Titisan Medusa

2194 Words
*membaca Al-Qur'an lebih utama* Pagi ini Keadaan rumah Aji terlihat tenang, kedua anaknya tampak menikmati sarapan. Rasya yang telah berpakaian lengkap dengan seragam merah putihnya terlihat gagah, bahkan paras sang anak bisa dikatakan nyaris menyentuh sangat tampan. "Kenapa sih, Mas? Liat Rasya gitu banget?" Tanya Dita heran, pasalnya sang suami melihat Rasya dengan pandangan yang aneh dan senyuman di bibir yang terkesan seperti orang gila. Rasya yang merasa namanya disebut sang bunda, langsung ikut menatap ayahnya yang kini juga tengah menatapnya dengan senyuman aneh. "Ayah, sehat?" Tanya Rasya to the point, Aji langsung melotot kan matanya, sedangkan Dita sudah tertawa terbahak-bahak di sebelahnya. Maksud pertanyaan itu sebenarnya cukup ambigu, bisa saja sang anak menanyakan keadaan dirinya yang sesungguhnya, tapi bisa juga pertanyaan itu mengandung maksud lain, yang jelas bermaksud membullynya lagi. "Maksud dari pertanyaan Abang itu apa?" Rasya tampak berfikir sejenak, lalu menghela nafas seperti orang yang sedang kelelahan. " Abang cuma takut ayah menjadi eror." Jleb! Akh, apa benar Rasya ini anaknya? Dari mana sifat menyebalkan itu datang? Astaga, sepertinya dulu ketika mencetak Rasya, Aji terlupa membaca doa agar terhindar dari keturunan yang menyebalkan. "Hahahahah... Hahahah..." Suara tawa dari seseorang di sampingnya membuat Aji menurunkan bahunya sejenak, sudah jelas Rasya itu hasil cetakan pertamanya bersama sang istri, buktinya sekarang ia sudah tau dari mana datangnya sifat menyebalkan sang anak. Sudah pasti dari wanita yang saat ini sedang tertawa keras, bahkan suaranya menggelegar mengisi keheningan meja makan ini. Dita, istri satu-satunya. "Ck, sekarang gantian bunda yang eror?" Dita terdiam, apa tadi? Rasya juga mengatainya? "Abang, gak boleh ngomong gitu, sayang. Gak sopan namanya, yah." Tegur Dita pelan, bagaimanapun ia harus bisa mengajarkan kepada sang anak arti dari kesopanan, meski ia sibuk di kantor, bukan berarti ia melupakan perannya sebagai seorang ibu dan istri. "Minta maaf yah sama ayah, coba tanya ayah baik-baik, tadi kenapa natap Abang sambil senyum-senyum." "Ayah, Abang minta maaf udah gak sopan tadi, maaf, Yah." Aji tersenyum, ia selalu suka dengan cara mendidik sang istri, tidak terkesan memaksakan, dan selalu bisa menempatkan diri pada sudut pandang yang berbeda. Aji mengelus pelan rambut anak sulungnya yang saat ini sudah berada di pangkuannya. "Abang tau gak, kenapa ayah senyum-senyum tadi?" Rasya menggeleng tidak tau... "Ayah itu bangga sama Abang, pinter, baik, Sholeh, ganteng lagi." "Abang sayang ayah." Hati Aji menghangat karena ucapan sederhana seperti ini, Aji yang gemas langsung menghujani sang anak dengan ciuman bertubi-tubi. 15 menit kemudian, baik Aji maupun Dita sama-sama bergegas menuju kantor, tak lupa mereka mengantarkan Rasya terlebih dahulu ke sekolah, baru mengantar sang adik Arsya. Sesampainya di kantor, keadaan masih sepi, hanya ada beberapa karyawan yang sudah masuk kawasan kantor. "Semangat bekerja ibu Negera," ucap Aji menyemangati Dita yang saat ini tengah merapikan penampilan nya. Dita melihat ke arah Aji dengan pandangan aneh. Kerasukan apa suaminya ini, pagi-pagi sudah bucin. "Mas, kayaknya bener apa kata Rasya, kamu tidak sehat hari ini." "Ya allah, Yang, tuduhan kamu itu jahat tau gak, kamu jahat," sahut Aji dengan nada yang dibuat sedikit mendayu. Dita mengernyit jijik, ya Allah, apa dulu ia khilaf dengan menerima lamaran suaminya ini? Kok rasa-rasanya Dita geli sendiri. "Sumpah, mas kalau begini tuh malah bikin Dita mau muntah ," sahut Dita tanpa perasaan. "Gak seru banget kamu, Yang. Diajak bercanda juga." Dita terkekeh melihat wajah cemberut suaminya, sangat tidak sadar umur ternyata. Dita keluar dari dalam mobil, bahkan tidak menunggu Aji sama sekali, membuat Aji seketika berteriak protes. "Heh, mau jadi istri durhaka kamu, gak salim sama suami?" Dita yang sudah berjalan beberapa langkah langsung berhenti dan berbalik badan, ia meringis pelan lalu mengambil tangan kanan suaminya dan menyalinnya takzim. Aji tersenyum lebar, Dita memang wanita keras kepala, tapi di balik keras kepalanya itu, Dita adalah istri yang penurut, segera Aji mencium kening sang istri, karena ia tahu, sebentar lagi istrinya akan ada rapat kerja. "Semangat yah, Yang. Kalau capek nanti chat mas aja, biar mas meluncur ke ruangan kamu." "Makasih yah, Mas. Makasih udah selalu ada buat aku," jawab Dita tulus, semenyebalkan apa pun suaminya ini, Aji akan tetap menjadi orang yang paling berperan penting dalam hidupnya. Setelah itu ia langsung masuk ke dalam gedung kantor, sedangkan Aji pergi memarkirkan mobilnya. "Ji, baru datang ?" Sapa salah satu rekan kerja Aji. "Yoi, baru siap parkirin mobil." "Kok tumben lama?" Aji terkekeh singkat, memang gelar sebagai karyawan terbaik patut diberikan kepada Aji, karena sudah hampir 8 tahun ia bekerja di kantor ini sama sekali ia tidak pernah terlambat, bahkan dulu, sewaktu istrinya belum menjabat sebagai CEO, dan posisi pimpinan itu masih dipegang oleh sang ayah mertua, Aji selalu datang tepat waktu. "Segitu tepat waktunya gua, sampe lu heran gua dateng agak siangan." "Yah, elu selalu dateng cepet juga karena bini lu yang jadi atasan, kalau gak kemarin ayah mertua lu. Btw kenapa elu gak minta naik jabatan, yah setidaknya jadi manajer keuangan lah." "Gua gak mau bro, memanfaatkan status gua sebagai suami dan anak menantu, lebih enak gini, kan? Merintis dari bawah, walaupun gaji kecil kalau kita bersyukur bakal jadi nikmat besar bagi kita. " "Gila, bijak banget bapak Aji Pamungkas, " seloroh rekan kerja Aji yang bernama Reno itu. Aji sendiri sudah terbahak di tempat, astaga. Kadang otaknya ini akan setara dengan kelas otaknya Mario teguh, duh. Keduanya memutuskan masuk ke dalam kantor masih dengan diiringi gelak tawa dan guyonan Aji. "Ji, itu tuh, bidadari lu lewat." Aji langsung mengikuti arah yang ditunjuk oleh Reno, langsung saja ia bersiul keras, membuat beberapa karyawan yang kebetulan sedang berada di lantai satu segera memperhatikan Aji. "Cicicuit... Pagi Bu bos." Dita langsung melihat ke arah suaminya, ia hanya menghela nafas lelah, Astaga.. tingkah apalagi ini suaminya. "Bu bos, tau gak kalau bidadari dari surga itu hoax?" Sahut Aji lagi, Dita berhenti melangkah, lalu menatap Aji dengan penasaran. "Buktinya ada bidadari di dunia, ada di depan aku juga." Sorak-sorai ciee terdengar sangat keras, Aji tertawa keras ketika melihat raut wajah istrinya yang bersemu malu. "Aji, saya cuma mau ngasih tau, kalau saya gak percaya setan itu mahluk ghaib," sahut Dita yang membuat suasana kantor langsung senyap, jarang-jarang bos nya ini membalas kejahilan sang suami. "Kenapa emang, Bu?" Dita tersenyum sinis yang membuat Aji bergidik ngeri melihatnya. "kamu beneran mau tau?" Aji mengangguk. "Saya gak percaya kalau setan itu makhluk ghaib, karena ternyata ada setan yang nyatanya juga, salah satunya di hadapan saya." Jleb! "Hahahahahah......" Suara tawa karyawan satu kantor terdengar menyakitkan di gendang telinga Aji. "Mampus lo, Aji. Kena mental langsung, kan?" "Hahahaha.. Aji kali ini Lo yang kena." "Ya Allah, betapa lucunya Aji" Dan masih banyak lagi kalimat-kalimat yang membuat Aji ingin merayakan gedung dengan isinya. "KAMU TAU GAK? YANG KAMU LAKUKAN ITU J A H A T." Teriakan Aji ini jelas kembali mengundang tawa rekan kerjanya. Emang dasar Aji yang muka tembok, tak tau malu. Dita menggelengkan kepalanya, lalu menuju aula rapat yang berada di lantai satu. Aji yang melihat Dita pergi akhirnya menghela nafas, sepertinya pertunjukan seru telah selesai. Rekan-rekan kerjanya juga sudah membubarkan diri dan masuk ke dalam kubikel nya masing-masing, Aji memutuskan menuju lantai dua, tepat departemennya berada. "Ada pertunjukan apa lagi, Ji?" Tanya Agil yang tiba-tiba muncul dari balik kubikel miliknya. Aji menghela nafas ketika mengingat ucapan istrinya. "Pertunjukan antara bidadari dengan titisan medusa," jawab Aji sekenanya. Agil langsung tertawa ketika tahu apa yang dimaksud oleh Aji dengan tertawa keras agil pun memukul kepala aji. "Salah lu juga, pagi-pagi udah ganggu singa betina." Aji hanya mendengus kesal ya pun langsung menuju kubikel untuk mengerjakan laporan-laporan yang menumpuk. Hingga ia pun teringat akan sesuatu. Langsung saja ia menghampiri Agil kembali. BRAKK! "Kemarin elu datang ke rumah gue?" Tanya Aji to the point. Agi yang semula sudah fokus ke laporannya tersentak kaget dengan kedatangan makhluk astral bernama Aji ini. "Iya, gue dateng, tapi pemilik rumah lagi asik cetak keturunan." Sindir Agil pedas, ia cukup kesal kemarin, datang dengan susah payah, berniat mengunjungi sahabatnya, eh tau-tau malah harus di suguhkan dengan keributan dua anak kecil tanpa ada orang tua yang mengawasi, jadilah ia yang mengawasi kedua anak itu hampir 3 jam lamanya. "Salah elu, datang gak ngomong." Sahut Aji yang masih membela diri. "Emang lu nya aja cari kesempatan dalam kesempitan, susah memang kalau punya kawan otaknya cetak anak terus." Gerutuan Agil malah membuat Aji tertawa terbahak-bahak. "Wajar sih, orang belum nikah mana tau enaknya cetak anak," ucap Aji dengan nada mengejek Agil. "Kamvret." Umpat Agil. "Ngomong-ngomong, ada apa elu nyamperin gua? Cuma mau nanya itu? Kan kemarin juga elu tau gua datang. " Tanya Agil. Aji langsung teringat tujuannya datang, kemarin memang ia mengetahui keberadaan Agil, akan tetapi Agil sudah keburu kabur duluan, tanpa mengucapkan apa pun, langsung saja Aji memberikan pukulan keras di kepala Agil. "Aduh! Apa-apaan sih elu? Sakit kepala gua." "Kenapa kemarin elu kabur,Hah?" Agil tertawa pelan, sepertinya mengelak pun tidak baik untuknya saat ini. "Ya elu. Kenapa ngejar gue?" Tanya Agil balik, Aji memutar kedua matanya, ini Agil makin lama semakin terlihat seperti orang i***t. "Maksud lu apa, ngajarin anak gue buat nanya-nanya pertanyaan yang ambigu?" "Ambigu gimana?" "Gak usah sok polos lu, pengen gua bejek-bejek rasanya, gara-gara elu, itu singa betina ngamuk di rumah, malemnya gua gak dapet jatah cetak anak, emang sahabat laknat elu yah." Agil tertawa terbahak-bahak, ya Allah, sahabatnya memang memiliki jiwa humor dari embrio sepertinya. "Hahahahaha... Itu mah derita Lo, dodol." Aji yang sedang geram pun akhirnya memberikan Bogeman mentah ke pipi Agil, itu balasan setimpal untuk kalimat yang merusak kepolosan anak-anaknya. "Buat lu yang buat anak gue gak polos lagi." Aji keluar dari kubikel Agil dengan perasaan puas, meski rasa ingin menghajar Agil masih ada, akan tetapi Aji mencoba untuk menahan keinginan itu, bisa-bisa koid sahabatnya. Di hadapkan dengan banyaknya pekerjaan dan laporan-laporan perusahaan, menyebabkan kepala Aji pening seketika, laporan keuangan bulan lalu dengan bulan ini tidak balance, seperti ada yang salah. Dengan teliti lagi, Aji mencoba memecahkan permasalahan-permasalahan ini, jangan sampai istrinya tau, ia tidak mau istrinya pusing karena masalah pekerjaann. Berulang kali Aji mencoba untuk menemukan permasalahan, hingga tatapannya terpaku pada pengeluaran bulanan yang tidak sesuai dengan data yang ada, langsung saja Aji menghampiri Agil. "Agil, coba sini dulu," panggil Aji, Agil yang melihat Aji dalam keadaan serius, langsung menghampiri kubikel Aji. "Kenapa?" Tanya Agil, lalu Aji menyodorkan kembaran laporan keuangan yang disusun timnya, membaca dengan teliti. "Hah, serius ini? Kok bisa?" Kaget Agil, bagaimana tidak, ketika di cek kemarin semua baik-baik aja, bahkan salinan laporan masih ada padanya, tapi kenapa ketika dicek data yang sudah clear malah begini? "Ada yang bermain ini, sudah tidak beres." Sahut Agil dengan mata masih tertuju pada laporan yang berulang kali ia baca. "Gue juga kaget, pantesan kenapa gak balance-balance, sampe bingung sendiri gue, ternyata pengeluaran gak sesuai sama data yang diterima." "So, apa tindakan elu?" Tanya Agil, aji tampak berfikir keras, ia sangat bingung sekarang, berita ini akan menggemparkan satu kantor, dan terlebih dengan istrinya, karena ini bukan masalah yang bisa di anggap sepele. Perusahaan rugi besar, dan ada kemungkinan bulan ini juga sudah terjadi beberapa kecurangan. "Coba lu temui dulu pak Robi, beliau kan yang acc ini laporan? " "Pak Robi lagi di ruangan gak?" "Kayaknya lagi rapat bareng bini lu, ada investor baru." Aji langsung turun menuju ruangan rapat, tapi belum sampai ia di ruang rapat, Aji dikejutkan dengan istrinya yang tengah mengobrol bersama seorang laki-laki ber jas. "Dita, " panggilnya. Dita yang merasa dipanggil langsung melihat ke arahnya, dan tersenyum lembut. "Mas, ada apa ke sini?" Tanya Dita, namun tidak ada jawaban dari suaminya, hanya ada dengusan dan tatapan penuh tanya ke arah laki-laki di sebelah Dita. Seakan mengerti dengan rasa penasaran aji, Dita pun memperkenalkan rekan kerjanya itu. "Kenalin, Mas. Sahabat aku waktu kuliah dulu, Sakti." Mata Aji langsung melotot, apa katanya, Sakti? Jangan bilang itu Sakti yang dulu menjadi saingan beratnya untuk memenangkan hati Dita? "Halo, Ji. Makin ganteng aja gua liat lu." Kamvret! Kan beneran itu Sakti yang dulunya mengaku sahabat dekat sang istri, nyatanya hanya manusia yang bersembunyi di balik kedok persahabatan. "Wahh, Sakti, lama gak ketemu, gimana ilmu lo? Makin Sakti mandraguna, gak? Secara nama lu keren gitu." Dita mendelik menatap wajah Aji, ia bisa mencium aroma-aroma permusuhan antara suaminya dengan sahabat lamanya ini. "Oh ya, gua pinjam bini gua dulu, biasalah, lu pasti paham..." Aji melihat ke arah Dita dengan memberikan kode agar istrinya mengikuti dirinya. Sedangkan Sakti hanya tersenyum miris. "Oh ya, silahkan." Dita dan Aji berjalan bersisian, namun Aji memilih bungkam, hatinya masih terasa panas ketika melihat istrinya bercanda dengan saingan terberatnya itu. Tanpa menunggu Dita, aji masuk ke dalam lift, melihat itu, Dita langsung berlari menuju lift yang hampir tertutup. "Kamu kenapa sih? Aneh begini. " Kesal Dita, Aji kembali memilih diam. Dita menghela nafas lelah. Astaga, kenapa lagi suami langka nya ini. "Mas, kok diam terus?" "Gak, papa, kenapa sih?" Sahut Aji sewot. Dita tampak berfikir sejenak, lalu mendengus ketika sadar, penyebab suaminya seperti ini. "HALAH... BILANG AJA CEMBURU, BAMBANG." Teriak Dita dengan keras tepat di telinga Aji, membuat Aji terperanjat kaget. Astaga, istrinya ini memang benar-benar bar-bar. "Ya Allah, hamba ternyata salah menyebutnya bidadari tadi pagi, nyatanya dia seperti jin Tomang yang menyebalkan."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD