S A T U

1245 Words
"Brianna!" Mendengar namanya dipanggil dengan nada kencang membuat fokus Brianna yang tengah membuat kue jadi terbagi. Perempuan itu lantas segera membersihkan tangannya dari tepung, lalu bergegas keluar dari dapur untuk menghampiri atasannya. Sebelum membuka pintu di depannya, Brianna mengetuknya pelan dan baru berani masuk ketika mendengar sahutan dari dalam. Brianna berdiri ditengah ruangan, menunggu atasannya berbalik dan kembali meneriakinya dengan ucapan kasar seperti biasanya.Huft! Kali ini apa lagi kesalahannya? Batin Brianna bertanya, karena setahunya ia tidak melakukan kesalahan apa pun. Mungkin. "Mrs. Gritte." Panggil Brianna pelan. Ia menunduk hormat ketika atasannya itu berbalik dan memandangnya tajam "Kali ini kau sadar apa kesalahanmu, Brianna?" Tanya Mrs. Gritte dengan tangan bersedekap Brianna diam, mulai memikirkan hal salah apa yang ia lakukan. Tapi setelah hampir dua menit diam, ia tidak mengetahui apa salahnya. Brianna lantas menggeleng pelan. "Maaf, Mrs. Saya—" Map yang dibanting diatas meja membuat Brianna terkejut hingga memundurkan langkahnya. Ia pun menunduk, tak berani menatap langsung mata Mrs. Gritte. "Kenapa kau tidak mengantar pesanan untuk orang yang penting, Brianna?! Kau lupa sudah jam berapa ini?" Baru setelah itu Brianna membelalakan matanya dengan mulut menganga saat mengingat jika ia lupa mengantar pesanan 100 kue lamington. “Astaga! Mrs. Gritte, maafkan atas kelalaian saya." Mrs. Gritte hanya bisa memijit pelipisnya yang mendadak pening. "Pergi antar kue itu, Brianna. Kau masih punya waktu setengah jam." "Baiklah, Mrs." Brianna bergegas keluar dari ruangan Mrs. Gritte dan berjalan menuju dapur. Sambil sesekali menatap jam yang tergantung di dinding, Brianna bergegas membungkus kue-kue yang akan ia antar. Untungnya saat itu ia dibantu oleh Bailee, salah satu rekan kerja Brianna, jadi pekerjaan Brianna bisa selesai lebih cepat. "Bailee, terima kasih telah membantuku." "Tidak masalah, Bri." Bailee menepuk bahu Brianna sekali lalu kembali ke pekerjaannya. Brianna tersenyum lebar, ia pun melepas apron miliknya, menggantungnya di depan loker lalu merapikan rambut dan juga bajunya. Ia kemudian memasukan kue-kue ke dalam box motor dan segera menjalankan motornya ke alamat yang sudah diberitahu oleh Mrs. Gritte. *** Sampai di alamat yang ditunjukan, Brianna hanya bisa berdiri diam di depan sebuah bangunan megah di hadapannya ini. Ia bahkan sampai harus mendongak untuk mengagumi betapa tinggi dan megah bangunan di hadapannya. Ketika beberapa orang melihat kearahnya, Brianna lantas menunduk malu. Ia pun melangkahkan kakinya memasuki gedung itu, tapi penjaga keamanan menghentikan langkahnya. "Maaf, Anda tidak boleh masuk." "Hm...saya di sini ingin mengantarkan pesanan kue atas nama Ms. Davia." Ucap Brianna sambil menunjukan kue yang yang ada ditangannya. Penjaga keamanan itu tampak menatap Brianna lama sebelum berbalik badan dan berbicara melalui walkie talkie dengan seseorang. Setelah mendapat izin, baru setelah itu penjaga keamanan tadi menatap Brianna kembali. "Mari ikut saya," ucap penjaga keamanan itu. Brianna menangguk, mengikuti langkah penjaga keamanan. Mereka berdua terus berjalan lurus, menyusuri lorong gedung yang terlihat indah dengan berbagai hiasan seperti lukisan dan guci-guci mewah. Brianna lagi-lagi dibuat kagum. "Dari sini Anda bisa mencari seseorang bernama Carlos yang akan menunjukan Anda ruangan Ms. Davia." "Baiklah, terima kasih." Penjaga keamanan itu mengangguk sopan sebelum berbalik pergi. Sementara Brianna dengan sudah payah mendorong pintu besar dihadapannya. Dan ia terkejut ketika pintu di depannya terbuka. Musik yang kencang pun terdengar, membuat Brianna meringis karena musiknya yang seketika membuatnya pusing. Brianna lantas melangkah masuk, berjalan dengan bingung mencari seseorang bernama Carlos. Ia menatap sekitarnya dengan mata memicing karena penerangan yang minim membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas, hingga kemudian seseorang menepuk bahunya. Brianna berjingkat kaget. Ia berbalik, menatap ngeri pada pria yang berada dibelakangnya. Pria itu tampak menyeramkan bagi Brianna dengan tatoo yang memenuhi hampir seluruh lengannya, dan beberapa anting ditelingannya. "Apa kau yang mengantar kue itu?" "Iya." Jawab Brianna sedikit keras karena musik yang terus menggema. "Apa kau Carlos?" Pria di depannya itu mengangguk. "Iya, ayo ikut aku. Aku akan mengantarmu menemui Ms. Davia." Ia mengambil alih kue-kue ditangan Brianna lalu melangkah lebih dulu. Lagi-lagi Brianna menangguk. Ia mengikuti langkah Carlos, melewati beberapa orang yang tengah menari ditengah lantai dansa. Ia langsung bergeser ketika ada pria mabuk yang hampir menabraknya, membuat Carlos yang dari tadi memperhatikan Brianna jadi terkekeh. "Kau baru pertama kali ketempat seperti ini?" Tanya Carlos. "Iya." Carlos menangguk mengerti. "Aku beritahu kau, jika ada seseorang memberimu minuman beralkohol jangan kau terima." "Memangnya kenapa?" "Karena aku yakin kau tidak pernah meminumnya. Bisa gawat jika orang sepertimu meminumnya." "Baiklah, aku akan mengingat ucapanmu." Akhirnya mereka pun sampai di depan pintu yang tertutup, Carlos melirik Brianna sekilas sebelum membuka pintu di depannya. "Ms. Davia, kue pesanannya sudah datang." "Oke. Tunggu sebentar, Carlos. Aku punya sedikit urusan disini." Brianna melangkah masuk dengan pelan. Ia langsung menutup hidungnya saat asap rokok memenuhi ruangan itu. Ketika ia menolehkan pandangannya ke kiri, Brianna dibuat terkejut saat melihat seseorang wanita tengah b******u panas dengan pria tua. Kedua orang itu tidak malu memperlihatkannya di depan banyak orang dan malah menikmatinya. Brianna pun memalingkan wajah sambil mencengkeram baju bagian belakang Carlos. Carlos menoleh, mengerti jika Brianna tampak tak nyaman berada disini. Ia lantas berbisik ditelinga Brianna. "Kau bisa tunggu di luar saja. Nanti aku akan memberikan uangnya padamu." Brianna menangguk cepat. Ia langsung berbalik pergi meninggalkan ruangan itu. Tapi ketika ia hendak keluar, ia malah bingung mencari pintu keluarnya. Akhirnya ia lebih memilih untuk menunggu Carlos saja di salah satu kursi di sana. Brianna duduk diam di sana, memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang dan juga orang yang berdansa. Ketika ia tengah memperhatikan sekitar, seorang pria ikut duduk di sebelahnya, menatap Brianna dengan senyum manisnya. "Hai," sapa pria itu. "Kau sendiri?" "Ehm...iya." Brianna mendadak canggung, terlebih saat membandingkan pakaiannya dan pakaian pria di depannya ini. Mereka tampak sangat berbeda sekali. Ya ampun! Brianna mendadak merasa tidak percaya diri. "Kau mau minum?" Pria itu menawarkan minuman yang entah sejak kapan dipesan. Mungkin saat Brianna tengah sibuk memperhatikan sekitar. "Tidak usah. Aku–" "Tenang saja. Ini bukan alkohol." Ucap pria itu, seakan mengerti apa yang dimaksud Brianna. Brianna menatap lama pria di depannya ini, lalu setelah yakin dia tidak berbohong, Brianna perlahan meminumnya. Rasanya seperti jus jeruk. Dan tidak ada rasa aneh lainnya. "Apa ini jus jeruk?" "Iya." Pria itu meminum lagi minumannya lalu menghadap Brianna. "Aku Edgar. Namamu siapa?" "Brianna." "Nama yang bagus." "Terima kasih," ucap Brianna sedikit malu, karena baru kali ini ada orang yang memuji namanya. "Kau mau berdansa denganku?" Brianna menggeleng. "Tidak. Aku disini saja." Tolaknya halus. "Ayolah." Ketika Edgar menyentuh lengannya, Brianna segera menjauh seketika. Tubuhnya tiba-tiba saja terasa panas setelah Edgar menyentuhnya. Tunggu! Ada apa ini? Padahal tadinya suhu ruangan ini biasa saja. "Kenapa, Brianna?" "Jangan mendekat!" Briann mundur perlahan. Lalu ia menyadari pasti sesuatu telah dicampur diminumannya. "Apa yang baru saja kau berikan padaku?" "Jus jeruk." "Tidak! Kau pasti sudah mencampurnya dengan sesuatu. Tubuhku terasa panas." Brianna mengipas-ngipasi wajahnya dengan tangan. Tapi bukannya menghilang, rasa panas itu justru memburuk. Brianna hampir menagis dibuatnya. Ia menoleh kebelakang, mencari keberadaan Carlos yang belum juga muncul sejal tadi. Ya Tuhan! Bagaimana ini? "Brianna..." Edgar mendekat, memeluk punggung Brianna pelan. Tanpa sadar Brianna melenguh. Matanya sedikit terpejam saat Edgar mengecupi lehernya. "Kau menyukainya, Brianna?" Kedua mata Brianna langsung terbuka. Ia mendorong kasar Edgar lalu segera berlari menjauh. Untungnya setelah itu ia bisa menemukan pintu keluarnya. Brianna tidak lagi memikirkan apa-apa, yang terpenting ia bisa segera pergi dari tempat itu. Brianna terus melangkah menyusuri lorong hotel, tubuhnya terasa semakin panas. Ia bahkan sudah tidak sanggup untuk melangkah lagi. Brianna pun menyenderkan punggungnya di dinding sembari mengatur nafasnya yang mulai memburu. "Panas..." gumam Brianna. Ia baru akan kembali melangkah, tapi seseorang justru menabrak bahu Brianna, membuatnya terjatuh dan ia tidak ingat apa-apa lagi setelah itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD