4. Menikah

1045 Words
Keenan mengantar Ayesha ke bandara. Tempat dimana sang kekasih akan mulai penerbangannya. Di perjalanan. Wajah Keenan tertekuk masam. Ia tidak suka Ayesha jadi pilot. Mau melarangnya, ia sadar ia tak punya hak. Lagian saat masa sekolahnya. Bukan Keenan yang membiayai. Cita-cita Ayesha bahkan sangat mulia. Tapi Keenan tetap tidak suka. "Gak usah cemberut, Keen. Besok aku kembali." ujar Ayesha terkikik geli. "Besok kembali. Tapi udah terbang lagi." jawab Keenan bersungut kesal. "Kamu yang tenang. Di hatiku cuma ada kamu. Makanya cepet nikahin aku biar kita punya banyak waktu." "Kamu yakin? Minggu depan kita nikah." ucap Keenan sepihak. "Hah?" "Nanti malam aku akan membawa Orang tuaku ke rumahmu. Buat lamar kamu. Aku bisa nyiapin pernikahan hanya satu minggu." oceh Keenan yang membuat Ayesha membeo. Apa dia tidak salah dengar? "Cepet kerja sana. Aku mau cepat pulang. Ngabarin orang rumah." Keenan mendorong Ayesha untuk segera ke kantor dimana Ayesha harus absen. "Keen, kamu gak serius kan?" "Tidak pernah seserius ini." jawab Keenan mantab. Di perjalanan pulang, Keenan tak berhenti memamerkan senyumnya. Ia akan menyiapkan pesta pernikahannya. Gakpapa kecil kecilan. Yang penting sah. Cepat satu rumah agar ia bisa mengawasi Ayesha. Walau sangat kaget, Regan tetap memenuhi keinginan putra pertamanya. Melamarkan Ayesha untuk Keenan. Ayah dan ibu Ayesha tentu juga menyambut baik lamaran Keenan. Mereka sudah tidak perlu khawatir. Karena bobot bebet bibit keluarga Regan sudah sangat terkenal. Keenan menguras habis tabungannya untuk membeli rumah kecil-kecilan di kawasan kota. Sisanya akan ia gunakan untuk biaya nikahnya. Ia juga sudah membeli sepasang cincin silver yang sangat indah. Keenan yakin Ayesha pasti akan suka.. Hari yang dinanti pun tiba. Keenan tampak ganteng dengan jas putih yang ia kenakan. Tidak banyak yang diundang. Teman kampus Keenan, hanya Zaky yang tau pernikahannya. Sebagian besar tamu didominasi oleh rekan bisnis ayahnya. Mereka seolah menyembunyikan pernikahan. Karena di peraturan perusahaan yang menaungi Ayesha. Ada peraturan tidak boleh menikah sebelum lima tahun masa jabatan. Dan jabatan Ayesha baru satu tahun. Sebenarnya Ayesha juga sangat was-was. Ia takut ada yang membocorkan pernikahannya. Tapi ia percaya pada Keenan. "Saya terima nikah dan kawinnya Ayesha Fatimatuz Zahro dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang tiga ratus juta rupiah dibayar tunai!" Keenan mengucap qobul dengan lantang, dengan satu kali tarikan nafas. Saat saksi mengatakan Sah. Ia tersenyum bahagia. Ia sangat gugub. Apalagi saat Ayesha mencium punggung tangannya. Hatinya berdesir bahagia. Kemudian Keenan membaca doa. Meniup ubun-ubun Ayesha yang sudah resmi jadi istrinya. Cincin tersemat di jari manis mereka berdua. Ayesha tersenyum haru. Inilah impiannya. Bisa menikah dengan pangeran tampan seperti Keenan. Andai ia tak terikat dengan peraturan. Sudah pasti foto-foto pernikahannya ia sebar ke sosial media. Lumayan membuat para wanita menjerit iri. Setelah pesta kecil-kecilan. Keenan segera memboyong Ayesha ke rumah barunya. Ia tak mau menyia-nyiakan waktu dengan terus berdiam di rumah orang tuanya. Karena seorang istri harus nurut dengan suami, Ayesha tanpa bertanya pun mengikuti keinginan suaminya. Ia juga menunggu momen romantis dari suaminya. "Maaf rumahnya kecil. Uangnya pas-pasan soalnya." ucap Keenan merasa sedikit bersalah. Ayesha mengusap bahunya. "Tidak papa. Ini lebih dari cukup." jawab Ayesha menenangkan. Hanya ada dua kamar di sana. Tidak terlalu besar tapi kelihatan nyaman. Keenan menuntun istrinya menuju kamar mereka. Membuka pintu, pipi Ayesha terasa panas. Kamar yang gelap dengan lilin-lilin kecil yang cantik. Banyak taburan mawar di kasur. Kapan Keenan menyiapkan semua ini? Keenan tersenyum saat Ayesha menundukkan kepalanya. Istrinya sangat cantik kalau sedang malu. Dengan pelan, Keenan membuka hijab yang melekat pada kepala Ayesha. Rambut indah Ayesha menjuntai bebas membuat Ayesha tambah malu. Sungguh Keenan seperti melibat bidadari. Rambut Ayesha sangat indah. Keenan bersyukur saat kerja, Ayesha memakai hijabnya. Dan untuk hari ini. Biarlah Keenan Dan Ayesha yang tau apa yang mereka lakukan. Ayesha membuka matanya perlahan. Jam menunjukkan pukul sebelas malam. Setelah melakukan ritual pengantin baru, ia dan Keenan tertidur pulas. Ayesha bangkit dari rebahannya. Walau yang di bawah masih terasa sakit, ia tetap menuju kamar mandi. Sebelumnya, Ayesha mengambil bungkusan yang ada di tasnya. Di dalam kamar mandi, Ayesha membersihkan dirinya yang terasa sangat lengket. Setelah mandi, ia membuka bungkusan yang berisi beberapa butir obat. Mengambil satu dan langsung menelannya. Secepat kilat Ayesha kembali ke kamar. Menyembunyikan obat itu dalam tas kembali. "Kamu kok bangun sih?" tanya Keenan dengan suara seraknya. "Kebelet pipis." jawab Ayesha asal. "Sini!" titah Keenan membuat Ayesha langsung mendekat. Keenan memeluk tubuh istrinya. Mengecupi pelan puncak kepala Ayesha. "Kalau ada apa-apa bilang. Aku tidak mau melandasi sebuah hubungan dengan kebohongan." Ayesha membeku. Apa maksud Keenan? Apa Keenan tau apa yang dia lakukan? Ayesha tersenyum tipis. Walau dalam hati ia sedikit was-was Keenan mengetahui kelakuannya. Ia tidak mau membuat pertengkaran di awal pernikahannya. "Tolong, jangan hamil dulu!" batin Ayesha memandang perutnya. Pagi-pagi sekali Ayesha sudah menyiapkan sarapan untuk suaminya. Jam tujuh nanti ia ada jadwal penerbangan di Hongkong. Ayesha menuju ke kamar untuk membangunkan Keenan. Tadi setelah sholat subuh, Keenan tertidur lagi. "Keen, bangun. Kamu kan ada jadwal praktik, kan." Ayesha membangunkan Keenan pelan. Keenan bukan manusia susah bangun. Dengan cepat ia membuka matanya. Dia tersenyum pada Ayesha. "Aku gak suka di panggil nama. Mulai saat ini panggil aku 'Mas." ucap Keenan. Ayesha tersenyum malu. "Ayo, mas. Mau mandi dulu atau sarapan?" tanya Ayesha pelan. "Mandi dulu!" Ayesha mengangguk. Sembari menunggu Keenan mandi, ia menyiapkan setelan untuk Keenan. Keenan keluar kamar mandi dengan melilitkan handuk di pinggangnya. Wajah Ayesha merona melihat pemandangan yang menggiurkan. Ternyata badan Keenan sangat atlestis. Menyesal tadi malam ia menutup matanya. d**a Keenan sungguh sandarable. "Ngelamun aja! Ini milik kamu." ucap Keenan menyeringai. Tangannya membawa telapak tangan Ayesha untuk menyentuh perutnya yang kotak-kotak. "Apaan sih, mas. Cepet pakai bajunya aku mau kebawah dulu." "Gak mau bantuin pakai?" tanya Keenan menggoda. Sedangkan Ayesha menghentakkan kakinya kesal. Kesal karena Keenan menggodanya. Tapi dia juga suka. Keenan menghampiri Ayesha yang menata makanan. Menu sarapan pertama mereka. Nasi ayam lodho. Harumnya membuat Keenan lapar. Keenan baru sadar kalau Ayesha sudah menggunakan pakaian terbangnya. "Kamu udah ijin aku kalau mau kerja?" tanya Keenan serius. Ditatap serius oleh Keenan membuat Ayesha jadi kikuk. Benar, ia belum ijin suaminya. Bukankah kalau sudah menikah, istri wajib ijin suaminya saat keluar rumah. "Maaf, mas. Aku lupa. Aku dibolehin kerja kan?" tanya Ayesha dengan senyuman manisnya. "Untuk saat ini, iya. Tapi untuk kedepannya aku tidak bisa janji." jawab Keenan acuh. Tetap saja hati Keenan tidak rela kalau Ayesha kerja. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD