Chapter 4

2664 Words
Wanita yang di tolong oleh Attala pun tersadar dengan perlahan membuka matanya, Attala pun bisa bernafas lega saat melihat wanita tersebut. Namun saat mata wanita itu membuka matanya dan mulai berdiri ia kembali berteriak dan memeluk Attala. “Oh apa lagi ini?” tanya Attala dalam hati setelah membuat nafas frustasi. “Aku takut..” lirih wanita tersebut yang merasa ketakutan namun saat Attala menoleh ke arah wanita tadi lelaki itu tak mendapati apa pun. “Apa yang membuatmu takut?” tanya Attala bingung. “Ada hantu di sana,” jawab wanita itu yang membuat Attala tersenyum kecut karena ia benar- benar tak melihat apa pun apalagi hantu. “Hei dengarkan aku, tidak ada yang namanya hantu di sini,” seru Attala sambil melepaskan pelukan wanita itu dan menatap wajah wanita itu. Attala benar- benar lelah dengan apa yang terjadi hari ini. “Lebih baik kau segera pulang agar bisa beristirahat Nona,” kata Attala sambil menarik wanita tersebut menjauh dari mobilnya lalu Attala menutup pintu mobilnya. “Dan satu lagi aku ingatkan kepada mu, kalau Hantu itu tidak ada Nona,” seru Attala lagi yang jenuh mendengar kata Hantu yang terdengar seperti sebuah omong kosong. Attala pun langsung masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya meninggalkan wanita tersebut. # # # Elana melihat Marco yang merasa tampak sedih dan menyesal telah berpikir negatif selama ini tentang Luna. Elana mengusap punggung Marco kala lelaki tersebut menunduk setelah selesai menyaksikan kepergian Kekasihnya tersebut. “Marco, aku mohon setelah ini kamu jangan berbuat nekat dengan mengakhiri hidupmu lagi ya,” seru Elana yang membuat lelaki itu menoleh. “Apakah setelah ini Luna akan tenang di sana?” Elana menjawab pertanyaan lelaki itu dengan tersenyum dan mengangguk. “Oh ya, aku ingin memberikan ini sebagai kado terakhir untuk mu dari Luna,” ucap Elana sambil merogoh tasnya dan memberikan Marco sebuah kotak jam tangan serta sepotong kertas.  Marco pun langsung meraihnya dan membuka kotak jam tangan tersebut yang isinya adalah jam tangan yang sangat ia inginkan saat melihatnya dengan Luna saat Kekasihnya tersebut masih hidup. Marco merasa terharu saat mengingatnya kenangan manis bersama Luna hingga meneteskan air mata. “Janganlah lupa datang ke makam Luna jika memang kamu merindukannya Co, Pasti Luna akan sangat senang nantinya,” kata Elana lagi sambil tersenyum yang di jawab anggukan oleh lelaki tersebut sambil tersenyum. “Sekarang tugasku sudah selesai dan waktunya aku kembali ke Rumah, Sampai jumpa di lain hari Marco,” pamit Elana setelah membuat napas lega. “Biar aku antar saja.. Oh siapa namamu tadi?” tanya Marco yang berusaha mengingat namanya. “Elana, aku bisa pulang sendiri menggunakan taksi,” tolak Elana sambil melambaikan tangannya dan berlalu pergi meninggalkan lelaki tersebut. Beruntungnya Elana langsung mendapatkan taksi saat seseorang baru saja turun dari taksi tersebut. Malam ini Elana merasa sangat terkesan dengan kisah cinta Luna dan Marco yang bisa di bilang kisah cinta sejati walau jalan takdir keduanya terputus oleh maut yang jadi pemisahnya. Elana berencana memasukkan kisah cinta Luna dan Marco untuk bagian penutup di novelnya kali ini. Malam ini juga Elana memutuskan untuk bergadang serta menyelesaikan tulisan naskahnya agar besok bisa di serahkan kepada sang Editor dan segera terbit bulan ini agar ia tidak kembali di kejar- kejar oleh sang Editor, Penerbit serta para Pembaca setianya. * * *  Tepat pukul tujuh pagi Alarm ponsel Elana berbunyi tanda kalau ia harus segera bangun karena jam sembilan nanti ia harus menemui sang Editor. Elana mematikan Alarm ponsel miliknya tersebut dan bangkit dari tempat tidurnya serta meregangkan otot tubuhnya. Elana merasa ia baru menutup matanya sebentar karena setelah pulang menyelesaikan tugasnya ia langsung berkutat dengan layar laptopnya smapai jam lima pagi. Elana melangkahkan kedua kakinya menuju ke Kamar mandi untuk segera mandi lalu menyiapkan diri serta barang bawaannya untuk segera berangkat menuju tempat yang sudah di tentukan. “Jadi bagaimana Mbak Sinta dengan naskah novel saya kali ini?” tanya Elana setelah kurang lebih menunggu sang Editor membaca dan memeriksa naskah novelnya yang telah ia kebut dalam semalam. Jantung Elana berdetak dengan cepat tak menentu hingga membuat kedua tangannya pucat serta berkeringat. “Luar biasa Elana, novelmu kali ini sama seperti biasa sangatlah menakjubkan bagiku. Aku berharap semoga saja Penerbit juga menyukainya dan segera naik cetak bulan ini,” seru Mbak Sinta yang terlihat sangat senang dengan kerja keras yang Elana. “Sungguh? Mbak Sinta? Jadi tugasku kali ini sudah lunas bukan?” tanya Elana yang merasa tak percaya. Walau sudah lama menulis naskah novel miliknya beberapa kali, Elana masih sering tidak percaya diri. “Iya tugasmu kali ini sudah selesai EL, jadi kau sudah bisa mengambil jatah liburanmu dan segera kembali dengan membawa cerita- cerita lainnya yang lebih menakjubkan,” seru Mbak Sinta sambil kembali tersenyum. “Baiklah Mbak Sinta kalau begitu aku pulang dulu ya,” pamit Elana yang ingin segera kembali ke Rumah untuk segera mengisi perutnya serta kembali meneruskan mimpinya yang terputus tadi pagi. “Oke tapi untuk beberapa hari ke depan jangan pergi jauh dari kota ini ya karena kau masih harus menandatangi beberapa dokumen kontrak tentang novel ini dan penjualannya,” seru Mbak Sinta lagi yang mengingatkan saat Elana sudah bangkit dari tempat duduknya. “Tenang saja Mbak, sebelum semuanya benar- benar selesai aku hanya ingin beristirahat di rumah menggantikan waktu tidurku yang hilang,” Canda Elana yang membuat mereka berdua sama- sama tertawa lalu Elana melambaikan tangannya dan pergi meninggalkan Mbak Sinta. Sebelum Elana pulang ke Rumahnya, ia membeli beberapa bahan makanan dan keperluan di Rumahnya yang mulai menipis. Elana memutuskan untuk kembali mengisi kulkasnya agar tidak keluar rumah selama beberapa hari ini. tak lupa Elana membeli beberapa aroma terapi untuk menenangkan pikirannya nanti selama menikmati waktunya sendiri. Elana berbeda dengan wanita lain yang biasa menikmati waktu senggangnya dengan teman atau sahabatnya karena sejak rumor tidak baik itu beredar ia menjadi benar- benar penyendiri. Sekali pun ia mempunyai teman, mereka tak benar- benar peduli padanya melainkan hanya memanfaatkan dirinya karena di umurnya saat ini Elana sudah bisa hidup sendiri dan mengumpulkan banyak uang. Elana pun sampai berpikir tak ingin mempunyai kekasih karena mungkin nasibnya akan sama saja berakhir seperti teman- temannya yang memanfaatkannya juga. Elana sudah merasa cukup senang dengan hidupnya saat ini apa pun yang inginkan bisa ia dapatkan walau ada satu hal yang mengusik dirinya yaitu teror dari orang- orang yang tak menyukai dirinya. Tapi tak sedikit pula ia mendapatkan dukung dari para pembaca setianya. # # # Seminggu setelahnya kejadian itu Attala jadi masih enggan membahas urusan Penulis novel horor seperti yang di minta Bosnya. Attala malah sibuk dengan pekerjaan lain yang tak berkaitan dengan hantu atau hal di luar nalar lainnya. Untungnya Bosnya sendiri mengerti dengan alasan yang di berikan oleh Attala hingga beliau masih memberikan kesempatan sampai lelaki itu benar- benar siap dan tenang. Pagi ini Attala sudah sampai di Kantornya dan mulai mengerjakan pekerjaannya yang belum selesai kemarin. Namun pagi ini Attala semakin muak dengan berita tentang Penulis novel horor tersebut yang kembali viral karena ia baru saja mengeluarkan novel edisi terbarunya. “Rud, gue boleh pinjam info artikel bulan lalu enggak buat tambahan bahan artikel gue yang bakalan naik cetak besok,” seru Attala sambil sekilas melirik rekan kerja lalu pandangannya kembali teralihkan ke layar laptopnya. “Artikel tentang apa ya?” tanya Rudi yang masih sibuk dengan layar laptopnya di meja kerjanya. “Itu tentang Pengusaha terkenal asal Bali yang menikah dengan wanita biasa dari kalangan bawah,” jawab Attala yang masih fokus menatap layar laptopnya. “Oh yang itu, oke bentar ya..” kata Rudi yang sedang asyik membaca beberapa komentar masuk di salah satu akun media sosial milik seseorang. Lelaki itu seakan terbuai dengan beberapa komentar yang membuatnya semakin penasaran lagi dan lagi. “Oke gue tunggu ya,” kata Attala lagi yang berusaha menyelesaikan ketikannya terlebih dahulu sebelum melanjutkan artikel yang sempat ia minta kepada temannya tadi. Beberapa menit pun berlalu Attala sudah menyelesaikan ketikannya dan kali ini ia beralih untuk artikel selanjutnya namun saat menoleh ke meja kerja Rudi rekan kerjanya tersebut, ia malah sedang sibuk membaca artikel tentang penuli novel horor tersebut. “Rud, mana artikel yang gue minta?” tanya Attala dan Rudi pun menoleh ke arahnya lalu tersenyum tipis karena belum mencarikan artikel yang di minta oleh Attala. “Sorry belum gue cari, sebentar ya wait lima menit,” kata Rudi meminta sedikit waktu dan segera mencarikan artikel yang di minta oleh temannya. Attala pun mendengus kesal karena seharusnya ia sudah mengerjakan artikel tersebut dan memberikannya kepada tim review. “Lo ya Rud, harusnya sekarang langsung gue garap tuh artikel dan bakalan selesai hari ini juga tapi malah memperlambat kerjaan gue.” Gerutu Attala sambil menyandarkan tubuhnya di kursi karena merasa malas. “Sorry, nih bentar lagi ketemu lagian ya lo kalau ikutan baca komentar netizen tentang buku terbaru Elana pasti bakalan takjub deh,” seru Rudi yang sudah lama kagum dengan maha karya Elana illiana. “Lo tuh sama aja kayak yang lain gampang terbuai sama cerita khayalan tuh cewek,” seru Attala yang tak peduli. “Ini nih namanya orang enggak tahu seni ya begini nih,” kata Rudi lagi sambil menggelengkan kepalanya dan masih mencari artikel yang di minta. “Bodo amat, udah lo buruan cari artikel tadi.” Kata Attala yang kini kembali menatap layar laptopnya. “Permisi Mas Attala, Mas di panggil ke Ruang Kerja Bapak sekarang,” kata seorang Office Boy yang baru saja tiba di antara mereka dengan memeluk nampan dengan tangan kanannya. “Baik Mas, terima kasih,” kata Attala yang segera bangkit dari tempat duduknya sambil meraih ponselnya. “Inget Rud, gue balik itu artikel harus ada ya kalau enggak gue lapor Bos,” Ancam Attala sebelum ia benar- benar pergi yang membuat nyali Rudi ciut karena ia tahu betul Attala adalah Karyawan kesayangan Bosnya di Kantor ini. “Permisi Pak, Bapak panggil saya?” tanya Attal yang baru saja mengetuk pintu dan badanya sudah setengah masuk ke dalam ruang kerja sih Bos. “Silahkan masuk dan duduk di sini Attala,” kata sang Bos mempersilahkan lalu Attala masuk menutup pintu terlebih dahulu dan duduk di hadapan sang Bos. “Ada apa ya Pak kalau boleh saya tahu?” tanya Attala ragu. “Bagaimana dengan tawaran saya beberapa waktu lalu kamu sudah kembali mempertimbangkannya?” “Tawaran tentang mewawancarai Penulis novel horor tersebut?” tanya Attala kepada sang Bos untuk kembali meyakinkan maksud perkataan beliau barusan. Yang langsung di jawab anggukkan oleh sang Bos. “Kenapa bapak tidak tawarkan hal tersebut pada Rudi? Padahal dia sangat mengikuti berita tentang wanita itu dari awal hingga saat ini, Pak.” Jelas Attala agar Bosnya memberikan tawaran tersebut kepada rekan kerja terdekatnya. “Ayolah Attala bukan hanya aku saja yang menginginkan kamu sebagai Jurnalis yang menangani hal ini tadi para penggemar kamu juga menginginkannya Attala,” terang sang Bos mengingatkan kembali. “Tapi Pak Saya..” “Begini kamu baca novel ini hingga selesai, jika memang kamu tidak menemukan rasa ketertarikan atau rasa penasaran saat membacanya, saya akan melemparkan tawaran tersebut beserta posisi terbaik di Kantor ini kepada Rudi, Bagaimana?” Beliau meletakkan novel edisi terbaru karya Elana illiana tepat di hadapan Attala untuk memancing rasa penasaran Attala setelah membacanya nanti. Attala terdiam sejenak karena rasa bimbang memenuhi kepalanya saat ini. Di satu sisi ia sangat menginginkan posisi tersebut tapi di sisi lain ia sangat enggan melakukan pekerjaan tersebut namun kesempatan juga tak datang untuk dua kali bukan? “Baiklah saya akan membaca novel ini terlebih dahulu.” seru Attala sambil memegang novel tersebut dan menunjukkannya kepada sang Bos setelah Attala merasa mantap untuk memenuhi tawaran tersebut. hal itu langsung di sambut bahagia oleh sang Bos. “Jika memang novel ini mampu membangkitkan rasa ketertarikan dan penasaran dengan setiap kisah yang tertulis di novel ini saya akan menerima tawaran Bapak kali ini tapi jika tidak Bapak bisa berikan pada Rudi,” Kata Attala yang benar- benar yakin dengan segala resiko yang akan ia terima. “Oke, sekarang kamu bisa pergi dan lanjutkan pekerjaanmu Attala, dan aku memberimu tenggang waktu sampai Lusa jadi segera berikan jawabanmu,” kata sang Bos sambil tersenyum. “Baik Pak, Saya permisi dulu,” kata Attala menyetujuinya sambil berpamitan. Lelaki itu pun bangkit dari tempat duduknya dan pergi dari ruang kerja Bosnya. Attala kembali ke meja kerjanya dengan novel karya Elana yang ada di tangannya. “Attala, artikelnya gue udah kirim ke email lo ya,” kata Rudi saat melihat Attala yang baru saja sampai. “Oh iya terima kasih Rud,” kata Attala tanpa menoleh dan langsung duduk di kursinya untuk memulai kembali pekerjaannya tapi kali ini pikirannya tidak berada pada tempatnya. “Eh Atalla kenapa lo di panggil sama sih Bos kali ini?” tanya Rudi yang begitu penasaran karena melihat raut wajah temannya yang seakan sedang menimbang- nimbang sesuatu. “Gue ada tawaran untuk mewawancarai penulis novel horor kesukaan lo,” jawab Attala datar dengan matanya yang masih fokus menatap layar laptopnya. Rudi kembali mencerna perkataan Attala tadi yang terdengar seperti sebuah kembang api yang menyermburkan pijar- pijar api ke udara. “Karya Elana illiana maksud kamu?” tanya Rudi untuk kembali meyakinkan hingga membuat Attala menghentikan pekerjaannya dan menunjukkan novel yang baru di berikan sang Bos kepadanya. Binar mata Rudi langsung terpancar saat dengan jelas tertulis nama Elana di sana. Lelaki itu meraih novel yang di pegang Attala agar bisa melihatnya lebih dekat. “Dari mana kamu mendapatkan novel ini? kalau tahu kamu membelinya, aku juga ingin titip belikan juga,” keluh Rudi karena pasalnya novel tersebut sangatlah cepat laku di setiap toko buku walau sudah dua hari terbit karena langsung di serbu oleh pembaca setiap Elana yang telah menantikannya hingga lelaki itu sulit mendapatkannya. Dan belum di jual belikan secara online di E-commerce mana pun. “Itu dari sih Bos dan aku di suruh membacanya sebelum menerima tawaran pekerjaan tersebut, lagi pula kau tahu sendiri kalau aku paling anti dengan hal yang di luar nalar seperti ini,” “Beruntungnya jadi kau Attala, di tawarkan pekerjaan untuk mewawancarai penulis novel horor yang sedang naik daun kali ini,” seru Rudi lalu ia membuang nafas kesal karena dewi keberuntungan tak datang pada dirinya. “Tenang saja Rud, aku sendiri masih mempertimbangkannya dengan membaca novel ini terlebih dahulu.” jawab Attala yang kembali fokus mengerjakan tugasnya. “Maksud kamu?” “Jadi begini,” Attala menghentikan aktivitasnya dan memutar kursinya untuk menghadap Rudi karena ia ingin menjelaskan lebih detail tanpa kurang satu apa pun. “Jika aku mempunyai rasa penasaran saat membaca novel tersebut aku akan menerima pekerjaan ini tapi jika aku merasa biasa- biasa saja mungkin aku akan menolak tawar tersebut termasuk menolak untuk naik jabatan terbaik di Kantor ini,” “Gila sih Lo Ta kalau sampai menolak pekerjaan ini, padahal Cuma wawancara penulis bisa langsung naik jabatan.” Kata Rudi yang menyayangkan hal tersebut. “Bukan perkara hanya mewawancarai saja tapi dari awal aku melakukan pekerjaan ini karena tentang keyakinan dalam mengerjakannya jadi hasilnya akan lebih maksimal,” jelas Attala. “Iya juga sih,” “Tapi kalau tawaran ini aku tolak bisa saja berpindah kepadamu Rud,” “Aku? Jangan bercanda..” kata Rudi tak percaya karena masih banyak Jurnalis lain yang cukup Senior berada di atasnya. “Aku serius Rudi,” “Ah begini saja, kamu coba baca novel tersebut dan aku harap kamu mendapatkan rasa tertarik untuk mengulik tentang penulis ini karena hal itu sangat di tunggu- tunggu oleh penggemar setia Elana termasuk diriku tapi kamu harus jujur jangan mengada- ada,” Rudi mengingatkan karena bisa saja tawaran Attala kali ini berujung malapetaka bagi lelaki tersebut jika salah dalam menjelaskan sosok Elana. “Kau jadi membuatku takut saja Rud,” “Tenang saja aku yakin kamu bisa mengerjakannya dengan baik, jika memerlukan bantuanku nanti kamu bisa bertanya padaku tapi aku minta tanda tangan dan teraktiran saja bagaimana?” seru Rudi sambil menepuk bahu Attala sambil tersenyum. “Kalau itu kamu tenang saja Rud, Aku pastikan kamu akan mendapatkannya.” Attala memutar kursinya untuk kembali mengerjakan tugasnya. Dan Rudi pun juga kembali menatap layar laptopnya untuk mengerjakan tugas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD