Chapter 5

2080 Words
Tepat pukul sembilan malam Attala baru saja selesai mandi dan kini ia bersiap untuk membaca novel karya Elana sebelum ia tidur. Mungkin saja malam ini ia tidak akan tidur cepat karena ingin membaca novel tersebut sampai halaman terakhir atau mungkin saja ia akan tidur cepat karena bosan membaca beberapa halaman yang di anggapnya mustahil. Entahlah tidak ada yang tahu apa yang akan di rasakan oleh Attala nantinya. “Oke Elana, mari kita mulai membaca novelmu ini, apakah karyamu mampu menghipnotis diriku masuk ke dalamnya?” Kata Attala kepada novel yang sedang ia genggam di hadapannya saat ini. Attala mulai membuka sampul halaman pertama yang berisi dengan judul dan nama Elana yang tertera di sana lalu di lanjut dengan beberapa informasi tentang buku tersebut, lalu kata pengantar yang di sampaikan oleh Elana, lalu daftar isi dan di halaman selanjutnya Attala mulai berpetualangan dengan kisah pertama yang di tulis Elana. Tanpa lelaki itu sadar Attala sudah terhipnotis serta terbuai dengan kisah tersebut. Kisah yang menceritakan tentang seorang wanita yang tanpa sengaja di bunuh oleh kekasihnya sendiri akibat rasa cemburu dan rasa memiliki yang berlebihan. Elana menceritakan dengan detail bagaimana hal itu bisa terjadi pada wanita yang namanya telah di ganti oleh Elana sebelumnya. Lalu Elana tak lupa untuk memberikan sebuah pesan kepada pembacanya agar bisa menjadi sebuah pelajaran hidup dalam mencintai seseorang agar tidak berlebihan. Lima belas menit kemudian Attala sampai di sebuah kisah seorang laki- laki yang meninggal karena telah overdosis dalam mengkonsumsi obat- obatan terlarang. lelaki yang meninggal tersebut merasa menyesal karena telah terjerat dengan obat- obatan tersebut dan membohongi keluarganya terutama orang tuanya kalau ia sedang fokus belajar untuk masuk sebuah Universitas ternama di daerah tersebut. Tapi saat lelaki tersebut di temukan tewas lalu di temukan oleh orang tuanya di Rumahnya, lelaki itu mulai menyesal dan menyadari apa yang sudah ia lakukan tapi lelaki itu tidak bisa berbuat apa- apa sampai pada akhirnya ia bertemu dengan Elana untuk menyampaikan permohonan maafnya serta sebuah buku harian yang pernah di tulis oleh lelaki tersebut tanpa diketahui siapa pun. Buku harian yang ia tulis sendiri dan di sana ia juga menuliskan alasan penyebab mengapa lelaki itu menggunakan barang haram tersebut. Di kisah ini Attala seperti sangat mengenal sosok lelaki tersebut yang tak lain adalah tetangganya yang sudah meninggal sebulan yang lalu. Dan sempat gempar hingga menjadi perbincangan di lingkungan Rumahnya saat itu. Namun gosip itu pun kini sudah hilang dengan sendirinya. Attala yang begitu penasaran dengan kebenaran cerita tersebut, berniat akan menyelidikinya esok hari dengan menanyakan beberapa informasi yang sangat ingin ia tanyakan kepada keluarga korban. Attala sempat menyimpulkan kalau hal ini mungkin hanya sebuah kebetulan saja atau memang sebelumnya lelaki tersebut memiliki hubungan dengan sosok Elana, atau kemungkinan terakhir yang sempat Attala pikirkan adalah Elana seorang Stalker? Attala pun memutuskan kembali membaca dua kisah lain yang akan mengantarkannya pada halaman terakhir. Walau pikiran Attala sendiri ingin sekali segera menemui sosok keluarga korban tersebut dan mengulik informasi namun waktu seakan tak berpihak kepadanya. bagaimana tidak? Karena setelah Attala selesai membaca halaman terakhir yang berisi Biodata Elana, waktu masih menunjukkan pukul sepuluh malam dan Attala sendiri harus melewati dua belas jam ke depan sebelum esok hari ia datang ke kediaman keluarga korban. * * * Pukul sepuluh siang Attala baru saja bangun dari tidurnya karena semalam ia sibuk bergadang untuk menghabiskan malam dengan menonton film serta bermain game. Attala langsung beranjak dari tempat tidur lalu menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya. Setelah itu ia bersiap untuk makan dan pergi ke Rumah orang tua almarhum Andri yang kisahnya masuk ke dalam novel karya Elana. Attala pun sudah menyiapkan kata- kata yang mungkin tidak akan kembali mengorek luka lama orang- orang yang di tinggalkan oleh Andri. Sebisa mungkin Attala berharap kalau kedua orang tua almarhum Andri bisa memberikan pertanyaan tentang informasi yang mengacu pada kebenaran sang penulis. “Permisi..” seru Attala saat ia baru saja sampai di halaman rumah orang tua Andri. Di sana Attala langsung di sambut oleh Ibunda Andri bernama Tumini. “Eh Attala, tumben kamu main ke sini.” Kata Ibu Tumini sambil membukakan pintu. Attala pun langsung mencium punggung tangan beliau dan memberikan parsel buah yang sempat ia beli sebagai oleh- oleh saat bertamu. “Ah iya maaf Bu, saya baru ada waktu lagi untuk mampir ke sini, Bapak dan Ibu sehat kan?” tanya Attala. Sebenarnya Attala cukup mengenal sosok Andri dan juga orang tuanya karena lingkungan rumah mereka yang tidak terlalu jauh. “Kabar kami baik, Nak Attala sendiri apa kabar?” tanya Ibu Tumini sambil tersenyum ramah dan mempersilahkan Attala masuk ke dalam rumah. “Kabar saya juga baik Bu, Bapak ada di rumah?” tanya Attala. “Bapak ada tapi sekarang kondisi bapak sedang tidak baik- baik saja,” kata Bu Tumini sambil menundukkan kepala dan hal tersebut membuat Attala bingung serta penasaran dengan kondisi Ayah Andri. “Maksudnya, Bu?” “Bagaimana kalau obrolannya kita lanjutkan di dalam?” ajak Bu Tumini saat mereka sedang berdiri di teras depan. Attala pun mengangguk dan mengikuti beliau masuk ke dalam dari belakang. Sesampainya di ruang televisi, Attala melihat sosok Ayah Andri yang sedang menonton televisi di sofa. Ibu Tumini pun mempersilahkan Attala untuk menyapa Ayah Andri. Dan betapa terkejutnya Attala melihat kondisi tubuh beliau yang terlihat kaku, senyum yang tidak simetris alias mulutnya yang mencong ke satu sisi serta bicara pelo atau tiba- tiba tidak bisa berbicara saat Attala menyapa beliau. “Bapak kenapa, Bu?” satu pertanyaan yang muncul dari mulut Attala yang membuat beliau sedih. dan hal itu terlihat dari raut wajah beliau serta mata yang mulai berkaca- kaca. “Ibu maaf kalau pertanyaan saya membuat anda jadi bersedih,” seru Attala yang menghampiri beliau. “Kamu enggak salah Attala hanya saja Ibu yang terlalu sensitif,” kata Ibu Tumini sambil tersenyum tipis dan menyuruh Attala untuk kembali duduk di sofa yang ada di hadapannya. “Sejak seorang wanita datang ke Rumah kami tepat seminggu setelah Andri meninggal dan Bapak mengetahui alasan Andri menggunakan barang haram tersebut kondisi Bapak langsung seperti ini, Nak Attala.” Jelas Ibu Tumini dengan tangis yang mulai pecah. Attala mulai bertanya pada dirinya sendiri apakah sosok wanita yang di maksud oleh Ibu Tumini adalah sosok Elana? “Siapa wanita itu Bu? Apakah Ibu mengenalnya? Dan Apakah yang di perbuat oleh wanita tersebut?” Tanya Attala yang begitu penasaran. “Ibu tidak tahu siapa wanita itu Nak karena ini kali pertama Ibu melihatnya, yang Ibu tahu saat itu adalah kalau tujuannya ke sini karena ingin menyampaikan pesan dari Andri yang sangat menyesal telah menggunakan barang haram tersebut.” Di sini ada satu poin yang membuat Attala membenarkan salah satu tulisan yang Elana buat. “Awalnya kematian Andri, memang Bapak sangat marah karena mengetahui Andri selama ini memakai barang haram tersebut dan membohongi kami hingga bapak sendiri terus menyalahkan sosok Andri karena perbuatannya. Tapi saat wanita itu memberitahukan tentang buku harian yang di tulis oleh Andri yang kami sendiri pun tak tahu. Dan Ibu sendiri tidak tahu bagaimana wanita itu mengetahui tentang buku harian Andri.” Jelas Ibu Tumini. “Lalu apa yang terjadi setelah itu? Dan kalau boleh saya tahu apa yang tertulis di sana?” tanya Attala sedikit ragu karena hal ini sudah menyangkut privasi keluarga beliau. “Di sana Andri menuliskan kalau alasannya saat itu adalah Andri yang sudah lelah di desak oleh Bapak untuk masuk ke dalam Universitas yang memang di pilih langsung oleh Bapak dan selama ini pun kami tahu kalau Andri selalu menolak untuk masuk ke Universitas tersebut karena Andri tidak minat dengan semua bidang tersebut.” Tambah Ibu Tumini yang menangis karena saat itu ia tak bisa berbuat apa- apa untuk menuruti kemauan Andri karena sifat bapak yang sangat keras. Di sini Attala mulai mengerti beberapa hal yang ingin sampaikan Elana. “Setelah membaca buku harian Andri, Bapak merasa tidak terima dengan apa yang terjadi serta tertulis di sana hingga Bapak mengusir wanita itu pergi dari sini dan sekarang kondisi Bapak berakhir seperti ini.” jelas Ibu Tumini yang tergambar jelas oleh Elana di novelnya tersebut kalau sebenarnya Elana belum menuntaskan misinya. “Apakah Ibu sendiri tidak penasaran dengan informasi yang ingin di sampaikan wanita itu tentang Andri?” tanya Attala yang ingin mengetahui reaksi Ibu Tumini selanjutnya. “Ibu sangat ingin mengetahui semua hal yang wanita tersebut katakan karena mungkin saja bisa mengubah kondisi Bapak menjadi lebih baik lagi nantinya tapi Ibu tidak tahu harus mencarinya kemana lagi pula saat ini Ibu masih sibuk mengurus Bapak.” Jawab Ibu Tumini sambil menoleh ke arah Bapak. “Kalau aku bisa membantu Ibu menemukan wanita tersebut apakah Ibu dan Bapak nantinya sudah siap untuk mendengarkan hal lain yang di sampaikan olehnya? Sebab aku merasa khawatir jika nanti hanya akan mengulik luka di hati kalian,” kata Attala yang merasa tak tega jika kedua orang tua Andri akan kembali bersedih atau mungkin kondisi Bapak yang akan semakin memburuk. “Ibu sudah siap dengan segala konsekuensi yang ada Nak Attala, tapi bagaimana kamu bisa mencarinya kalau Ibu sendiri tidak mempunyai foto wanita tersebut,” kata Ibu Tumini yang putus asa. Untuk saat ini Attala tidak bisa menceritakan kalau wanita yang di maksud adalaha Elana dan kisah Andri tertulis di novelnya karena Attala juga belum yakin. Ibu Tumini kembali melihat Suaminya yang sudah mulai tertidur di Sofa. Beliau pun meminta bantuan Attala untuk memindahkan Suaminya ke tempat tidur. Setelah itu Attala pamit pulang ke Rumah karena ia merasa tidak enak melanjutkan obrolan mereka hanya berdua saja dengan Ibu Tumini. “Attala pamit pulang ya Bu, Kalau ada yang bisa di bantu jangan sungkan hubungi saya dan Saya harap Ibu serta Bapak selalu dalam kondisi yang baik- baik saja,” pamit Attala sambil memberikan kartu nama miliknya agar Ibu Tumini bisa menghubungi kapan pun jika diperlukan. “Tunggu Nak Attala,” seru Ibu Tumini saat Attala baru saja ingin pergi ketika sampai di depan pintu gerbang rumahnya. Attala pun menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah beliau. “Ada apa, Bu?” “Ah Ibu teringat sesuatu yang mungkin bisa membuat Attala membantu Ibu untuk mencari wanita tersebut, wanita itu terlihat seperti boneka Barbie dengan tubuh semampai dan rambut hitam yang tergerai melebihi bahu serta ia menggunakan liontin berbentuk Angsa dengan kristal berwarna merah muda.” Kata Ibu Tumini sambil mengingat kembali sosok wanita tersebut. “Baiklah Bu, nanti jika saya menemukan wanita seperti yang Ibu maksudkan tadi, saya akan segera membawanya ke sini,” Janji Attala yang membuat Ibu Tumini tersenyum lega karena beliau pun juga ingin mengetahui kebenaran tentang pesan Andri yang di sampaikan kepadanya. Attala pun pamit pergi dan berjalan kaki untu menuju ke rumahnya. Attala semakin yakin dengan wanita yang di maksudkan oleh Ibu Tumini tadi namun Attala sendiri harus melihat dengan jelas sosok wanita tersebut. Attala merogoh ponselnya dan mencari kontak sang Bos untuk menyetujui tawaran yang beliau berikan sekaligus ingin memenuhi janjinya dengan Ibu Tumini. “Halo Attala, ada apa kau menghubungiku di hari libur seperti ini?” tanya sang Bos saat menjawab panggilan dari Attala dengan nada bahagia. Beliau seperti sudah punya feeling kalau Attala akan menerima tawarannya. “Maaf kalau saya mengganggu hari libur Bapak, tapi saya ingin memberitahukan kepada Bapak kalau saya menyetujui tawaran yang Bapak tawarkan kepada Saya,” kata Attala yang sesuai prediksi sang Bos. “Gocha..” batin sang Bos dalam hati sambil menarik garis senyum di sana. “Baiklah besok datanglah ke Ruang kerjaku dan aku akan menyiapkan kontrak khusus untukmu,” kata sang Bos yang masih tersenyum bahagia. “Oke Pak, besok saya akan datang ke Ruang kerja Bapak untuk menandatangi kontrak. Tapi apakah Bapak juga akan memberikan informasi tentang penulis novel horor tersebut?” tanya Attala kepada sang Bos yang membuat beliau geleng- geleng kepala. “Apakah kau serius menanyakan hal ini kepadaku Attala? Kau tidak bercanda bukan?” tanya sang Bos sambil tertawa yang membuat Attala tersadar kalau pertanyaan ini mungkin terlalu bodoh untuk ia tanyakan. Karena pada dasarnya tanpa Attal minta pun perusahaan akan memberitahukan khusus tentang informasi termasuk alamat sang penulis novel horor tersebut. “Maafkan saya Pak bertanya hal sebodoh itu karena saya sangat bersemangat untuk mengerjakan tugas khusus dari Bapak,” jawab Attala yang menghentikan langkah sambil menggaruk tengkuk kepalanya yang tidak gatal dan tersenyum malu. “Baiklah kalau kau sudah menyadari kesalahanmu tapi aku cukup senanng mendengar kalau kau begitu bersemangat dan tidak sabar mewawancari penulis tersebut, kalau begitu sampai jumpa besok di Kantor Attala.” Kata sang Bos untuk mengakhiri obrolan diantara mereka. Attala sendiri sekarang merasa sangat malu karena begitu antusias setelah beberapa kali enggan menerima pekerjaan ini.      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD