Part 02. Aku Datang

1022 Words
Suara tembakan menggema di dalam kawasan tanah lapang, dan itu bertepatan dengan tibanya seorang bocah lima tahun yang baru saja menapakkan kakinya di jalanan yang masih bertanah. Kedua mata bocah laki-laki dengan tubuh kurus yang dibungkus baju kaus lusuh itu, terdiam mematung. Pupil matanya terbuka sangat lebar, pun jantungnya mulai memompa sangat cepat membuat dadanya naik turun tidak menentu. 'Ibu!' *** Jakarta Pusat. Carlos terbangun dari tidurnya dengan mulut yang menyerukan nama Ibunya. Napas laki-laki remaja itu memburu, pun disertai keringat dingin yang bercucuran di kening dan area sekitar wajahnya. Carlos meraup wajahnya dengan kedua tangan, membuat keringat dingin yang ada di seluruh area wajahnya menghilang tak tersisa. Laki-laki remaja itu masih duduk di atas ranjang tidur berukuran kecilnya dengan posisi bersila, pun kepala yang menunduk. Iya, dia Adrian Carlos Eilote. Bocah laki-laki kecil yang dulu ibunya menjadi korban dari peperangan dua genk di sebuah kawasan tanah lapang tepatnya di daerah Menteng. Bocah kurus kerempeng itu sekarang sudah tumbuh menjadi seorang remaja gagah, berusia lima belas tahun. Tubuhnya yang dulu kurus kerempeng, sudah lebih terisi. Pun kedua pundaknya sudah terlihat cukup tegap. Berbeda saat dia masih kecil dulu. Bukan hanya itu saja. Lengan bagian ototnya pun juga banyak berubah. Dari yang dulunya hanya tulang, menjadi sedikit terisi oleh tonjolan-tonjolan yang tidak terlalu besar, dan juga tidak terlalu kecil. Satu lagi. Tepat di perutnya ada beberapa pahatan. Banyak orang yang menyebutnya dengan roti sobek, dan itu tercetak nyata di perut datar Carlos. Carlos menopang kepalanya menggunakan kedua tangan yang sudah berdiri tegak dengan siku menempel di pahanya yang hanya terbalut celana bola. Saat ini dia tidak menggunakan pakaian bagian atas, karena setiap tidur. Remaja itu selalu tidak suka jika ada yang masih melekat di tubuh bagian atasnya. Carlos memejamkan mata saat bayang-bayang mimpi, dan suara dirinya yang dulu meneriaki kata "Ibu" terngiang-ngiang mengganggu pikirannya. Dia bahkan sampai menjambak rambut bergelombang yang memiliki panjang hingga pundak itu dengan sangat kuat dan itu membuat urat-urat yang ada di sisi kepalanya tercetak sangat jelas. Mulut remaja itu komat-kamit bergumam. Entah apa yang sedari tadi dia ucapkan, karena yang terlihat hanya gerakan bibirnya, tanpa ada satu pun kata yang terdengar mengalun keluar dari dalam mulutnya. Hingga bunyi jam weker yang menggema memenuhi rumah kontrakan, membuat Carlos membuka mata. Tatapan tajam khas milik anak remaja itu langsung tertuju ke arah samsak yang tergantung tak jauh dari hadapannya. Carlos tiba-tiba menyeringai, membuat tatapan matanya yang tajam terkesan sangat menyeramkan dan sekarang dia terlihat persis seperti para preman-preman yang ada di luaran sana. Laki-laki remaja itu menoleh ke kiri, dan pandangan mata tajamnya langsung tertuju ke jam weker yang saat ini semakin mengeluarkan bunyi yang sangat-sangat nyaring. 06:00, itulah yang dapat ditangkap oleh tatapan mata elang Carlos. Laki-laki remaja itu bergerak mengulurkan tangan kirinya untuk menekan sebuah tombol yang ada di permukaan jam weker, agar bunyi nyaring itu lenyap. Keadaan rumah kontrakan itu kembali sunyi, tapi biar begitu. Aura menyeramkan masih memenuhi seluruh sudut rumah kontrakan yang hanya memiliki satu ruangan saja di mana dapur, ruang tv, dan kamar tidur menjadi satu. Tidak ada kamar mandi di dalam kontrakan seluas 2x3 yang Carlos tempati, karena tempat ini memang kontrakan sederhana yang ada di Jakarta pusat. Tepatnya di kawasan padat penduduk daerah Menteng. "Dunia preman— sang calon penguasa akan memulai karirnya. Jadi, tunggu saja kedatanganku." Carlos berucap dengan mengeluarkan sebuah seringai, pun tatapan matanya selalu saja tajam seperti seokar elang. Setelah mengatakan itu, Carlos mulai bergerak turun dari atas ranjang berukuran kecil yang hanya memuat satu orang itu, kemudian dia melangkah ke depan di mana. Tepat, di ujung sana ada sebuah lemari kecil. Carlos melewati samsak tinju yang sedari tadi dia pandangi, dan laki-laki remaja itu tepat mengehentikan langkahnya tepat di depan lemari kayu dua pintu. Carlos bergerak menarik pintu lemari bagian kiri dan dia sedikit menundukkan kepalanya untuk mengambil sebuah ember kecil yang berisikan peralatan mandinya. Setelah mendapatkan apa yang dia ingin ambil. Carlos kembali menutup lemari, dengan sedikit mendorong kasar hingga menimbulkan suara decitan yang menandakan, kalau lemari itu sudah berumur sangat tua. Carlos sedikit menggeser posisinya ke sebelah kiri, membuatnya sekarang berdiri di depan hook vone— sebuah gantungan yang cara pemasangan dipaku di tembok. Carlos tanpa banyak diam, bergerak meraih handuk, dan dia langsung menyampirkan satu ujung kain handuk itu di pundak kanan, dan satunya lagi di pundak kiri. Setelahnya, remaja itu berjalan ke arah pintu keluar kontrakannya untuk pergi ke Kamar mandi umum yang di gunakan oleh semua penghuni kontrakan di kawasan itu. *** Beberapa menit telah berlalu, dan penampilan Carlos sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya. Sekarang tubuh bagian atas laki-laki remaja itu sudah tertempel baju putih dengan saku dibagian kiri dan tepat di depan saku baju itu tertempel sebuah logo OSIS. Sedangkan di bagian bawah sudah dia tutupi dengan celana panjang abu-abu dipadukan sepatu Kets hitam putih. Rambut panjang dan bergelombang yang tadi urak-urakan sudah terlihat cukup rapi, tapi tidak rapi sekali karena Carlos tidak menggunakan sisir untuk merapikannya. Palingan, dia hanya menyugar rambut panjangnya yang terlihat masih basah ke arah belakang, agar tak terlalu mengganggu pengelihatannya. Matanya yang selalu menatap dengan tajam sekarang melihat pantulan wajahnya yang ada di cermin. Style ala bad boy terpancar jelas dari Carlos di mana, baju sekolahnya tidak dia masukkan ke dalam celana, dan itu juga membuat aura mengintimidasi milik remaja itu semakin terpancar nyata. Carlos menegakkan tubuhnya yang sedikit menunduk, karena tingginya dengan cermin yang ada di pintu lemari bagian kanannya begitu terlampau jauh. Setelah badannya berdiri tegak. Laki-laki remaja yang selalu membawa aura intimidasi yang kuat, karena tatapan mata tajamnya itu bergerak memutar tubuhnya, dan langsung mengayunkan langkah ke arah ranjang di mana, di atas sana terdapat sebuah tas punggung, dan sebuah jaket berbahan kain levis. Setelah berhenti tepat di sisi ranjang kecilnya. Yang pertama Carlos ambil adalah jaket. Dia tanpa lama, langsung mengenakan jaket itu ke tubuh bagian atasnya, dan setelahnya dia meraih tas punggung. Carlos menyeringai, membuatnya terlihat seperti devil, "Dunia para preman." Carlos menjeda ucapannya hanya untuk memperlebar seringainya. "Gue datang." Bertepatan dengan itu, Carlos langsung mengayunkan langkah dengan tas punggung yang disampirkan di satu pundaknya saja. Kehidupan yang dipenuhi darah, dan jerit kesakitan sudah menunggu Adrian Carlos Eilote di luar sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD