2. Tentang Ralph

1242 Words
Cut! Sebuah perintah dari sang sutradara membuat acting dari gadis cantik bernama Classica Raline Milano tersebut terhenti. Wajah cantik blasteran menambah nilai plus untuk gadis yang biasa disapa 'Ralin' tersebut. Lokasi shooting siang ini terasa lebih sejuk karena mengambil tempat di salah satu taman bunga. "Ralin, nanti kamu bisa kembali ke seat 2 jam dari sekarang," ujar Andro, salah satu sutradara senior disini. Senyum Ralin mengembang karena akhirnya dia bisa istirahat dalam jangka waktu yang cukup lama. "Thankyou Bro Andro," balas Ralin dengan dagu yang terangkat. Bisa dikatakan, Ralin merupakan Actress yang angkuh. "Hm." Andro kembali melanjutkan kegiatannya setelah dirasa cukup memberikan info. Dia tak mau berlama-lama berhadapan dengan anak dari pemilik pertambangan tersebut. Bisa naik darah! Sedangkan Ralin yang mendapatkan balasan singkat hanya mampu mengedik. Bukan urusannya. Drrtt ... Drrtt "Halo?" "..." "Jam 7 malem, Pi." "..." "Hm." Tut Helaan nafas keluar dari bibir mungil Ralin. Kehidupannya sangatlah monoton. Kerja, sekolah, foya-foya Sebenarnya Ralin bekerja bukan karena apa, tetapi dia merasa kesepian di rumah. *** Pulang sekolah kali ini, Ralph menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah sakit terlebih dahulu. Sudah menjadi rutinitas baginya setiap pulang sekolah karena ia merindukan Mama nya. "Ma ... Kapan bangun? Ralph kangen sama Mama." Ralph menelungkupkan wajahnya pada lipatan tangan sang Mama. Kepala Ralph mendongak karena ingin melihat wajah cantik Mama nya meskipun terlihat pucat. Sudah tiga tahun sang Mama koma karena sebuah insiden. Cklek! "Permisi, saya mau mengecek kondisi pasien." Seorang Dokter muda memasuki ruangan dengan senyuman. Meskipun Ralph menggunakan kamar sederhana, namun pelayanan disini tak perlu diragukan. Sempat dia berpikir jika pelayanan untuk Mamanya akan dibedakan, ternyata tidak. "Kondisi Mama kamu sebenarnya sudah mulai stabil. Hanya saja, saya belum bisa memastikan kapan beliau akan sadar kembali," jelas Dokter Alex sendu. "Terima kasih, Dok. Setidaknya saya mendapatkan kabar baik perihal perubahan kondisi Mama," balas Ralph tersenyum. "Terus ajak beliau mengobrol. Dengan begitu, alam bawah sadarnya bisa merespon apa yang terjadi disini meskipun tidak memberi balasan secara langsung." Dokter Alex kembali menjelaskan. "Apa kamu tidak pergi bekerja? Biarkan suster yang menjaga seperti biasanya." Ralph melirik jam yang menempel pada dinding kamar rumah sakit. Benar, 30 menit lagi shift nya akan di mulai. "Saya titip Mama, Dokter. Jika ada info atau apapun, tolong kabari langsung," ucap Ralph sebelum keluar dari ruangan. "Kamu tenang saja." Dokter Alex menepuk bahu pemuda yang sudah ia anggap seperti Adiknya sendiri itu. "Hati-hati. Jangan terlalu lelah, masih ada Sela yang membutuhkan perjuangan mu." Pesannya. Senyum Ralph tersungging mendengar nama Adik tersayangnya. Dokter Alex benar, dia harus berhati-hati jika melakukan sesuatu karena ada Sela yang menjadi tanggung jawabnya. "Baik, Dok. Saya permisi." Ralph mengendarai sepeda, melintasi padatnya jalanan Ibukota demi mencari nafkah untuk Mama dan Adiknya. Dia tak lelah, justru Ralph sangat senang melakukan setiap pekerjaannya karena tujuan akhir dari segala pengorbanan nya bisa tercapai. Byur Sebelah tangannya mengusap wajahnya yang terkena cipratan dari kubangan air. Baru saja ada mobil sport melintas dengan cepat dan tanpa permisi langsung meninggalkan noda. "Astaga, ternyata begitu cara orang kaya memperlakukan orang kelas bawah?" gumam Ralph miris. Sekitar 20 menit sepeda itu tiba di salah satu rumah makan yang terbilang lumayan besar. "Cleon? Kenapa kamu kotor sekali?" Seorang gadis cantik bersuara lembut menghampiri nya dengan raut bingung. Memang di tempat kerja, para rekannya biasa memanggil namanya dengan sebutan 'Cleon'. "Kena cipratan di jalan, Chloe," jawab Ralph diiringi senyuman tipis. Chloecghasa Sliendtvi, gadis yang memiliki nasib sama seperti Ralph itu sudah menjadi partner kerjanya selama beberapa tahun terakhir. Dia gadis cantik yang memiliki suara lembut penyejuk hati. “Lain kali hati-hati, Cleon. Lebih baik, kamu segera ganti seragam. Takutnya masuk angin," kata Chloe mengingatkan. "Iya, Chloe. Thanks udah diingetin." Ralph langsung berjalan menuju loker nya, mengambil seragam kerja yang tersimpan disana. Sementara Chloe langsung kembali melanjutkan pekerjaannya. Waktu menunjukkan pukul 7 malam, rumah makan tersebut semakin ramai dikunjungi pelanggan baik muda-mudi maupun pasangan keluarga. Disaat seperti ini, Ralph merasa sangat senang karena ia tak disebut sebagai magabut. Sedari tadi, Ralph tak hentinya tersenyum saat melayani pelanggan yang terlihat puas dengan rasa dari rumah makan tempatnya bekerja. "Ralph, lo anterin ke meja nomor 5, ya! Gue mau cuci piring dulu," perintah teman satu kerjanya. Sebut saja, Romi. "Iya, Bang," jawab Ralph sopan. Usia Romi 3 tahun diatasnya, maka dari itu Ralph harus menjaga sikap agar tak dianggap seenaknya. Ralph mengantar pesanan yang cukup banyak ke meja nomor 5. Jantungnya seketika berdetak cepat saat mengetahui siapa yang berada di meja tersebut. "Woi! Lama banget deh pelayanan disini!" Salah satu dari mereka berteriak entah kepada siapa. Ralph buru-buru mendekati meja nomor 5 sebelum terjadi keributan. "Permisi, saya mau mengantar makanan." Semua yang ada di meja nomor 5 mendongak saat mendengar suara yang tidak asing menurut mereka. *** Malam ini, Rab'J (Ralin, Alvero, Brisia, Jeno) sudah melakukan komunikasi singkat karena mereka berencana akan menghabiskan malam ini dengan kulineran di Ibukota. Ralin yang sudah bersiap keluar langsung menghentikan langkah saat mendengar panggilan seseorang. "Mau kemana, Alin?" "Mau jalan, Pi," jawab Ralin disertai dengusan. Mores Millano, seorang Single Daddy yang memiliki pertambangan terbesar di Asia. Sifatnya hampir sama dengan sang anak yang terkenal sombong. "Papi baru di rumah hari ini, apa kamu gak mau temenin?" rayu Mores. "Salah siapa gak pernah di rumah. Udah lah, Alin berangkat." Sebelum benar-benar keluar, Ralin menyempatkan diri untuk bersalaman dan mengecup pipi Papi nya. Meskipun sebal, ia masih tau tata krama terhadap orang tua nya. Mores menghela nafas setelah Ralin hilang dari pandangan. Ia merindukan anaknya, sungguh. Namun pekerjaan yang padat membuatnya jarang berkomunikasi dengan Ralin. Mobil yang dikendarai Ralin akhirnya tiba di sebuah tempat yang sudah disebutkan oleh para sahabatnya. Matanya mengedar kearah tempat tersebut. “Not bad," gumamnya setelah melihat ke sekitar.   "Lin!" Ralin menoleh mendapati Alvero mendekat dengan raut datar, seperti biasanya. "Hm, lama banget," desis Ralin tak tau diri. Padahal dia baru saja turun dari mobil. Alvero mengedik acuh lalu merangkul bahu Ralin memasuki ruangan agar gadis itu tak terus mendumel. Di salah satu meja, sudah ada Jeno dan Brisia yang terlihat berdebat. "Brisia yang pesen!" "Gue aja elah!" Brak! "Bacot lo berdua!" Brisia dan Jeno seketika bungkam setelah mendengar gebrakan diiringi suara Ralin menyentak. Gadis itu tak suka keributan jika bukan berasal dari dirinya. Egois memang. "Kapan Ralin dateng?" tanya Brisia mengalihkan. "Sejak lo berdua debat hal gak penting!" sarkas Ralin lalu duduk di kursi. "Cepet pesen." Tak ingin memancing amarah Tuan Putri, Jeno langsung memanggil salah satu pelayan guna memesan makanannya. "Bokap lo balik dari luar kapan?" kepo Jeno. Pemuda itu sangat senang saat mendapat kabar jika Mores, Papi dari sahabatnya pulang. Itu berarti dia akan mendapatkan oleh-oleh dengan jumlah yang banyak. "Tadi." Brisia yang tadinya fokus dengan ponsel langsung menoleh. "Papi Mores pulang? Serius? Asik!!! Brisia mau nagih janjinya!" "Lo mau nagih apa ke bokap gue?" "Waktu itu Papi bilang mau bawakan perhiasan buat Bris. Ah ... Gak sabar deh!" seru Brisia menggebu-gebu. Terdengar dengusan dari Ralin. Ia kira, Papinya itu menjanjikan apa untuk Brisia. "Permisi, saya mau mengantar makanan." Keempat orang yang ada di meja itu langsung mendongak saat mendengar suara yang tak asing di telinga mereka. "Lo?" Ralin terheran. "Oh c'mon, kenapa besalus ada dimana-mana?" Tau kan, siapa yang suka berkata 'besalus'? "Waw, ada Ralph." Ralph hanya membalas celetukan mereka dengan senyuman. “Pantesan lo dapet predikat besalus, ternyata lo cuma jadi pengantar makanan aja," ejek pria yang tak lain adalah Jeno. Ralph menanggapi dengan senyuman. "Saya permisi." Mereka berempat membiarkan Ralph pergi. Setelah itu, keempatnya saling pandang. "Ternyata dia jadi babu?" ***      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD