberi jawaban atas ucapan Sally. “Aku juga berpikir demikian. Wanita ular itu selalu menjadi bayangan. Apa yang kita inginkan, dia juga berusaha menyamakannya,” gerutu Feli. “Tidak! Aku tidak akan membiarkannya. Aku tidak mau berada satu level di bawah Zena. Itu tidak boleh terjadi. Aku akan membujuk daddy untuk membelikanku pulau saat ini juga. Aku tidak ingin kalah dari Zena.” Sally mengepalkan kedua telapak tangannya penuh kemarahan. “Kau yakin, daddymu akan membelikannya dalam waktu dekat? Kau lupa—kau baru saja membeli Buggati Veyron by Mansory Vivere? Party tiga hari lalu menghabiskan jutaan dolar karena kau memanggil The Chainsmokes.” Feli menyebutkan semua yang telah Sally lakukan dalam bulan ini. Wanita cantik itu menelan saliva susah payah, sikapnya mendadak gugup salah tingkah. “Kau benar. Bulan ini aku sudah menghabiskan sangat banyak uang. Aku sendiri sepertinya tidak yakin jika daddy akan mengabulkan permintaanku kali ini, tapi—aku akan tetap mencobanya.” Sally berkata lirih. Feli menepuk pundak Sally memberinya semangat. “Aku membantumu lewat doa. Semoga daddy Peter mengabulkan permintaan gilamu kali ini.” Sally mencebikkan bibir mendengar kata-kata sahabat karibnya itu. “Wait! Bukan hanya aku yang sedang dalam keadaan darurat. Kau juga, Feli!” Sally menatap Feli lekat. Feli mengerutkan dahi dalam, tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Sally. “Selena baru saja membeli private jet limited edition yang kau incar beberapa bulan lalu. Aku mendengarnya saat wanita sialan itu memamerkannya di kelas tadi,” ucap Sally. “What?! Selena membeli private jet yang aku incar?” pekik Feli histeris.  Sally mengangguk. "Astaga! Berengsek! Berani-beraninya dia mendahuluiku. Aku tidak rela. Aku harus memilikinya juga," geram Feli. Sally mengangguk antusias sebagai bentuk dukungan. “Kita tidak boleh tinggal diam. Kita harus segera bertindak. Aku tidak ingin kita berada di bawah mereka. Tidak boleh ada yang menggeser posisi double Queen kampus ini. Siapa pun itu—harus aku lengserkan.” Sally berucap penuh tekad. "Benar. Tidak ada yang boleh berada satu level di atas kita di kampus ini. Apalagi dua wanita sialan itu, si Ular Zena dan si b***h Selena, wanita photokopi kehidupan kita. Aku tidak rela mereka memiliki apa yang tidak aku miliki," geram Feli. "Aku setuju. Double Queen di kampus ini hanya dua, Sally Beatrice dan Felicity Jolicia—yang lain hanya dayang-dayang yang tidak penting," ucap Sally angkuh.   ******   Sally Beatrice James, anak semata wayang dari pasangan salah satu Triliuner Inggris bernama Peter James dan Liza Mombebe. Dilahirkan di dalam keluarga yang berlimpah harta, Sally tumbuh menjadi gadis manja, angkuh, dan keras kepala. Kehidupan remajanya hanya melakukan kegiatan belanjan barang branded limited edition, berpesta dan berjalan-jalan keliling dunia. Akan tetapi, banyak sekali fakta yang menarik yang bisa ditemukan pada diri gadis berusia dua puluh satu tahun itu. Meskipun Sally sangat suka berpesta, berjoget di tengah ramainya manusia, ia sama sekali tidak menyukai alkohol. Saat berpesta, Sally hanya akan meminum minuman bersoda atau strawberry milkshake. Di sepanjang usianya yang sudah menginjak dua puluh satu tahun juga, Sally sama sekali tidak pernah berpacaran. Standar pria idamannya begitu tinggi sehingga tidak ada satu pun yang berhasil masuk ke dalam list pria incarannya. Selama ada daddynya, Sally tidak membutuhkan pria lain dalam hidupnya. Satu fakta lainnya yang wajib diulas adalah Sally tidak pernah berhubungan seks layaknya remaja bebas di Inggris lainnya. Bahkan bisa dikatakan, Sally sangat polos mengenai hal itu karena ia tidak pernah dekat dan tertarik dengan pria mana pun.   *****   Suara sapaan Sally menghentikan suapan yang sedang dilakukan Peter dan juga Liza. Liza menaikkan sebelah alisnya melihat apa yang ada di tangan anak gadis semata wayangnya. Tiga paper bag dengan tiga merek toko terkenal, yaitu Victoria Secret, Gucci dan Channel. "Mommy!" Sally memeluk manja Liza sambil melemparkan ketiga paper bag di tangannya ke lantai secara sengaja. Dengan sigap, beberapa maid memunguti dan memegangi paperbag itu, berjajar berdiri tidak jauh dari meja makan. "Apa lagi yang kau belanjakan kali ini?" tanya Liza pada Sally. Gadis itu memasang cengiran lebar pada Liza. "Aku hanya membeli beberapa underwear, T-shirt. Tidak mahal, hanya menghabiskan beberapa ratus ribu dolar," jawab Sally santai. Liza menggelengkan kepala, sulit sekali untuk memarahi gadis itu. Akhirnya, Liza hanya mengelus lembut puncak kepala Sally. Ekspresi Sally berubah seperkian detik menjadi muram saat ia berjalan menuju kursi Daddy nya, Peter. Sally melingkarkan kedua lengannya pada leher Peter dan menyandarkan dagu di pundak Daddy nya. "Sepertinya, aku mencium aroma godaan lagi kali ini," sindir Peter dan Liza tersenyum mendengarnya. "Daddy ... You know me so well," ucap Sally lalu mengecup pipi kanan Peter. "Apa lagi kali ini?" tanya Peter to the point. "Daddy, aku menginginkan pulau pribadi beserta fasilitasnya," ucap Sally tanpa ragu. "Apa!" pekik Peter dan Liza bersamaan. “Pulau? Aku tidak salah dengar ‘kan, Babe?” Liza mengkonfirmasi ulang pada suaminya, Peter. Sally mengangguk antusias. “Pulau di sekitar Maldive, cukup menarik. Atau di tempat lain, boleh juga. Aku akan memilihnya dengan baik nanti,” kata Sally enteng. “Pulau di sekitar Maldive? Apa kau bercanda, Sally?” Nada bertanya Liza mulai meninggi. Sally mengangguk dengan kedua mata penuh harap. "Aku serius, Mom." Sally menjawab tanpa ragu. "Oh, astaga. Kau tahu, harga pulau di sana bisa puluhan juta dolar. Kau baru saja membeli salah satu mobil termahal di dunia beberapa minggu lalu," omel Liza sambil mengurut dahinya yang mendadak pusing. "Mom, tapi aku sangat menginginkannya," rengek Sally. "Tidak!" jawab Liza tegas. Sally merengek pada Peter yang tidak mungkin, tidak mengabulkan permintaannya. "Dad ... Kau pasti mengabulkannya ‘kan?" tanya Sally pada Peter dengan memasang wajah memelas. Peter berdeham tanpa ekspresi di wajahnya. "Kapan kau mulai libur kuliah?" tanya Peter serius. Senyuman lebar terbit di wajah cantik Sally seakan ada angin surga ketika mendengar pertanyaan Peter dan Liza melotot tajam pada suaminya itu. "Dua minggu lagi. Aku akan memulai Summer Holiday. Apa kita akan pergi untuk mensurvei pulau?" ucap Sally antusias. "Dua minggu lagi? Hmm—persiapkan saja dirimu," kata Peter. Sally melompat girang sambil menari-nari begitu bahagia. Liza melemparkan tatapan sinis nan tajam pada suaminya. "Apa yang kau lakukan? Harga pulau di sana begitu mahal, Babe!" protes Liza pada Peter. "Daddy, jangan dengarkan Mommy!" seru Sally. Liza melirik tajam ke arah Sally. Liza tidak suka jika Peter selalu menuruti apa pun permintaan anaknya itu, apalagi permintaan yang harganya tidak masuk akal. Peter memberi isyarat pada Liza untuk tetap tenang dengan sorot mata teduh dan kode tangannya. "Sally, kemari. Duduk di sini." Peter memanggil Sally dan menyuruhnya duduk di kursi yang berada di sebelah kanannya yang berhadapan langsung dengan Liza. "Kau ingin pulau di Kepulauan Maladewa?" tanya Peter dan Sally mengangguk semangat. "Baiklah. Daddy akan mengabulkan permintaanmu," ucap Peter dan Sally tersenyum lebar. "Akan tetapi, dengan syarat kau bisa melewati misi yang Daddy berikan," kata Peter tenang. Sally mengerutkan keningnya dalam. "Misi?" beo Sally. "Ya. Kau harus menjalankan dan melewati misi yang Daddy berikan. Jika kau berhasil, apa pun permintaanmu, Daddy janji akan mengabulkannya. Apa pun!" ucap Peter serius. "Katakan misi apa yang harus aku lakukan? Aku yakin bisa melewati dan memenangkannya," kata Sally pongah. Peter menautkan kedua telapak tangannya dan menaruh dagu di atasnya. Peter menatap Sally lekat. Mengamati dengan saksama ekspresi wajah Sally yang terlihat tegang bercampur penasaran menunggu penjelasan Peter. "Misinya sangat mudah. Selama satu bulan kau harus menjadi seorang maid di rumah orang yang tidak kau kenal, tanpa semua fasilitas yang Daddy biasa berikan padamu. Bagaimana? Kau sanggup menjalankan misi ini?" jelas Peter tenang dan sambil tersenyum miring menatap anak gadisnya yang terperangah mendengar ucapannya. "Apa! Menjadi Maid? Tanpa fasilitas? Tidak mungkin. Persyaratanmu sangat gila, Dad!” pekik Sally frustasi. "Apa kau mau membunuhku, Dad? Bagaimana mungkin kau menyuruh anak semata wayangmu yang cantik, mulus dan berpendidikan tinggi ini menjadi seorang maid? Tidak masuk akal semua ini." Sally menumpahkan emosinya. "Whatever. Kau tinggal pilih. Lupakan mimpimu untuk punya pulau atau lakukan misi itu dan kau akan mendapatkan semuanya," kata Peter santai. Liza bungkam. Wanita itu sama sekali tidak berminat pada obrolan tidak masuk akal antara anak dan ayah itu. Sally sendiri duduk diam sambil mengurut pelipisnya yang mendadak pening. Situasi itu bagai buah simalakama bagi Sally. Jika tidak diterima ia akan dipecundangi oleh wanita ular di kampusnya, tapi jika diterima ia harus jadi seorang maid. ‘Mengerikan sekali harus menjadi babu orang lain. Misi yang daddy berikan sungguh sialan sekali,’ pikir Sally. Akan tetapi, Sally tidak ingin harga dirinya di kampus tercoreng karena kalah saing dengan Zena. Sally berpikir keras lalu mengembuskan napas beratnya. "Baik. Aku terima tantangan Daddy. Aku pasti akan memenangkan misi itu," ucap Sally tegas dan segera melangkah meninggalkan kedua orang tuanya untuk masuk ke dalam kamar tanpa makan malam. Peter tersenyum miring, sedangkan Liza hanya menggeleng tidak habis pikir.   ***** JANGAN LUPA FOLLOW AKUN BEBBYSHIN. Cek visual mereka di akun instagraam : AKUBEBBYSHIN. THANK YOU  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD