E S C A P E

1588 Words
“Aku hamil,” ungkap Alexa sambil meremas kedua tangannya dengan gugup. “Huh??” Respon pria di depannya menusuk jantung Alexa. “Kau tahu keluargaku belum merestui hubungan kita kan?!” gusarnya sambil berdiri, “lagipula bukankah selama ini kamu minum pil kontrasepsi?” tanyanya. Mata Alexa membulat, ia sudah bertekad dalam hati sebelum mengungkapkan hal ini pada priatampan yang ada di depannya dan sudah tiga tahun ini menjadi kekasihnya. Jika pria pengecut ini tidak mau bertanggung jawab, ia tidak akan memaksanya. Alexa mengeluarkan selembar kertas, “Tolong, tanda tangani ini,” ujarnya dengan suara bergetar. Kening David berkerut, “Apa ini?” Ia meraih kertas itu dan membacanya. Matanya kembali menyorot pada Alexa sembari mengibaskan kertas itu, “Kau memintaku untuk tidak menuntut anak ini di masa yang akan datang??” tanyanya, “kau bermaksud ingin mempertahankan anak itu dan melepasku?” Alexa mengangguk pelan, ia memang tidak berminat lagi melanjutkan hubungannya dengan David sejak detik tadi ia menolak kehadiran darah dagingnya sendiri yang sekarang mulai bertumbuh di dalam rahimnya. Tiga tahun menjalin hubungan dengannya, tapi David belum pernah mengajak dirinya dalam acara keluarganya. Sebaliknya David sangat diterima di keluarga Alexa sejak pertama kali mereka pacaran. David adalah seorang dokter dan Alexa masih di bangku kuliah saat itu. “Ya, David ... aku ingin anak ini,” ujar Alexa. “Omong kosong!” Alexa memandang David dengan jantung berdebar, “Aku tidak akan menyingkirkan bayi ini, kalau itu yang ada dalam pikiranmu!” “Lalu, apa yang akan kamu lakukan dengan anak itu, huh??” “Aku akan membawanya pergi jauh, sehingga tidak seorang pun tahu bahwa kau meninggalkanku dalam keadaan seperti sekarang ini. Kau tidak perlu takut, aku tidak menuntut apapun padamu,” lanjut Alexa. David melangkah mendekati Alexa berusaha meraih tangannya, namun Alexa mundur menjauh—untuk menghindarinya, “Tapi aku tidak mau kehilanganmu, Alexa....” “Aku dan bayi ini sudah menjadi satu paket, atau tidak sama sekali David,” tegas Alexa seraya mengusap perutnya. Mata David membesar menyadari ketegasan dalam suara Alexa, “Kau mengancamku dengan menggunakan bayi ini? Atau kau memang sengaja menjebakku dengan membuat dirimu hamil, huh?” Alexa mengembuskan napasnya, “Terima kasih atas tuduhannya David. Kurasa aku tidak berminat lagi dengan penawaran yang kusebutkan tadi. Mohon tandatangani saja kertas ini dan kamu tidak akan melihatku lagi ataupun bayi ini,” pinta Alexa sambil menggeser lagi kertas tadi kepada David. David menarik napas panjang sambil memandang Alexa, ia meraih dengan gusar kertas di atas meja tersebut dan menorehkan tanda tangannya. “Bawa dirimu dan bayi itu jauh-jauh dariku!” tukasnya sambil memberikan kertas tersebut pada Alexa. Dengan senyum getir, Alexa menerima lembaran kertas itu dan keluar dari ruangan praktek David dengan perasaan berkecamuk. Namun memang ia sudah memprediksi reaksi David atas kehamilannya ini. Karena itu juga ia sudah mempersiapkan langkah selanjutnya. Pertama, tidak mungkin ia memberitahukan keluarganya tentang kehamilannya-karena sudah pasti akan mengecewakan mereka. Kedua, tidak mungkin juga ia mengatakan bahwa David tidak mau bertanggung jawab dengan menikahinya—terlebih keluarga David belum sepenuhnya menerima dirinya sebagai pendampingnya. Dan ketiga, tidak mungkin juga ia tetap berada di sini sementara perutnya akan bertambah besar dan akhirnya semua orang akan mengetahui kalau dirinya hamil. Alexa mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan pada sahabatnya, Katrina. Aku harus pergi, aku akan mengabarimu secepatnya. Jaga dirimu Katrina. Ia menunggu kurang lebih lima menit untuk menerima balasan pesannya. Tapi sepertinya Katrina belum juga membaca pesannya tersebut. Sampai akhirnya Alexa mematikan ponselnya ketika sudah duduk di dalam taksi. *** “Penerbangan ke Barcelona, Spanyol seharga 8.435.500 rupiah,” sebut pegawai tiketing loket penerbangan yang didatangi Alexa. Alexa meraih kartu debetnya dari dompetnya untuk membayar tiket penerbangannya tersebut. Beberpa menit kemudian ia sudah menerima tiketnya dan berjalan menuju ke area penumpang untuk segera check in. Beruntung ia hanya membawa tas travel kecil yang bisa dibawa ke dalam cabin. Alexa memilih negara yang tidak pernah terbersit di dalam pikirannya untuk dikunjungi. Ia sering menceritakan mengenai cita-cita untuk keliling negara Eropa, tapi ia tidak pernah menyebut Spanyol. Namun karena itulah sekarang ia memilih negara ini dan terpaksa meninggalkan keluarga dan teman-temannya juga impiannya untuk mempunyai bisnis roti sendiri. Ia akan mencoba untuk memulai hidup baru di sana bersama calon anaknya nanti. Alasan lainnya kenapa ia memilih Barcelona adalah ia memiliki kenalan yang tinggal di sana. Namun ia tidak memberitahukan kalau saat ini ia tengah menuju ke kota tersebut. Alexa berencana akan menghubunginya setelah ia sampai di sana nanti. Alexa masuk ke dalam pesawat dan duduk di kelas ekonomi. Perjalanan kali ini akan terasa panjang karena ia akan lalui sendirian selama tujuh belas jam ke depan. Ia memejamkan matanya ketika pesawat mulai bergerak. *** Kamar hostel ini terbilang sangat sederhana, ya tentu saja Alexa harus memikirkan hal lainnya ketimbang tidur dalam sebuah kamar yang nyaman dan mewah. Hari ini ia memutuskan untuk beristirahat setelah perjalanannya yang panjang, besok ia akan menghubungi temannya dan mencari kontrakan sesuai budget untuk memulai hidup barunya. Ditambah ia juga harus mencari pekerjaan demi membiayai hidupnya di sini. Alexa merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang beralaskan kain motif kotak-kotak itu. Matanya yang bening mengedar memandangi langit-langit kamar mungilnya. Sambil mengusap perutnya ia bergumam pelan, “Kita akan tinggal sementara di sini sayang, kamu jangan takut karena Mama akan selalu menjagamu....” Matanya berkaca-kaca, namun Alexa menarik napasnya dalam-dalam dan menahan diri untuk tidak terisak. Ia bertekad untuk tidak menangisi nasibnya, ini adalah harga yang harus ia bayar karena perbuatannya sendiri. David adalah pria yang pernah sangat ia cintai dalam hidupnya, mungkin David adalah satu-satunya pria yang bisa menembus hatinya, sehingga ia rela menyerahkan jiwa dan raganya pada lelaki itu. Alexa rela menyerahkan mimpi-mimpinya pada pria itu dan dengan sabar menunggu janji-janji yang pernah diucapkan David padanya terwujud. Namun sampai akhirnya kehamilannya ini terungkap, ternyata David tidak juga memenuhi janjinya untuk membawanya pada keluarganya. Kejadian ini membuka matanya tentang seperti apa David sebenarnya, pria itu hanyalah seorang pengecut yang takut berkomitmen dan bertanggung jawab. Dalam hati Alexa berjanji akan menghapus David dari cerita hidupnya dan dari hatinya, walau pria itu meninggalkan kenangan yang tidak mungkin akan pernah bisa ia lupakan sepanjang hidupnya nanti. Yaitu anak dalam rahimnya saat ini. Namun ia tidak akan memohon pria itu untuk menerima dirinya ataupun anaknya. *** Setelah mengganti nomor ponselnya dengan nomor ponsel lokal di Barcelona, Alexa menekan nomor telepon temannya. “Hallo,” jawab suara di ujung sana. “Hallo, Javier?” “Ya, who is this?” “Ehm ... ini aku—Alexa....” “Alexa?? Alexandria?? Kamu di Barcelona??” tanya suara di seberang sana dengan nada terkejut. Ia bisa mengenali nomor lokalnya tentu saja. “I-iya. Javi ... bisakah—“ “Kamu di mana sekarang, Lex?” Kepala Alexa mendongak dan berputar mengamati sekitarnya. “Cafe Faya, depan Linen Hostel?” “Tunggu, sepertinya aku tahu itu di mana, aku segera ke sana oke,” ujar Javier. “Thanks, Javi,” sahut Alexa dan menutup ponselnya. Alexa duduk dengan segelas minuman dan roti panggang yang cukup untuk mengisi perutnya. Ia mengagumi rotinya dan juga rasanya. Adalah cita-citanya untuk bisa memiliki cafe roti seperti ini, ramai dengan pengunjung yang datang untuk menikmati roti buatannya. Mama akan memanjakanmu dengan roti buatan Mama nanti, sayang, ujarnya dalam hati ditujukan kepada bayi dalam perutnya.  Tiga puluh menit kemudian muncul sosok laki-laki bertubuh tinggi dan tegap yang berjalan ke arah Alexa. Pria itu membuka kacamatanya dan tersenyum sambil melambaikan tangan pada Alexa. Wanita yang dikuncir kuda itu baru menyadari bahwa ia mengenal pria itu ketika sudah berjarak satu meter dengannya, “Javier!” serunya dengan wajah riang. “Hai Alexa,” sapa pria itu sambil mendekat. Tanpa sadar Alexa memeluk pria itu dengan hati senang dan lega. Akhirnya ia mengenal seseorang di tempat yang jauh ini. Javier adalah teman dari temannya Katrina yang pernah menyukai Alexa di masa ia masih kuliah. Namun tidak berlanjut karena Javier hanya tinggal untuk liburan di Indonesia, beberapa kali Alexa dan Javier masih bertukar kabar lewat **. Baru kemarin Alexa minta nomor ponsel lelaki itu lewat direct message. Ia tidak menyangka sambutan Javier akan sehangat ini. Alexa melepaskan tubuh lelaki itu dan memandangnya, “Terima kasih, Javier,” ucapnya. Pria itu melengkungkan bibirnya dan menarik kursi untuk duduk, “Aku enggak nyangka kamu ada di sini, Lex,” katanya. Alexa duduk kembali sambil tersenyum, “Aku juga enggak nyangka bisa ke sini....” Kening Javier berkerut menuntut penjelasan lebih jauh mengenai keberadaan Alexa di kota ini, Barcelona. “Jadi apa yang membawamu ke sini?” Alexa menunduk sambil menelan ludahnya dan mengangkat kepalanya lagi, “Aku ingin tahu seperti apa rasanya tinggal di sini,” jawabnya. Pria di depannya terkekeh sambil menggeleng, “Sepertinya alasan itu kurang kuat untuk membawamu sampai ke sini, Lex,” sanggahnya tidak yakin. “Javier ... aku butuh pekerjaan. Bisakah kau membantuku?” “Pekerjaan? Kamu ke sini mau bekerja?” “Itu bukan kejahatan kan?” Javier menggeleng cepat, “Tentu saja bukan. Sebaliknya aku senang. Dan masalah pekerjaan, kamu bisa bekerja di kantorku,” katanya. “Oya?” Alexa memandangi Javier dari atas sampai bawah, “tentu saja, dari penampilanmu aku harusnya tahu kalau kamu ini mungkin CEO atau pemilik perusahaan besar, bukan begitu?” Javier berdecak, “Aku hanya bekerja di perusahaan ayahku, Lex,” ujarnya merendah. “Sebagai?” Javier menyeringai, “Sebagai CEO,” katanya sambil tertawa. Alexa ikut tertawa lepas. Dadanya menghangat dan lega sekaligus bahwa ia masih memiliki seseorang yang bisa diandalkan untuk dimintai pertolongan. Javier tidak perlu tahu alasan sesungguhnya kenapa ia berada di kota yang sama dengannya saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD