2

1075 Words
Rania meletakkan kardus itu satu persatu ke rak sesuai dengan ukuran dan produknya, keringat mengucur dari dahinya. Entah sudah berapa jam Rania di ruangan itu, dia melihat jam tangannya. “Sudah jam 5 sore,” Ucapnya. Rania mengambil ponselnya dan menelepon Mamanya. “Halo Ma.” “Halo sayang.” “Ma, Rania pulang telat hari ini ya, ada pekerjaan di toko teman.” “Iya tidak apa-apa, nanti pulangnya hati-hati ya, jangan terlalu kemalaman.” “Iya Ma, ya sudah Ma ya, Rania mau lanjut ngerjain ini.” Rania memasukkan ponselnya kembali ke saku gamisnya. “Sejak kapan ya kita berteman?” suara Vino terdengar lagi di balik pintu, membuat Rania gondok karna Vino menguping pembicaraannya. “Jadi manusia harus punya attitude, kalau tidak, rugi sekolah tinggi-tinggi di luar negeri!” jawab Rania ketus. Krek ... suara gagang pintu yang di putar, tapi Rania santai saja, karna pintu masih dia kunci. “Buka pintunya sebentar, penting!” teriak Vino dari luar membuat Rania menghentakkan kakinya dengan kasar dan berjalan ke arah pintu. Rania mendekati pintu dan membukanya dengan wajah kesal. “Ini makanan, biar lu gak pingsan!” ucap Vino sambil meletakkan nasi kotak di atas kursi, kemudian kembali menutup pintu, terlihat di belakang Vino seorang perempuan cantik. “Kita pergi ke mana untuk merayakan hari pertemuan kita?” tanya Vino pada perempuan tersebut setelah meletakkan makanan untuk Rania. Rania terbengong mendengar pertanyaan Vino pada temannya. “Ah bomat, makan dulu aja lah.” Rania membuka nasi tersebut dan langsung menghabiskannya. Setelah itu lanjut membereskan pekerjaannya, untung Rania lagi tidak bisa Sholat, jadi dia tidak perlu memanggil Vino untuk minta izin Shalat. Hari sudah gelap, Rania sudah hampir selesai dengan hukumannya. “Sudah jam setengah 9, baru selesai, bagaimana caranya aku pulang ke rumah,” Rania berkata sambil mengambil tasnya dan membuka pintu. “Loh, kok di kunci?” Desis Rania yang merasa jengkel dengan kelakuan Vino. Rania menggedor-gedor pintu agar ada orang yang mendengar dan membukanya. “Tolong! Tolong! Siapa yang ada di luar, saya terkunci!” teriak Rania. Seseorang membuka pintu, yaitu Vino. “Sudah selesa?” tanya Vino. “Lihat aja sendiri!” jawab Rania dengan ketus dan pergi keluar dari toko. “Yuk biar saya antar,” ajak Vino. “Ogah gua!” pekik Rania di depan muka Vino membuat kepala Vino reflek mundur ke belakang sambil mengibas-ngibas udara di depan hidungnya. Rania meninggalkan Vino yang masih mengibas-ngibas udara, Rania langsung memesan taksi online dan pulang ke rumah. “Sudah pulang Nak?” tanya Mamanya yang masih duduk dengan Ayahnya di ruang tamu. “Mama sama Ayah belum tidur?” Rania bertanya balik. “Ayah sama Mama nungguin kamu, mau pastiin kamu pulang dalam keadaan baik-baik saja.” Jawab Ayahnya. “Rania baik-baik saja Yah,” ucap Rania sambil menyalami mereka berdua. “Rania istirahat dulu ya, Rania capek banget hari ini, besok juga Rania bertugas sebagai pemandu wisata,” “Kalau kamu lelah gak usah si paksain buat kerja, Ayah sama Mama masih sanggup biayain kuliah kamu.” Ucap Ayahnya. “Bukan Yah, Rania kerja bukan demi uang, Rania ingin dapat pengalaman saja.” “Ya sudah, pergi tidur sana.” Ucap Mamanya. Raysa meninggalkan orang tuanya di ruang tamu dan langsung ke kamar, dia membersihkan diri dan langsung tidur dengan lelap. *** “Halo Rania, lu udah siap-siap?” tanya Rosa lewat telepon. “Sudah ni, masih di rumah, mau berangkat juga.” “Tungguin aku ya, aku ke rumah lu sekarang, kita pergi bareng.” “Oke.” Rania menunggu Rosa di teras rumah, Rosa datang dengan motornya. “Yuk langsung pergi,” ucap Rosa. “Oke. Ma, Rania pergi dulu ya!” ucap Rania pamit pada orang tuanya. Rania dilihat dari pakaiannya memang agamis dan terlihat feminim, tapi kalau dia sudah berbicara, sudah terlihat bar-barnya dia. Mereka langsung pergi ke tempat kerja dengan sepeda motor. Rosa dan Rania menunggu di kursi tunggu di luar ruangan bosnya. “Rosa, di panggil sama Bapak,” ucap Asistennya pak Wibowo. “Aku masuk duluan ya,” ucap Rosa pada Rania “Iya.” Jawab Rania sambil tersenyum. Tidak berapa lama Rosa keluar. “Ran giliran lu.” “Oke, doain ya, semoga dapat wisatawan yang baik, syukur-syukur dapat bule ganteng dan berjodoh,” ucap Rania sambil tertawa, dia langsung masuk ke ruangan bosnya. “Rania kamu bertugas sebagai pemandu wisatawan lokal, karna kamu baru pemula, biar tidak terlalu gagap cara melayaninya,” ucap Wibowo, yang diterima Rania dengan senang hati, karna yang di bilang bosnya itu benar. “Nanti kamu bisa temui wisatawan tanggung jawab kamu di bawah, biar asisten saya yang memperkenalkannya,” lanjutnya lagi. Rania hanya mangut-mangut dan keluar dari ruangan bosnya setelah pembahasan cara kerja selesai. “Mbak Rania, ayuk ikut saya untuk berjumpa dengan wisatawan tanggung jawab Anda.” Ucap Asisten pak Wibowo. “Mana orangnya Mbak?” tanya Rania. “Tadi ada di sini, saya suruh tunggu di sini, sebentar ya, saya cari dulu.” “Tidak perlu, saya tadi dari toilet,” ucap seorang laki-laki yang berjalan ke arah mereka. “Kamu!” pekik Rania kaget, karna yang muncul Vino. “Kamu ngapain di sini?” tanya Vino balik. “Aku yang seharusnya tanya sama kamu, kamu ngapain di sini?” Rania bertanya balik. “Sudah-sudah, jangan ribut, ini mbak Rania sebagai pemandu, dan ini Mas Vino sebagai wisatawan lokal,” ucap Asisten pak Wibowo. “Apa? Jadi aku harus melayani laki-laki ini?” pekik Rania. “Sesuai pekerjaan mbak Rania,” jawab Asisten pak Wibowo dengan singkat. “Yuk jalan!” ucap Rania dengan ketus. Vino mengikuti langkah Rania dari belakang. “Kita mulai ke mana dulu?” tanya Rania pada Vino. “Ke laut dulu.” “What? Ke laut? Memangnya hal apa yang unik di laut sampai-sampai butuh pemandu?” ejek Rania. “Suka-suka saya dong! Kamu keberatan untuk bekerja?” Vino menggertak Rania. Akhirnya Rania mengikuti Vino ke laut. “Jelaskan tentang laut!” suruh Vino. “Laut?” Rania bingung. “Laut, airnya asin, berwarna biru, berombak dengan indah, ada banyak ikan di dalamnya, pokoknya laut itu adalah tempat yang paling nyaman untuk melepaskan beban di hati, dengan cara berteriak sekencangnya, woooooooo ...,” Rania berteriak kencang. Vino hanya memandang Rania dengan aneh. “Jadi pengetahuan seorang pemandu cuma secuil itu?” tanya Vino dengan nada ejekan. “Ya kan biasanya wisatawan lain ingin mendatangi tempat-tempat bersejarah dulu, bukan langsung ke laut,” Rania membela diri. Bersambung ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD