The power of the moon (kekuatan bulan)

1101 Words
"Keliatannya Dad tidak salah memilih tempat! Lingkungan ini terlihat indah dan nyaman! Kita pasti betah di sini, Terry!" Natalie menyenggol bahu adiknya yang sedang asyik menikmati pemandangan dari jendela mobil. "Kau benar, Natalie. Aku akan segera mencari teman baru di sini! Pasti teman-teman di sini tidak sebrengsek di New York," ucap Terry dengan nada jengkel di akhir kalimat. "Oh, ayolah! Ini sudah lingkungan baru. Kau harus melupakan masa lalumu di sana, Terry. Kau harus memulai hidup baru dengan orang baru, semangat baru dan juga pemikiran yang baru!" nasehat Natalie ke adiknya. Wajah Terry tidak terlihat baik. Mengingat masa lalunya di New York seringkali membuatnya jengkel. Teman-temannya sangat suka menghinanya karena tubuhnya yang kecil, pendek dan juga gendut. Sangat berbeda dengan Natalie yang tinggi dan langsing. Natalie banyak menjadi pujaan para teman-teman Terry terutama teman pria. Bahkan beberapa teman prianya banyak yang diam-diam menjadi pengagum rahasia Natalie. Usia Terry dan Natalie hanya selisih 2 tahun. Dan di dalam hati, Terry merasa tersaingi dengan kakaknya itu. Banyak hal yang dilakukan oleh Natalie selalu mendapatkan pujian namun sebaliknya, banyak hal yang dilakukan oleh Terry mendapatkan banyak cemoohan. Namun begitu, Natalie sangat baik padanya. Bahkan seringkali Natalie selalu membelanya jika ia melihat ada anak yang mengejeknya. Dan selama ini, hanya Natalie yang sangat dekat dengannya. Hanya Natalie yang selalu mendengar curhatannya. "Kita sudah sampai!" Suara Ronan membuyarkan imajinasi anak-anaknya. Mereka semua turun dari mobil. Sinar matahari pagi menerpa kulit putih mereka. Terasa hangat dan nyaman. Baik, Natalie maupun Terry memejamkan matanya menikmati suasana desa yang masih sangat asri itu. "Anak-anak, ayo masuk!" Kathy mulai membantu Ronan mengangkat beberapa dos untuk dibawa masuk ke dalam rumah. Rumah yang ditinggali keluarga Ronan terbuat dari kayu. Suasananya hangat dan terkesan klasik. Ada beberapa anak tangga yang harus dilewati sebelum mereka masuk ke dalam rumah. "Aku mau jalan-jalan dulu ya!" Terry melangkah ke rumah di halaman sebelah sementara Natalie memutuskan untuk membantu mengangkat barang ke dalam rumah. Rumah yang didatangi Terry terlihat asri. Tanamannya sangat terawat dengan warna warni bunga yang indah. Pagar rumah itu terbuat dari tanaman hijau yang dibentuk menyerupai pagar yang pendek. Terry melangkah masuk ke dalam halaman rumah tersebut. Ia melihat seorang anak yang seusianya sedang duduk di beranda sambil membaca sebuah buku. Gadis itu berambut pirang dan terlihat sangat cantik seperti boneka. Kulitnya bersinar ketika terkena sinar matahari. "Halo?" Terry menyapa gadis itu. Gadis itu sedikit terkejut mendengar sapaan Terry. Ia lalu meletakkan bukunya dan menatap Terry dengan tatapan penuh tanya. "Kau siapa?" tanyanya sambil mengerutkan keningnya. "Aku Terry. Aku adalah tetangga barumu. Rumahku ada di samping rumah ini." Terry menunjuk rumahnya yang tidak jauh dari pandangan mereka berdua. Gadis itu melihat ke arah yang ditunjuk oleh Terry. Disana terlihat dua orang dewasa sedang sibuk mengangkat kardus. "Oh! Kamu penghuni baru?" Gadis itu berdiri. Terry mengangguk. "Hmm ... " Gadis itu menatap Terry dari atas ke bawah dengan tatapan aneh. "Aku sedikit sibuk. Aku rasa suatu saat kita pasti bertemu lagi. Maaf, aku harus masuk dulu ya!" Gadis itu mengambil bukunya lalu segera masuk ke dalam tanpa menatap ke arah Terry lagi. Terry mengaitkan bibirnya. Ia bahkan tidak tau siapa nama gadis itu. Dan cara gadis itu menatapnya seperti tatapan para teman-temannya di New York. Tatapan yang kurang bersahabat. Terry menunduk dan dengan langkah yang lemas ia keluar dari halaman rumah itu lalu berjalan pulang. Terry masuk ke dalam rumah dan duduk di kursi dekat jendela. Pertemuan pertama dengan penduduk di sini ternyata tidak sesuai harapan. Keliatannya untuk mencari seorang teman sangat susah bagi Terry. "Terry, kamu ingin pilih kamar yang mana? Ayo, sana kamu pilih dulu. Setelah itu baru aku!" Natalie yang baru keluar dari ruang tengah kembali ke mobil untuk mengambil dos yang lain. Terry dengan enggan pergi ke dalam. Ia mulai memasuki ruangan satu persatu dan memilih sebuah kamar yang pemandangannya terlihat indah. Wajah Terry terlihat senang, pemandangan seperti ini tidak ia dapatkan di New York. Dan melihat hal-hal indah seperti ini membuat hatinya merasa baik. "Terry, sebentar siang, kamu dan Natalie ikut Mom ke sekolah untuk bertemu dengan kepala sekolah. Karena mulai besok, kalian sudah sekolah di sekolah yang baru." Kathy berkata di depan pintu kamar Terry. "Astaga Mom! Kenapa cepat sekali?" keluh Terry. Ia masih enggan menjalani rutinitas di lingkungan baru. Ia masih ingin bermalas-malasan dan bangun siang. Tugas sekolah terdengar sangat membosankan. "Itu sudah jadi tanggung jawabmu, Terry! Kenapa kamu ini malas sekali?" keluh Kathy melihat putri bungsunya lebih suka bermalas-malasan. Kathy berlalu sambil menggelengkan kepala. "Natalie, segera bersihkan dirimu, kita akan ke sekolah sebentar lagi!" Kathy berkata ketika berpapasan dengan Natalie yang sibuk mengangkat dos. "Baik, Mom! Aku akan meletakkan ini dulu di kamarku!" jawab Natalie sambil berlalu. Berbicara dengan Natalie sungguh berbeda rasa dibanding berbicara dengan Terry. Natalie hampir tidak pernah membantah jika disuruh. Sementara Terry, kebanyakan selalu menjawab dengan "tapi dan kenapa." Dan bagi Kathy itu sangat melelahkan. ****** Sekolah yang akan dimasuki oleh Natalie dan Terry tidak sebesar sekolah mereka yang berada di New York. Sekolah itu memiliki desain bangunan yang agak kuno. Dibangun dari bata merah dan pagar besi tinggi berwarna hitam. Suasana sekolah sudah sepi, karena para murid sudah pulang. Hanya ada beberapa siswa lelaki yang bermain basket saja di sana. Mungkin mereka masih enggan untuk pulang dan lebih memilih untuk menghabiskan waktu di sekolah. Melihat ada orang yang wajahnya terlihat asing, mereka serempak melihat ke arah Natalie dan juga Terry. Mereka memperhatikan keduanya sampai Natalie dan Terry menghilang di pintu ruangan kepala sekolah. Kathy mempertemukan anak-anaknya dengan kepala sekolah. Dan setelah dijelaskan aturan sekolah mereka dipersilahkan untuk pulang. Para siswa laki-laki itu masih ada di sana. Satu diantaranya menatap Natalie dengan tajam. Laki-laki itu terlihat gagah, tampan dan paling mencolok di antara semua siswa yang lain. Wajahnya tegas dan dingin, sorot matanya tajam. Dan tatapannya seperti mengunci tatapan mata Natalie sehingga Natalie tidak mampu memalingkan wajahnya. "Natalie, apakah dia menyukaimu?" Terry yang juga melihat cara laki-laki itu menatap Natalie jadi kepo. Sudah bukan hal baru lagi bagi Terry jika Natalie sangat disukai oleh banyak pria. "Jangan sembarangan, Terry!" Natalie segera memalingkan wajahnya dan tidak menatap kepada laki-laki itu lagi. Mereka kembali pulang dan Natalie mulai menyiapkan makan malam bersama Kathy. Sementara Terry, ia lebih memilih di kamar dan menata barangnya. Sebuah pigura tua yang ada di kamar Terry menarik perhatiannya. Ia mengambil pigura itu lalu membersihkannya. Foto yang ada di pigura itu adalah seorang gadis kecil cantik yang mengenakan gaun putih. Foto itu sudah usang dan terkesan lama. "Siapa ini?" gumam Terry. Ia mengambil foto itu dan membaliknya. Di sana ada sebuah catatan dengan tulisan anak kecil yang tidak rapi dan apa adanya. "Terimakasih kepada bulan purnama yang sudah mengembalikan kecantikanku."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD