-3-

1339 Words
Suara gamelan serta tarian adat sunda yang mengiringinya saat itu membuat para tamu terpukau dengan kecantikan, keindahan serta kelentikan dari penari dan tariannya. Seluruh pasang mata tertuju kepada mereka yang tengah menari diatas panggung sana, terkecuali seorang lelaki yang kini teru saja memandangi ponsel miliknya yang kini menampakan wajah seorang wanita cantik yang tengah berpose bersama dengannya di sebuah pantai di bali.     Saking seriusnya lelaki berkulit kuning langsat, berambut hitam dengan gaya american style, ia memakai sebuah kacamata, namun kesan culun yang menempel di kacamata itu tidak berpengaruh padanya yang bertubuh seperti lelaki macho yang diidamkan para wanita tersebut, sama sekali tidak mengindahkan ucapan seseorang yang duduk tepat di sampingnya yang berucap, “mereka benar-benar menarik perhatian, bagaimana kalau kita menggunakan mereka untuk menarik perhatian konsumen dan pelanggan kita di cabang bandung, Ki??” tanya seorang lelaki berkulit pucat bertubuh kecil kepada lelaki yang duduk di sampingnya, merasa bahwa orang itu tidak menanggapinya akhirnya iapun kembali bertanya,  “Choki, lu denger gak sii?” dan menyadari bahwa dirinya sama sekali tidak di dengar, membuat lelaki bertubuh lebih kecil dan pendek darinya itu kini hanya mampu menghelakan nafasnya, ia merasa miris kepada orang yang tengah memandangi foto wanita yang berada di dalam ponselnya tersebut. “oh come on!! can you forget her?? and enjoy with their performance for a moment?!” omel lelaki bertubuh kurus itu kepada orang yang baru saja ia sebut dengan panggilan ‘Ki’ yang memiliki nama ‘Choki’ tersebut, dan mendengarnya membuat Choki kini membenarkan kacamata dan berdehem setelah menyadari bahwa mereka tengah diperhatikan oleh mereka-mereka para tamu undangan yang hadir di sana, dengan perasaan setengah malu terhadap apa yang telah dilakukan sang sahabat, membuatnya hanya hanya mampu untuk menarik nafas berulang kali, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. ... “gila lu yan! Bisa-bisanya lu buat gue malu di depan mereka!!” rutuk Choki pada Dayan sahabatnya yang kini membenarkan jas yang ia kenakan sebelum akhirnya ia beranjak dari kursi mereka dan menghela nafasnya sebelum akhirnya kembali mengomeli Choki, “lu tuh yang gila! Heh, Ki! Sadar dong, seharusnya lu tuh bisa move on darinya!! lu gak sadar apa selama ini dia memanfaatkan lu!?!” omelan yang dilontarkan oleh Dayan saat itu hanya mampu membuat Choki menganggukkan kepalanya berkali-kali dan menepuk-nepuk bahu Dayan guna menenangkannya, “please forget her! Wanita itu banyak, dan bukan hanya Kania seorang!” sambungnya lagi, dan tanggapan Choki hanya kembali menganggukkan kepala tanpa menganggapnya dengan serius, namun hal itu mampu membuat Dayan akhirnya membungkam mulutnya dan kembali bersikap seperti biasa, “oya, tadi lu bilang apaan yan??” tanya Choki kini beranjak dari kursinya dna berjalan beriringan dengan Dayan yang kini melangkah menuju belakang panggung, merasa bahwa ia tidak menjawab pertanyaannya, membuat Choki hanya diam dan mengikuti langkah Dayan yang melewati para pemain alat musik yang tengah berbicara satu sama lain di sekitar sana, “yan!” panggilnya berbisik dengan pelan, namun Daya sama sekali tidka menanggapinya dan malah menghampiri para penari yang tengah tertawa di ujung sana. “ehem! Permisi” ucap Dayan pada mereka para penari yang kini menoleh menatap kehadiran dua lelaki yang mengenakan jas di sana, dan tentu hal itu mengundang senyuman manis dari beberapa penari yang berada di sana, tidak terkecuali dengan salah seorangnya yang kini menoleh menatap keduanya, “iya, ada apa?” tanya wanita manis itu, wajahnya benar-benar menunjukkan wajah cantik wanita Indonesia, tubuhnya juga sangatlah indah dan riasan wajahnya terlihat sangat natural, hal itu tentu membuat Dayan maupun Choki terpana dengan kecantikannya. “oh! Eum, saya ... saya dayan! Namanya siapa ya??” tanya Dayan seraya tersenyum kepada wanita itu yang kini mengerenyitkan dahinya, dan hal itu membuat Choki menatap Dayan dengan terkejut, mdengan segera Choki menggelengkan kepala dan segera menggeser Dayan dari hadapan sang wanita dan ia pun berucap, “maaf, teman saya lagi kurang fokus … eum, sebenarnya kami ingin bertanya mengenai sanggar tari ini, kami adalah tamu dari hotel ini dan kebetulan kami tertarik untuk mengundang kalian ke acara pembukaan cabang baru dari perusahaan kami untuk menarik perhatian para pengunjung dan pelanggan di kota ini, eum … apakah saya bisa bertemu dengan pemilik dari sanggar ini?” tanya Choki kepada sang wanita yang kini menganggukkan kepala memahami ucapannya, “mari saya antar” ucap wanita itu seraya berbalik pergi mendahului keduanya, mendengar ucapan itu membuat Dayan dan Choki saling melirik satu sama lain untuk sebentar dan akhirnya mengikuti langkah wanita cantik yang berjalan di depannya, kedua mata Dayan tidak pernah luput dari pandangan Wanita yang ada di sana, dan hal itu membuat Choki yang ada di sampingnya segera menyenggol bahu sang sahabat dan kini menatapnya dengan tajam, seolah ia mengatakan bahwa ia tidak boleh seperti itu padanya, “kesempatan, Ki … kesempataaaann” bisik Dayan padanya yang kini menghela nafas dan menoleh menatap wanita itu yang ternyata sudah berhadapan dengan mereka, dan hal itu membuat keduanya berhenti melangkah di sana, “ini Bu, mereka orangnya” ucap Wanita itu, membuat Dayan dan Choki kini menoleh menatap seorang wanita tua yang masih terlihat cantik di sana, kedua lelaki itu kini menyalami pemilik snaggar tersebut dengan sopan, “Raya permisi ya bu” ucap Wanita itu pamit kepada sang pemilik sanggar, yang akhirnya membuat Dayan dan Choki tahu siapa wanita itu, Raya namanya. … “Ayo, silahkan duduk!” dengan ramah, Ibu sanggar mempersilahkan mereka berduan untuk duduk didalam ruangan itu, dan dengan senyumannya ia kembali bertanya kepada mereka berdua, “jadi bagaimana?? ananda berdua ini siapa??” tanya Ibu sanggar pada keduanya, dan hal itu membuat Choki menegakkan duduknya dan memperkenalkan diri sesopan mungkin, “saya Choki, dan ini adalah rekan kerja saya Dayan. Saya adalah CEO sekaligus owner dari perusahaan yang berkembang di dunia fashion yang memasarkan batik modern dan kain Nasional lainnya” ucap Choki memperkenalkan dirinya dan hal itu membuat sang Ibu sanggar terlihat sangat senang ketika mendengar bahwa mereka menjual batik dan kain Nasional, dan hal itu terlihat jelas setelah akhirnya sang Ibu sanggar memuji dirinya dengan berkata, “waahhh! Rupanya masih ada yang seneng sama budaya lokal, ya! Hahahaha …bagus itu ananda! Teruskan berjualannya, saya yakin ananda pasti sukses sampai ke luar negeri, ya!” ucap Ibu sanggar, dan hal itu langsung dijawab ‘aamiin’ oleh keduanya. “oh iya, saya Bu Yani, pemilik sanggar tari ini, kira-kira ada yang bisa saya bantu??” tanya bu Yani kembali memposisikan perbincangan mereka ke awal, “oh, iya bu … jadi begini …- Sebagai seseorang yang pernah berpengalaman menjadi seorang HRD dan Project Manager, Dayan pun mengambil peran dalam menjelaskan semuanya kepada Bu Yani, perihal kebutuhan mereka untuk menarik perhatian melalui para penari sanggarnya. Setelah percakapan panjang dan santai yang mereka lakukan, akhirnya Bu Yani menyanggupi tawaran tersebut dan mengatakan akan hadir untuk ikut memeriahkan pembukaan cabang baru perusahaan mereka berdua di Bandung. Hal itu membuat Choki maupun Dayan merasa sangat berterima kasih, “terima kasih banyak Bu” ucap Choki padanya yang kini tersenyum dan mengangguk dengan ramah, “tujuh hari dari sini, kami akan menghubungi ibu untuk mengkonfirmasi lokasinya” jelasnya lagi dan merekapun berdiri dari duduk mereka dan kemudian berpamit kepada Bu Yani. “eh?! nggak makan dulu atuh??” tanya Bu Yani dengan ramah, keduanya tersenyum dan menolak tawaran Bu Yani dengan lembut, mereka mengataakan bahwa mereka harus segera kembali ke Jakarta dan untuk mempersiapkan diri mencari kain tradisional lainnya di daerah Yogya, dan mereka pun harus kembali bekerja agar perkerjaan mereka tidak terlalu keteteran saat ini. Mendengar hal itu Bu Yani pun akhirnya memaklumi dan menganggukkan kepalanya, “kalau begitu hati-hati ya” ucap Bu Yani, dan mereka bersalaman untuk akhirnya pergi dari tempat sang pemilik sanggar. Mereka berdua berjalan kembali melewati para pemain gamelan serta para penari yang saat itu sudah berganti kostum menjadi pakaian santainya, meskipun seperti itu, rupa dari para penari bahkan tidak berbeda sama sekali. Mereka memiliki wajah yang begitu cantik, dan mereka juga masih ingat dengan Raya yang kini berlalu di hadapan mereka, hal itu membuat mata Dayan dan Choki sekilah menoleh untuk kembali melihat kecantikan rupanya. “Cantik ya, Ki??” gumam Dayan dan hal itu membuat Choki sedikit menganggukkan kepalanya, “lebih cantik dari Kania, kan??” mendengar pertanyaan Dayan yang lain membuat dahi Choki berkerut dan kemudian kembali berjalan mendahului Dayan seraya berucap, “paan sih lu, yan?!” ucap Choki dengan jengkel dan hal itulah yang membuat sang Sahabatnya tersenyum, dan berlari menghampiri Choki yang sudah masuk ke dalam mobilnya terlebih dahulu.   …  to be Continue. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD