2. S T A R T

1083 Words
  Hari berikutnya Javier memerintahkan seorang supir pribadinya untuk menjemput Alexa di hostel dan membawanya ke kantor. Padahal wanita itu sudah mengatakan agar Javier tidak perlu melakukan hal itu. Javier mengamati dokumen yang ada di tangannya sambil menganggukkan kepalanya, ia bergumam, “Sebetulnya kamu enggak perlu membawa kertas-kertas ini padaku, Lex. Tapi aku menghargainya, terima kasih,” ujarnya. “Kau bisa memulai pekerjaanmu besok, Lexa. Hari ini aku akan membawamu keliling kota Barcelona, bagaimana?” Senyum di wajah Alexa mengembang lebar, “Memangnya kau ada waktu untuk itu?” Tiba-tiba pintu ruangan Javier diketuk dan seorang wanita muncul dari baliknya, “Javier, Anda ada pertemuan penting siang ini, sepuluh menit lagi,” ujarnya. “Ups! Thanks Melfi,” sahut Javier dengan ekspresi menyesal memandang ke arah Alexa. “Aku mengerti, dan aku mohon jangan merasa enggak enak Jav. Aku akan ke ruangan Melfi untuk belajar soal pekerjaanku....” “Selesai pertemuan ini, aku akan mengajakmu, setuju?” Alexa mengangguk, “Tentu saja,” sahut Alexa senang. Javier meraih ponselnya dan menghampiri Alexa, “Aku senang kamu ada di sini, Lex,” katanya sambil tersenyum. “Aku juga, Jav,” balas Alexa. Aku juga, percayalah. Javier adalah pria yang hangat, ia tampan dengan rambut tipis yang menghiasi rahang tegasnya. Ditambah kumis tipis yang mempertegas hidungnya yang tinggi, manik matanya yang cokelat terasa menyejukkan bagi siapapun yang memandangnya. Mudah saja untuk jatuh cinta padanya, terlebih bagi Alexa saat ini. Melfi memberikan informasi tentang perusahaan Ataya Art Life yang bergerak dalam bidang landscape dan mengenai deskripsi pekerjaan yang harus dilakukan Alexa sebagai sekretaris Javier. Alexa tidak pernah menyangka bahwa mendesain sebuah tanah kosong membutuhkan penanganan seserius ini. Ia hanya bisa mengagumi tanpa tahu cara pengerjaannya. Menurut Melfi, Ataya Art Life dengan Javier sebagai desainer landscape-nya merupakan paduan yang cukup terkenal di Spanyol. Javier mahir dalam menggabungkan kesenian lokal dalam desain landscape dan itulah yang membuat Ataya banyak dipilih oleh para kliennya. Alexa tersenyum mendengar penuturan Melfi dalam bahasa inggris yang fasih. Sebagai teman, ia bangga Javier ternyata begitu berbakat dalam bidang yang ditekuninya. Melfi sudah tiga tahun menjadi sekretarisnya, tapi ia sudah bekerja di perusahaan ini selama sepuluh tahun dan tidak terdengar ia mengumpat bosnya itu seperti kebanyakan bawahan. Itu artinya Javier adalah seorang atasan yang punya toleransi terhadap bawahannya. “Hai....” Suara Javier mengejutkan Alexa yang masih serius membaca mengenai deskripsi pekerjaannya. Kepala Alexa mendongak, “Hai Jav,” balasnya sambil melirik jam yang melingkar di tangannya—sudah dua jam berlalu. Javier melihat ke arah sekretarisnya, “Melfi, tolong batalkan semua janji saya setelah ini. Saya ada urusan penting,” ujarnya sambil melirik Alexa. “Baik, Javier,” jawab Melfi. “Ayo Lexa, kita pergi.” Alexa bangkit dari tempat duduknya dengan perasaan tidak enak. Apalagi Melfi menatapnya dengan ekspresi penasaran dan penuh tanda tanya. Ia tentu saja senang dengan sikap Javier yang ramah, namun ia juga tidak bisa mengacuhkan pandangan orang lain tentang dirinya jika Javier terlalu mengistimewakannya. “Javier ... aku merasa enggak enak kamu meninggalkan pekerjaan penting hanya untuk mengajakku keliling barcelona.” Pria itu menolehkan kepalanya, “Jadi kamu pikir mengantarmu berkeliling bukan pekerjaan penting?” Alexa menelan ludahnya, apa menurutnya itu penting? Ia bertanya sendiri dalam benaknya. “Kamu juga penting Lex. Apalagi ini pertama kalinya kamu berada di kota ini. Aku sebagai tuan rumah harus memberikan pelayanan terbaik,” katanya. “Tapi aku kan bukan hanya mau bertamu di kota ini, mungkin aku berencana tinggal di sini, Jav,” sahut Alexa. Mata Javier melebar, “Benarkah?” Alexa tidak bisa menebak ekspresi Javier saat ini. Tetapi dari yang bisa ia lihat, raut wajah lelaki itu diliputi kegembiraan. Apa Javier bahagia dia pindah ke Barcelona? Alexa mengangguk, “Memangnya kenapa kalau aku berencana tinggal di sini?” “Bagaimana dengan ... pacar kamu?" Alexa berdecak pelan. Javier pasti melihat foto pada laman instagramnya, di mana ia sering berbagi momen kebahagiaannya bersama David selama tiga tahun ini. Ia menggeleng pelan, “Kami sudah enggak sama-sama lagi. Tapi Jav, aku mohon jangan katakan pada siapapun kalau aku di sini,” lirihnya pelan. Kepala Javier mengangguk pelan, "Kenapa?" tanyanya, "ehm, maksudku kenapa kamu putus dari David?" Kening Alexa berkerut sambil menatap mata pria di depannya, ia juga pasti tahu nama kekasihnya itu dari **. "Ada hal yang membuatku sadar bahwa kami enggak bisa bersama lagi," ungkapnya. "Aku bahkan menyadarinya sejak awal melihat foto kamu dan dia berkeliaran di ** kamu," katanya. "Ish, kamu stalking aku ya?" Javier tersenyum, "Ya kadang-kadang," akunya. "Lalu bagaimana dengan keluarga dan teman-teman kamu?" tanyanya ingin tahu, "apa mereka tahu kamu ada di sini?" Alexa menggeleng, "Enggak ada yang tahu ... aku akan beritahu mereka jika waktunya tepat," katanya Mulut Javier menganga sambil menatap Alexa dengan mata membesar, menunjukkan kalau dirinya terkejut dengan kenyataan yang baru saja disadarinya, “Ya ampun Lex, jangan bilang kalau kamu kabur dari rumah?” “Mungkin bisa dibilang begitu....” “Ck, mereka pasti cemas Lex,” ujar Javier sambil menepikan mobilnya di halaman parkir sebuah restoran pinggir laut. “Aku sudah mengirim pesan lewat email tadi malam, mereka tahu bahwa aku baik-baik saja,” ujar Alexa. Javier turun lebih dulu dan membukakan pintu penumpang. Alexa turun dari mobil dengan anggun dan mengikuti langkah pria itu masuk ke dalam restoran. Javier memilih tempat yang mendekat pada pantai, sehingga mereka bisa menikmati pemandangan ke arah laut dengan leluasa. Alexa duduk di kursi yang sudah ditarik Javier untuknya. Pria itu sangat manly sekali di matanya sekarang. Selama di Indonesia, Alexa tidak memiliki kesempatan untuk berinteraksi lebih banyak seperti sekarang. Jadi sebetulnya ia tidak memang tidak mengenal kepribadian Javier secara mendalam. Mungkin kalau saat itu Javier tinggal lebih lama di sana, kejadiannya akan berbeda.  “Bagaimana denganmu, Jav?” Kali ini gantian Alexa yang bertanya. "Dari tadi kan kamu terus yang bertanya tentang aku, sekarang ceritakan tentang kamu," ujarnya. “Hm? Apa yang kamu mau tahu?” tanyanya sembari melambaikan tangannya untuk memanggil pelayan. “Pacar kamu enggak marah kalau tahu kamu pergi berduaan denganku seperti sekarang?” pancing Alexa penasaran. Javier malah tertawa pendek sambil menggeleng, “Aku enggak punya pacar,” katanya sembari menerima menu yang disodorkan pelayan yang mendatanginya. Dahi Alexa mengerut, “Pria tampan seperti kamu enggak punya pacar? Padahal pasti banyak wanita yang antri mau jadi pacar kamu,” tegasnya sambil ikut terkekeh ringan seraya membuka menu yang ia terima dari Javier. "Quiero esto," ujar Javier dalam bahasa Spanyol yang artinya 'saya mau yang  ini' sambil memperlihatkan menunya pada sang pelayan. Javier melihat ke arah Alexa, "Kamu mau makan apa?" tanyanya. Alexa melebarkan senyumnya, "Kamu yang pesan buat aku saja deh Jav, aku bingung mau makan yang mana," ujarnya jujur. Kemudian terdengar Javier berbicara bahasa Spanyol pada pelayan untuk membuat pesanan Alexa. Setelah itu pelayan pergi. “Kamu bertanya tentang apa tadi?" tanya Javier. "Soal pacar kamu, aku enggak percaya kalau kamu enggak punya pacar," sahut Alexa. "Aku juga bilang pasti banyak cewek yang antri untuk jadi pacar kamu..." imbuhnya. "Memangnya kamu mau antri?” Alexa terbatuk kecil mendengar pertanyaan Javier. Ia menatap lurus pada manik cokelat pria di depannya, “Memangnya aku dapat nomor berapa kalau ikut antri?” pancing Alexa lagi. Sambil tertawa pelan Javier menjawab, “Nomor satu pastinya.” Dan Alexa pun membeku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD