Chapter 3

1189 Words
Seorang wanita paruh baya yang terlihat sangat cantik dan muda seperti anak kuliahan, tengah membaca sebuah novel. Dia begitu suka membaca, sehingga memiliki perpustakaan pribadi di rumahnya. Bahkan, dia juga rutin dalam menulis cerita di berbagai platform menulis. Beberapa ceritanya pun banyak yang sudah diterbitkan dalam bentuk novel best seller, banyak diminati oleh orang-orang Indonesia bahkan luar Indonesia. Saat tengah fokus membaca, tiba-tiba seorang wanita tua dengan seragam pelayan datang menghampirinya, membuat wanita itu mengalihkan pandangan. "Nyonya," panggil wanita tua yang merupakan kepala pelayan di rumah besar itu. "Iya, kenapa?" tanya wanita cantik itu sambil meletakkan pembatas buku di novel yang tengah dibacanya sebelum ia menutup novel tersebut. Pelayan wanita itu menganggukkan kepala. "Ada telpon dari Tuan, Nyonya." "Siniin ponselnya, Bi Munah," pinta wanita itu, membuat pelayan yang dipanggil Bi Munah itu memberikan ponselnya yang masih tersambung dengan panggilan dari ponsel sang suami. "Assalamu'alaikum, kenapa, Mas?" ucap wanita itu seraya bertanya. Pria yang merupakan suaminya terdengar menghela napas dengan kasar. "Mas cuma rindu, datang ke sini." "Cuma? Kenapa nggak ngehubungin ponsel aku aja, Mas?" "Takut ganggu. Mas tahu kamu jam segini pasti lagi baca novel, lagi serius. Kalau dihubungi bukannya diangkat, malah ngomel nggak karuan." Pria di seberang sana terkekeh pelan. "Wajar dong, Mas juga kalau lagi serius suka bentak aku." "Kapan Mas bentak kamu? Mas nggak pernah bentak kamu," sanggah pria itu. "Oh iya? Itu kan bukan kamu, tapi sang Tuan Xander. Tuan Xander si pemarah, yang possesif, dan protektifnya minta ampun," sahut wanita itu. "Oke-oke, Baby. Cepat datang ke mari, aku menunggumu," pinta pria itu, "bye, Baby. Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam." Pria itu menutup sambungan panggilan, sehingga sang wanita paruh baya langsung memberikan ponsel milik pembantunya. "Bi, saya pergi dulu menemui, Tuan. Jaga rumah ya." Sang kepala pelayan pun menganggukkan kepala. Wanita itu langsung beranjak menuju ke pelataran parkir. Dia langsung masuk ke dalam mobil dan melajukannya dengan kecepatan sedang. Saat akan berbelok dia melihat seorang wanita tengah menjual kue, akhirnya dia turun menghampiri wanita penjual kue itu. "Permisi, Mbak. Saya mau dong kuenya," ucap wanita itu dengan senyum tulus. Wanita penjual kue itu menatap dengan intens ke arah wanita cantik di hadapannya. "Mbak nggak apa makan kue saya? Orang-orang bilang, kue saya nggak higienis," sahutnya. Wanita itu menggelengkan kepala. "Ini masih layak dimakan kok, Mbak. Lihat aja, disajikannya menggunakan wadah dan plastik." Hidayah terus mengulas senyum, membuat wanita penjual itu ikut tersenyum. "Mau berapa, Mbak?" tanya wanita penjual kue itu. "Tiga aja, Mbak." Wanita penjual itu memasukkan tiga wadah berisi kue-kuenya ke dalam kantung plastik, lalu memberikan ke wanita di hadapannya. Setelah itu ia menerima uang berwarna biru sebanyak delapan lembar. Matanya melotot kala itu dan akan mengembalikan, tetapi wanita cantik itu meminta wanita penjual kue itu menggantinya dengan nomor ponsel dia. Setelah mendapat nomor ponsel dari wanita yang menjualnya, dia kembali melajukan mobil ke tempat yang dituju. *** Saat akan masuk ke dalam ruangan suaminya, tiba-tiba dia mendengar suara dua orang remaja berbeda jenis kelamin yang sangat dia kenal, dia kemudian membuka pintu ruangan secara perlahan dan nampaklah sang gadis akan duduk di samping lelaki remaja, lalu gadis remaja lain duduk di kursi yang lain, begitupun suaminya. Gadis remaja itu menghampiri laki-laki di hadapannya dan duduk di sampingnya, lalu dia berkata, "Abang ngapain di sini? Oh, gue tahu, pasti lo yang ngadu ya, Bang?" Perkataan gadis remaja itu, membuat sang wanita paruh baya yang sedari tadi memperhatikan percakapan keduanya langsung masuk ke dalam ruangan itu sepenuhnya dan memperingati gadis itu. "The way you speak, Beatiful Girl. Aku-kamu, don't gue-lo, Okay." Tiba-tiba suara peringatan dari wanita itu menghentikan ucapan gadis remaja di hadapannya, membuat semua mata tertuju padanya. "Mommy!" teriak gadis remaja itu sambil berlari menghampiri wanita cantik itu. "Manja banget," ucap wanita itu sambil mencuit hidung gadis yang memanggilnya mommy. "Ayo, Mommy duduk." Gadis itu menarik sang wanita mendekat ke arah pria yang mengenakan kacamata minusnya. Wanita itu mencium punggung tangan suaminya itu, lalu sang suami mengecup kening sang istri yang tengah duduk di sampingnya. "Kenapa lagi?" tanya wanita itu dengan penasaran. Iqbal menghela napas berat. "Verra, Mom. Buat ulah kembali," ucap Iqbal dengan tenang setelah mencium punggung tangan sang mommy. Iya, keempat orang itu adalah Muhamad Iqbal Pratama, Shirena Anastasia, Briverra Anastazkya Adhitama, dan Sean Gaxshan Adhitama. Dan wanita yang baru saja datang ialah mommy Verra sekaligus tante dari Iqbal, Nurhidayah Sawira. Dia datang atas permintaan dari Sean, sang suami. Hidayah menatap Verra dengan lembut, lalu mengulas senyum manisnya. "Apa yang kamu lakukan lagi, Ver?" tanya Hidayah. Verra menundukkan kepala. "Mutusin tali tas milik Shiren, Mom. Sampai gadis ini mau nangis, karena dia cuma punya satu tas." Bukan, bukan Verra yang menjawabnya, melainkan Iqbal. "Mas," panggil Hidayah dengan suara lembutnya. Sean mengusap rambut Verra, lalu merangkul bahu gadis itu. Namun, Verra malah melepaskan rangkulan daddy-nya dan berpindah memeluk sang mommy. Melihat bagaimana interaksi keluarga itu, membuat Shiren merasa iri terhadap Verra yang memiliki keluarga lengkap, sedangkan dia hanya memiliki satu orang tua, yaitu bundanya. "Jangan deketin, Verra. Daddy jahat, tadi udah bentak Verra," ucap Verra seakan mengadu pada sang mommy. "Sorry, Princess. Janji, tidak akan mengulanginya lagi, okay." Sean mengecup kening Verra dengan lembut. Sean menatap tajam ke arah Shiren saat memergoki gadis itu tengah melihat ke arahnya bersama keluarga kecilnya. Gadis itu langsung menundukkan kepala. "Berapa harga tas kamu?" tanya Sean dengan nada dingin dan tajam. "Lima puluh ribu, Pak," jawab Shiren dengan pelan. Sean menaikkan sebelah alisnya. "Hanya segitu?" tanya Sean, membuat Shiren menganggukkan kepala. Sean mengalihkan pandangan ke arah Hidayah, ia berkata, "Menurut kamu, ganti pakai uang atau tas langsung?" Hidayah mengedikkan bahunya. "Whatever. Itu urusan Mas sama sang tuan putri, bukan urusan aku." Sean mengembuskan napas berat, lalu mengecup pipi istrinya tanpa melihat situasi. "Dad!" teriak Verra dan Iqbal secara bersamaan. Sean tidak menghiraukan teriakan dari kedua remaja itu. "Iqbal, kamu ajak Shiren ke mall untuk membeli tas baru." Iqbal langsung berdiri, membuat Sean mengerutkan dahi bingung. "Ngapain kamu berdiri?" "Kan kata Daddy Iqbal suruh ajak gadis ini ke mall?" Sean melempar bantal sofa dengan keras, membuat Iqbal mengaduh kesakitan. "Makanya otak tuh dipake buat mikir, bukan buat nyinyir. Maksud Daddy tuh, nanti setelah pulang sekolah. Mentang-mentang sekolah ini milik Dad, terus kalian seenaknya melakukan hal seperti itu?" cerocos Sean seraya bertanya. Iqbal dan Verra langsung terdiam melihat Sean berbicara dengan raut serius. "Daddy tidak mau mendengar ada kejadian seperti ini kembali, okay." Verra dan Iqbal menganggukkan kepala. "Kalian boleh keluar," titah Sean yang langsung dituruti oleh ketiga remaja itu. Hidayah mengusap bahu Sean, membuat Sean mengembuskan napasnya dengan pelan. Pria itu mendekatkan wajah ke arah sang istri, lalu mencium dan melumat bibir Hidayah dengan penuh kelembutan. "Maaf, Pak. Saya mau ambil barang yang tertinggal." Mendengar suara seseorang membuat Hidayah mendorong Sean agar melepaskan tautan bibir mereka. Namun, Sean malah menahan tengkuk Hidayah agar tautan bibirnya pada bibir sang istri tidak terlepas, sedangkan orang yang masuk ke dalam ruangan itu. Tergesa-gesa mengambil barang yang tertinggal sambil mengusap air mata yang mengalir di pipinya saat melihat adegan mesra yang dilakukan oleh laki-laki yang disayangi dan dibanggakannya. Orang itu keluar dengan wajah yang banjir dengan air mata.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD