02-Sally Murka

1574 Words
 Update Ms Hedon dong yah!  Gimana nih? Nagih gak sih cerita baru Shin ini?  Harusnya sih nagih, soalnya dah banyak dikasih micin Kuy... Baca pelan-pelan, resapin, tap LOVE masukin library terus komen deh isinya ❤️ Gitu yah tata cara bacanya Happy Reading Bebeb2cu ❤️ JANGAN LUPA TINGGALIN JEJAK KALIAN DI BAB INI. JANGAN BERANI MENCOPAS, MENJUAL CERITA INI DALAM BENTUK APA PUN!! CERITA INI SUDAH BERBADAN HUKUM YANG JELAS, KALIAN BISA DITUNTUT! ******   Sally menghamburkan semua barang-barang yang ada di dalam kamarnya. Ia membanting boneka-boneka mahalnya ke lantai untuk melampiaskan kekesalannya. Peter begitu tega memberikan misi gila itu padanya hanya karena sebuah pulau. Sally bahkan yakin, uang Peter tidak akan habis hanya karena membeli sebuah pulau. "Aaarrgh! Menyebalkan, sialan!" umpat Sally. "Maid? Aku harus menjadi maid selama satu bulan? Oh, yang benar saja. Orang akan memerintahku semaunya?" Sally mengacak rambutnya frustasi. "Aku benci diperintah orang lain dan Daddy malah memberiku misi untuk menjadi maid. Ya Tuhan, kenapa orang tuaku kejam sekali," gerutu Sally. "Tidak ada shopping apalagi pesta. Tidak ada mobil mewahku, tidak ada barang-barang branded-ku. Cih! Menyedihkan sekali," "Semua gara-gara Zena sialan. Coba saja kalau wanita ular itu tidak mendahuluiku, tentu saja aku tidak akan mau menerima tantangan gila ini." Sally terus menggerutu sendiri. "Menggunakan seragam terkutuk itu. Ck! Menjijikan sekali." Sally benar-benar frustasi. Ia kehilangan nafsu makannya malam itu. Mood-nya seketika down. Besok ia harus berkeluh kesah pada sahabatnya, Feli. Iya, Feli harus tahu penderitaannya ini. Feli pasti akan membantunya, Sally yakin tentang itu. Suara ketukan pintu kamar membuatnya geram. "Siapa di sana?" teriak Sally. "Bisakah berhenti mengetuk pintu itu terus menerus. f**k you!" bentak Sally sambil berjalan tergesa untuk menghardik lebih keras orang yang sudah mengetuk pintu kamarnya berkali-kali tanpa henti. Seketika mulutnya tertutup rapat. Pria tinggi menjulang menatapnya tajam seakan ingin menelannya hidup-hidup. 'Sial! Kenapa aku harus berteriak memaki memakai bahasa kasar itu. Mati aku!' batin Sally. Pelaku yang mengetuk pintu kamar Sally adalah Peter, Daddynya sendiri. Pria paruh baya itu akan murka jika mengetahui anak gadisnya mengumpat kasar. "Aku menyekolahkanmu di tempat yang ratusan ribu bahkan jutaan orang ingin berada di sana agar kau menjadi orang yang berpendidikan. Tidak mengumpat kasar seseorang dengan makian murahan seperti itu. Kau tahu, Daddy tidak pernah mengajarkanmu untuk bersikap kasar demikian," nasihat Peter pada Sally di depan pintu kamar anak gadisnya itu. Sally hanya bisa tertunduk lesu mendengar ceramah dari Daddynya itu. "Aku minta maaf, Daddy," kata Sally penuh penyesalan. Peter melihat keadaan kacau di dalam kamar Sally seketika menghela napas. "Mulai sekarang, persiapkan dirimu untuk menjadi seorang maid yang baik. Jangan panggil maid rumah ini untuk membersihkan kamarmu yang sungguh mengerikan ini. Kau harus mulai membiasakan diri dari sekarang. Bereskan dan bersihkan sendiri semuanya," ucap Peter dan Sally melotot tidak percaya atas apa yang dikatakan oleh Daddy nya. "Hah? Aku membersihkan semua ini sendirian?" tanya Sally pada Peter. Peter mengangguk tegas. "Ya. Jika kau mau pulau di Maladewa beserta fasilitas lengkapnya, kau harus patuh pada ucapan Daddy," kata Peter. "Ah- satu lagi. Mulai besok, kartu kredit unlimited-mu resmi Daddy tutup untuk sementara. Kau hanya bisa memakai kartu debit yang sudah Daddy persiapkan. $50.000 cukup untuk hidupmu selama dua minggu ke depan sebelum semua fasilitasmu Daddy cabut," jelas Peter tanpa ragu. "Hah!" Mulut Sally menganga mendengarnya. "Jangan lupa bersihkan kamarmu. Makan malam akan diantar ke kamarmu lalu beristirahatlah." Peter mengacak puncak kepala Sally lalu mencium dahinya. "Good night, Baby girl," ucap Peter lalu pria paruh baya itu melangkah meninggalkan Sally yang masih berdiam mematung di depan pintu kamarnya. ‘$50.000? Are you kidding me, Daddy’ ‘$50.000, aku harus hidup selama dua minggu dengan uang itu? Ini benar-benar gila! Kartu Kredit Unlimited-ku turut serta ditarik? Hah- Daddy benar-benar kejam.’ "BARBARA! Cepat kemari dan bereskan semua kamarku!" jerit Sally dan salah satu maid di rumahnya bergegas menaiki anak tangga menuju kamar Sally. Sally mengabaikan ucapan Daddynya. Wanita itu memilih untuk berendam di dalam Jacuzzi, berharap dengan berendam semua hal gila yang menempel di kepalanya bisa segera pergi dan besok Daddynya akan berubah pikiran. Membiarkan maid yang membereskan serta membersihkan kamarnya seperti biasa.   *****   Di dalam Jacuzzi, Sally memandangi gambar yang menampilkan keindahan pulau dan laut biru kehijauan terhampar. Pulau di Maladewa merupakan salah satu dari berbagai pilihan pulau pribadi yang diinginkan oleh Sally. ‘Soon, aku akan menghabiskan liburanku di pulau pribadiku sendiri tanpa adanya gangguan.’ ‘Sally, kau pasti bisa memenangkan misi yang Daddy berikan padamu. Hanya menjadi maid selama satu bulan adalah hal yang mudah. Kau tidak boleh menyerah demi Pulau di Maladewa. Kau pasti bisa, Sally harga dirimu dipertaruhkan di hadapan Zena.’ Sally menghabiskan beberapa jam untuk bernegosiasi pada dirinya sendiri. Memikirkan secara matang apa iya harus menerima atau membatalkan permintaannya. Jika ia membatalkannya, maka ia harus mengakui Zena lebih hebat dibandingkan dirinya. TIDAK AKAN! Memikirkan semua itu membuat kepala gadis itu tiba-tiba pusing, lebih baik ia tidur dan esok hari ia bisa bertukar pikiran dengan Feli.   ******   "Sally ... Hei ... Sally!" panggil seorang pria bertubuh jangkung dan berwajah tampan. Sally berhenti berjalan, menoleh sambil bersedekap tangan di d**a memandang malas pria yang memanggilnya. "Ada apa?" tanya Sally ala kadarnya. Ferdinan menyunggingkan senyum lebar. Pria tampan dan cukup kaya ini begitu menyukai bahkan tergila-gila dengan Sally. Namun, Sally selalu mengabaikannya. "Aku baru membeli Yacht seharga $1.500.000. Aku ingin mengajakmu berkeliling dengan yacht baru ku," kata Ferdinan antusias. Sally memandang pria itu dari atas ke bawah beberapa kali, lalu menggeleng sambil berdecak tanpa ekspresi. Baru saja Sally akan membuka mulut untuk menjawab ajakan Ferdinan, tiba-tiba wanita berambut pirang memeluk erat lengan Ferdinan sambil menyenderkan kepalanya di sana. "Wah, kau punya yacht baru? Itu hebat. Kita bisa memakainya untuk berlibur ke pulau pribadiku dengan yacht-mu itu, Fe," ucap Zena antusias. Sally memutar bola matanya malas. Ia tahu, wanita ular itu pasti akan menyindirnya dan memancing emosinya, karena ini bukan hal pertama kali yang terjadi. "Kau punya pulau pribadi, Ze?" kaget Ferdinan. Zena mengangguk cepat sambil tersenyum lebar. "Ya. Aku baru saja membeli pulau pribadi. Aku tidak suka membual tentang sesuatu. Kurasa, aku sudah berhasil menggeser posisi Queen di kampus ini. Queen yang memiliki hobi membual tanpa bukti nyata ucapannya." Zena melirik sinis sambil tersenyum culas pada Sally. Sally menahan diri untuk tidak menjambak rambut pirang Zena akibat ucapannya itu. "Aku yakin, harga pulau mu, tidak jauh berbeda dengan harga mobil baruku yang limited edition. Ingat, hanya orang-orang tertentu yang bisa  memilikinya." Sally tersenyum sombong sedangkan Zena berdecak kesal. "Maaf Ferdinan, aku tidak berkenan naik ke yachtmu. Jika kau sudah membeli super yacht seperti milik Daddyku, kau boleh mengundangku. Aku akan pastikan datang," ucap Sally sombong. Wanita itu tersenyum miring lalu berjalan meninggalkan Zena dan juga Ferdinan. "Dasar wanita sombong! Bisa-bisanya ia berkata demikian padamu, Fe," ucap Zena kesal dan bermaksud memancing Ferdinan kesal. Pria itu tersenyum menanggapi umpatan Zena. "Apa yang dikatakan Sally, kurasa benar. Yachtku tidak sebanding dengan yang dimiliki oleh Daddynya. Aku akan bekerja lebih keras agar Sally bisa menolehku, ah- tidak, agar Sally menganggapku ada dan berguna untuknya," kata Ferdinan sembari melepas pelukan Zena di lengannya. "Aku pergi dulu, Zena." Ferdinan pergi meninggalkan Zena sendirian. Wanita berambut pirang itu menghentakan kakinya ke ubin dan berdecak kesal. "Kenapa wanita sombong itu tidak pernah dibenci oleh Ferdinan. Tingkah lakunya arogan seperti itu seharusnya dijauhi semua orang, tapi kenapa itu tidak terjadi. Menyebalkan sekali!" gerutu Zena. ****** "Dengar semuanya!" Suara lantang Selena memenuhi ruang kelas pagi itu. "Manusia yang sering dielu-elukan sebagai Queen di kampus ini, ternyata kini hanyalah pecundang," ucap Selena berani sambil duduk di atas meja sambil menyilangkan kaki, memamerkan kaki mulusnya karena hari itu ia memakai rok mini. Seisi ruangan berdesas desus mendengar ucapan itu. Mereka tentu mempertanyakan apa maksud dari ucapan Selena. Bagaimana mungkin Sally dan Feli bisa digeser begitu saja posisinya. Atas dasar dan alasan apa Selena bisa mengatakan hal yang demikian. "Zena sudah membeli sebuah pulau pribadi di dekat Ibiza, harganya tentu cukup fantastis. Sedangkan aku sendiri, sudah membeli private jet limited edition," Semua teman-temannya yang ada di dalam ruangan terpekik kaget dengan ucapan Selena itu. Mereka tidak menyangka jika Selena dan Zena bisa berada satu level di atas Sally dan juga Feli. "Kedua orang yang mengaku dirinya Queen itu hanya lah pecundang saat ini," ucap Selena meremehkan. Sally berjalan tegap masuk ke dalam kelasnya sambil mengangkat dagunya tinggi. Ucapan Selena sukses melukai harga dirinya. Ia tidak akan segan-segan memberi hadiah menarik pada Selena, wanita b***h bagi Sally. Jambakan kuat diberikan Sally pada rambut merah ombre hijau milik Selena. Wanita itu memekik terkejut atas tindakan nekat Sally. "Fuxk you, Sally! Ini sangat sakit. Kau menyakitiku gadis pembual! Lepaskan tanganmu, sialan!" teriak Selena dan Sally hanya tersenyum miring sambil terus menarik rambut Selena. "Ini baru rambutmu yang kubuat sakit, jika mulutmu berucap sembarangan lagi, maka aku tidak segan untuk menampar mulutmu dengan highheels mahalku. Camkan itu, b***h!" desis Sally sambil melepaskan jambakannya dan Selena segera membenahi rambutnya, melotot kesal pada Sally. "Dengar! Untuk kalian semuanya yang ada di sini. Aku akan menunjukkan pada kalian semua jika aku akan memiliki pulau Chora di Yunani beserta fasilitas lengkapnya. Silakan merasa menang saat ini dariku, tapi lihat nanti, apakah memang aku pecundang atau malah kalian sendiri yang menjadi pecundang!" ucap Sally santai. Sally berjalan meninggalkan kelasnya tanpa rasa bersalah sedikit pun. Sebagian besar isi kampus sudah sangat mengenal perangai seorang Sally Beatrice. Wanita yang hobi foya-foya untuk pesta dan belanja, tidak pernah mau kalah dan terakhir cukup nekat dalam bertindak. ******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD