bc

Save Me Love Me

book_age16+
1.1K
FOLLOW
7.2K
READ
dark
family
badboy
student
drama
comedy
sweet
bxg
highschool
friendship
like
intro-logo
Blurb

Arsen, seorang pria badboy pada umumnya yang sering diceritakan seperti di drama, novel, film maupun W*****d. Arsen membenci hidupnya. Hatinya dingin dan suka menghajar orang sesuka hatinya.

Statusnya sebagai anak pemilik sekolah tempat dia berada membuatnya bisa berlaku semaunya.

Hingga akhirnya, dia jatuh cinta pada seorang gadis yang bernama Fani. Seorang siswi yang berani mencuri ciuman pertamanya di depan gerbang sekolah.

Bagaimanakah kisah dari mereka? Bagaimana tentang kehidupan mereka yang penuh luka? Akankah berakhir bahagia atau justru sebaliknya?

chap-preview
Free preview
Arsenio Danial Afranzy
BRUAKK!! Arsen mendorong tubuh Gilang dengan satu sentakan keras hingga punggung lelaki itu membentur pintu loker di belakangnya. Erangan tertahan terdengar dari mulut Gilang. Semua murid yang melihat hal itu hanya bisa diam dan memperhatikan. Beberapa yang pernah dalam posisi itu bahkan sampai kesusahan meneguk saliva masing-masing. Tak ada seorangpun yang berani mendekat atau menolong Gilang. Selain karena takut menjadi korban amukan Arsen berikutnya, mereka juga tidak ingin terlibat masalah. Terlibat masalah dengan Arsen berarti siap-siap babak belur. Dan tidak ada seorangpun yang cukup gila untuk mengorbankan dirinya menjadi bulan-bulanan seorang Arsen. Arsen maju, mencengkeram kerah seragam Gilang sebelum akhirnya melayangkan satu pukulan keras tepat di tulang pipi atas Gilang. Gilang terjengkang ke samping, sekali lagi mengerang menahan sakit akibat pukulan dari Arsen. "Taruh tangan lo ke depan!" perintah Arsen ketika telah berdiri tepat di depan Gilang. Posisinya yang berdiri sedangkan Gilang yang duduk seakan menjelaskan siapa yang lebih berkuasa di sana. Gilang tampak sedikit ragu, akan tetapi ia tetap melakukan perintah Arsen. "Buruan! Pake lama!" bentak Arsen. Setelah tangan Gilang terjulur ke depan, Arsen tersenyum miring lantas menginjak tangannya dengan pelan tapi kuat. "Aaa ...!!" Gilang mencoba menahan teriakan yang ingin keluar dari mulutnya karena rasa sakit di tangannya. Semua murid yang menyaksikan hal itu hanya bisa meringis, seolah-olah mereka juga merasakan dalam posisi Gilang saat ini. Apalagi Arsen semakin menekankan kakinya kuat-kuat pada tangan Gilang sambil memutar-mutarnya tanpa ampun. Mengabaikan ekspresi kesakitan dari Gilang. "Lo tau apa kesalahan lo?" tanya Arsen dengan nada berat dan tajam. Gilang mengangguk cepat. "Ma-maaf, Arsen. Gu-gue tadi nggak sengaja." Gilang meringis ketika merasakan Arsen semakin menekan pijakan kakinya. Berdecih pelan, Arsen kemudian berjongkok mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Gilang. Iris mata hitamnya menatap dingin pada Gilang, membuat Gilang bergidik dan menunduk takut, tidak berani membalas tatapan mata Arsen. "Kalau lo nglakuin itu lagi, gue bakal patahin tangan lo," lirih Arsen penuh ancaman. Gilang mengangguk cepat. Wajahnya bertambah merah dan semakin meringis merasakan sakit di tangannya yang masih diinjak oleh Arsen semakin menjadi. Bahkan Gilang yakin jika tulangnya sudah retak saat ini. 'Jangan sampai lumpuh, please...,' batin Gilang. Arsen membuang napas singkat lalu berdiri dan mengangkat kakinya dari tangan Gilang. Tanpa banyak bicara lagi, Arsen berbalik. Dan saat itu juga murid-murid yang sedari tadi berkumpul di lorong loker untuk menyaksikan apa yang baru saja terjadi langsung menyingkir ke kanan dan ke kiri, merapat ke pinggir loker milik masing-masing. Mereka seolah sengaja memberi jalan seluas-luasnya kepada sang pemilik nama lengkap Arsenio Danial Afranzy untuk lewat. Tidak ada seorang pun dari para murid itu yang berani membuka suara ataupun mungkin bernapas ketika Arsen melewati mereka. Bahkan menatap mata Arsen secara langsung pun tidak ada yang berani. Kepergian Arsen diikuti dengan tiga orang siswa di belakangnya. Tiga orang yang memiliki pengaruh kuat di sekolah sama seperti Arsen yang merupakan putra dari pemilik tempat mereka bersekolah. Arsen adalah seorang laki-laki yang jika digambarkan dalam novel ataupun cerita-cerita di dalam w*****d sebagai badboy. Dibalik wajahnya yang tampan, dia memiliki sifat yang buruk. Urakan, suka mem-bully atau lebih tepatnya menghajar orang sesuka hatinya, pemalas, seenaknya sendiri, dan banyak lagi sifat-sifat jelek yang dimiliki oleh seorang Arsen. Tidak ada yang berani menegurnya meskipun itu guru sekalipun. Mereka terlalu takut untuk dipecat mengingat status Arsen di sana. Jadi, hanya ada satu hal yang harus dilakukan jika sekolah di sana dan tidak ingin mendapat masalah. Dan satu hal tersebut adalah; hindari manusia bernama Arsen. Sekali saja kalian menyentuhnya, maka kalian akan berakhir seperti Gilang atau mungkin lebih parah lagi. Arsen memiliki tiga orang teman. Sebenarnya bukan teman juga. Sejak awal, Arsen tidak berniat memiliki teman atau menjalin pertemanan dengan orang lain. Dia tidak tertarik dengan hubungan semacam itu. Akan tetapi, tiga orang yang kini disebut sebagai temannya sangat suka mengekorinya kemana pun dia pergi. Awalnya, Arsen selalu mengusir keberadaan mereka bertiga yang terus-terusan menempel padanya. Arsen sangat risih dan tidak menyukai mereka. Tapi itu semua sia-sia saja. Mau seberapa kalipun Arsen mengabaikan, mengusir dan bahkan mencaci, mereka tetap ada di sisi Arsen. Mereka bertiga bagaikan anak ayam yang baru lahir yang selalu mengekori induknya. Arsen tidak pernah memungkiri jika jauh dalam hati kecilnya, dia senang karena pada akhirnya ada orang yang mau berteman dengannya. Jika kalian berpikir mereka mendekati Arsen karena berniat menjilat, kalian salah. Karena pada kenyataannya, justru ketiga teman Arsen memiliki latar belakang ekonomi yang sama seperti Arsen. Mereka semua anak orang kaya, bahkan mungkin jauh lebih kaya darinya. Setelah Arsen dan ketiga temannya pergi, semua murid menghela napas lega. Satu persatu dari mereka pun mulai kembali ke aktifitasnya masing-masing yang sempat tertunda karena kejadian tadi. Ada yang mengambil beberapa buku paket dalam lokernya, mengambil blazer hitam mereka yang sengaja mereka simpan dalam loker karena malas menggunakannya saat pulang kemarin atau bahkan mungkin hanya sekedar mengecek isi loker mereka apakah ada yang hilang atau tidak. Semua benar-benar kembali ke aktifitasnya seolah tadi tidak pernah terjadi apapun. Mereka bahkan sudah tidak menganggap ada sosok Gilang yang masih duduk di lantai lorong loker tersebut. Satu hal lain lagi yang juga perlu diketahui. Jika kalian telah menjadi 'korban' dari seorang manusia bernama Arsen, maka jangan harap ada yang peduli padamu atau menolongmu. Jangan harap ada yang melirikmu, mengasihanimu ataupun bertanya- "Lo nggak papa?" Seorang gadis berambut lurus panjang hitam, menghampiri Gilang dan bertanya. Dengan senyum tipis, gadis itu berjongkok untuk memeriksa luka di tangan Gilang akibat ulah Arsen barusan. Benar. Tidak akan ada seorangpun yang akan melakukan hal itu kecuali satu orang. Gadis itu. Dia murid baru. Lebih tepatnya, gadis itu menjadi murid baru di kelas XI sejak tiga bulan yang lalu. "Ke UKS? Luka lo harus segera diobati biar nggak infeksi." "Ayo!" Gadis yang tak lain bernama Fani itu berdiri dan mengulurkan tangan kanan, mengajak Gilang untuk berdiri dan ikut dengannya ke UKS. Dengan sedikit ragu atau mungkin malu, Gilang menerima uluran tangan Fani. Fani tersenyum tipis pada Gilang setelah Gilang berdiri di sampingnya. Dengan santai, Fani menggandeng tangan Gilang dan berjalan keluar dari lorong loker menuju ruang UKS yang terletak di gedung sebelah. Fani mengabaikan tatapan sekilas dari beberapa murid padanya. Ya, hanya sekilas karena hal itu tidak menarik sama sekali. Dan Fani bersyukur akan hal itu. Tidak ada yang men-judge perbuatannya sebagai perbuatan sok pahlawan seperti di film-film hingga malah berakhir dirinya yang terkena bully. *** "ARSENIOOOOO!!" Arsen yang baru saja menyandarkan satu sisi tubuhnya ke tembok dan hendak memejamkan mata mendengus kasar. Dia melirik tajam pada pria yang duduk di sebelahnya tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Pria yang dilirik justru menanggapi dengan cengiran tanpa dosanya. "Seeen ... Arseeeeeennn ...," panggil pria itu sekali lagi dengan nada yang dibuat-buat, membuat Arsen mendesis tak suka. "Sen, dedek emesh Bastian ini lagi ngomong sama kamu. Dengerin." Arsen menoleh 90 derajat menatap pria di sebelahnya dengan tatapan jijik. Ya Tuhan, dia tidak percaya bisa tahan berteman dengan pria itu selama setahun lebih. "Lo mau mati?" geram Arsen dengan penuh ancaman. Bukannya takut, Bastian justru berdecak pelan lalu menunjuk pada tumpukan cokelat di atas bangku Arsen dengan warna pita yang berbeda-beda. "Cokelat-cokelat lo ini, boleh buat gue 'kan?" "Ambil aja," jawab Arsen singkat. Ia hedak berniat kembali menyandarkan sisi tubuhnya ke tembok dan memejamkan mata ketika tiba-tiba sebuah teriakan dari belakangnya membuat telinganya setengah tuli. "LAH, ARSEN! KAN KEMARIN LO BILANG KALAU COKELAT HARI INI ITU BUAT GUE SEMUA. KENAPA JADI LO KASIH KE BASTIAN m**o INI?!" Rafael yang duduk di bangku belakang Arsen mengeluarkan protes tidak terima. "Buset, dah. Suara lo ngalahin toa masjid, Raf! Sumpah ya, gue rasa lama-lama temenan sama lo bisa bikin gue budeg!" ucap Bastian sambil mengorek lubang telinganya dengan jari kelingking. "Biarin, Nyet! Siapa suruh lo jadi temen gue?" jawab pria yang mempunyai nama lengkap Rafael Pradana Putra itu. "Lagian hari ini tuh jatah cokelat Arsen buat gue semua! Lo kan udah kemarin!" "Bodo amet! Orang Arsen ngasih juga." "Nggak bisa. Enak aja lo dapet jatah dobel. Lo kan udah ngambil punya Gavin tadi. Lo kemanain cokelat-cokelat itu? Hari ini cokelat Arsen sepenuhnya milik gue!" tegas Rafael, beranjak menuju bangku Arsen dan mengambil semua cokelat di sana dalam satu tangkupan. Saking banyaknya cokelat di meja Arsen, beberapa bahkan sudah jatuh ke lantai. Melihat hal itu, Bastian bergerak cepat. Dia memungut cokelat-cokelat yang jatuh ke lantai tersebut dan menaruhnya dalam tas kresek hitam yang tiap hari dia sediakan. Membuat Rafael mencak-mencak nggak jelas. "Bastian k*****t! Awas aja besok, jatah lo juga gue ambil. Bastian! Udah jangan ambil semua, woi! Gue sumpahin lo kena diare empat puluh hari empat puluh malam! Bastiaaaannn!!" Arsen menggelengkan kepala pelan melihat kelakuan dua orang temannya yang bertengkar hanya gara-gara cokelat. Tiap hari bangku Arsen memang selalu dipenuhi dengan cokelat-cokelat pemberian dari para siswi yang mengidolakannya. Selain cokelat, kadang ada juga yang memberinya kado, surat cinta ataupun berbagai macam karangan bunga. Arsen kadang bergidik ngeri, emang dia mayat dikasih bunga segala? Sedangkan di belakangnya, Gavin, teman Arsen yang lain hanya menatap Rafael dan Bastian dengan tatapan datar. Pemandangan itu memang biasa dia saksikan setiap hari. Menghela napas pelan, Gavin mengambil Iphone dari saku blazernya dan memasang headset ke telinganya. Gavin memutar salah satu daftar playlist di Iphone lalu memilih untuk menekuk dua tangannya di atas bangku dan membenamkan wajahnya di sana. Ia terpejam sambil menikmati alunan lagu yang sedang berputar lembut di telinganya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Chandani's Last Love

read
1.4M
bc

Marriage Not Dating

read
550.2K
bc

Perfect Marriage Partner

read
810.4K
bc

Beautiful Madness (Indonesia)

read
220.4K
bc

Fake Marriage

read
8.5K
bc

The Unwanted Bride

read
111.1K
bc

Turun Ranjang

read
579.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook