01: Kehidupan Yang Sengsara

1207 Words
"Sudah berapa kali sih saya bilang, kamu harus kasih saya uang minimal lima ratus ribu setiap Minggu, kamu pikir uang segini cukup buat bayar listrik, air, dan lain-lain?!" bentak seorang wanita paruh baya yang memakai daster dan mencepol rambut khas Emak-emak sambil melempar uang pecahan 50 ribu ke wajah lelaki di depannya. Namanya adalah Rohiyah, dia Ibu tirinya, Ayahnya menikah dengan wanita ini sehari setelah kematian Ibunya, jadi ia sangat yakin kalau wanita ini pasti sudah berselingkuh dengan Ayahnya sebelum Ibunya meninggal. "Bulan ini tidak banyak tawaran untuk kuli bangunan, itu saja saya sudah sambil jadi kuli angkut di pasar." Paparnya langsung. Ia adalah Erik Sendiaga, lelaki berumur 20 tahun. "Trus saya peduli? Gak! Tugas kamu itu cuma cari uang, jadi jangan bantah!" suara Rohiyah makin kencang terdengar, terlihat seorang pemuda lain yang keluar dari bilik kamar sambil mengucek mata, pasti Adik tirinya itu terbangun karena kehebohan yang dibuat Rohiyah. "Ada apasih Bu pagi-pagi berisik, aku jadi keganggu tau!" ketus pemuda itu dengan wajah masam, namanya Delon Pamungkas, usianya setahun lebih muda daripada dirinya. Rohiyah yang sejak tadi ngomel-ngomel langsung tersenyum lembut saat melihat kehadiran anak kandungnya. "Aduh maaf ya Nak, habisnya nih Kakakmu gak becus cari uang!" lalu melirik sinis dirinya. Delon langsung menatap tajam Erik, "Kakak tuh cuma perlu cari uang lima ratus ribu seminggu apa susahnya sih!" ketus Delon membuat Erik langsung mengepalkan tangannya dengan napas tertahan. Adik dan Ibu tirinya ini memang tidak tau diri. "Sudah-sudah pergi kamu, cari uang lagi, jangan balik kalo belum dapet!" lalu dengan kasarnya Rohiyah mendorong Erik sampai hampir terjatuh di teras rumah, Erik sekali lagi menahan napas, lalu berjalan keluar dari rumah berbahan kayu itu. Bruk! "Adoh! Kahau jalanhh yang beher!" Erik tersentak, menatap Ayahnya yang mendorong-dorongnya dengan tubuh sempoyongan. "Ayah mabuk lagi?" "Heeee! S-siaphaa yaang mabyok hahaha!" lalu lelaki yang rambutnya hampir beruban semua itu melipir sempoyongan melewati dirinya sambil tertawa-tawa gila. Erik kali ini sampai memejamkan matanya menghadapi kenyataan hidupnya sendiri, sengsara, hanya satu kata itu yang cocok menggambarkan kehidupannya. "Tuhan ..." Erik mendongak, menatap langit dengan setetes air mata terjatuh. "Kenapa hidup hamba seberat ini?" keluhnya serak menahan sesak. *** "Ini upah kamu." Erik menerimanya dengan penuh syukur, "terimakasih banyak, Pak." Balasnya dengan suara riang. "Kamu gak capek Rik kerja banting tulang begini? Lebih baik kamu pikirkan lagi tawaran saya kemarin, kamu kerja saja di kota, tinggalin keluargamu yang gak berguna itu." Ujar Pak Sofian merasa iba, ia adalah tetangga sekaligus Bos nya, terkadang selain menjadi kuli Erik memang bekerja buruh tani kalau sudah benar-benar tidak ada job. Erik tersenyum samar menanggapi tawaran menggiurkan Pak Sofian itu, "mau bagaimanapun juga mereka adalah keluarga saya." "Walah Rik-rik, kamu jadi anak baik banget, kalau kamu anak saya pasti sudah saya rawat dengan baik, gak kayak Bapakmu yang pemabuk itu!" Erik sekali lagi tersenyum, namun kali ini lebih lebar. "Bapak bisa aja, yasudah saya pamit dulu kalau begitu." "Oh iya-iya, hati-hati kamu." Erik mengangguk sopan, selanjutnya melenggang pergi. Ia menyempatkan membeli beras dan kebutuhan dapur di warung dulu sebelum pulang, karena kalau tidak pasti ia akan kena semprot lagi oleh Ibu tirinya yang suka nyinyir itu. "Mas Erik." Erik yang sedang berjalan pulang membawa kresek belanjanya tersentak, wajahnya yang letih seharian bekerja langsung segar saat melihat kekasihnya yang menyapanya, namanya adalah Maharani Ayudewi. "Kamu mau ke mana, Wi?" Dewi tersenyum kalem, gadis berkuncir kuda tanpa poni dengan wajah cantik tanpa polesan make up itu memang sering disebut sebagai kembang desa. "Mau ke warung, Mas." "Kebetulan banget aku habis dari sana, harusnya tadi aku agak lama aja ya di warung biar kita bisa ketemu disana." Dewi langsung tersenyum malu-malu, "Mas bisa aja." Melihat wajah bersemu kekasihnya itu membuat hati Erik langsung meringan begitu saja. "Ayo aku anter." Tawarnya yang langsung dicegah Dewi. "Ah, g-gak usah, Mas kan juga habis dari sana, aku gak mau Mas capek." "Kamu memang satu-satunya orang yang memperhatikanku Wi, makasih." Erik menggenggam tangan Dewi lembut. Dewi tersenyum kaku, secara natural menarik tangannya. "A-aku udah ditungguin Ibu, aku pergi sekarang ya Mas." Erik mengangguk, "yaudah hati-hati." Dewi hanya membalas seadanya sebelum akhirnya pergi dengan sedikit tergopoh-gopoh, sepertinya gadis itu memang dikejar waktu, pikir Erik. Lelaki dengan tinggi 180 cm itu melanjutkan perjalanannya yang tadi sempat terhenti, namun di tengah perjalanan ia melihat sebuah mobil yang berhenti dan terlihat seorang lelaki kebingungan. Erik menyempatkan mendekat, "ada apa, Pak?" "Ah, untung ada Adek, Adek tau bengkel di deket sini nggak? Soalnya disini susah sinyal saya mau menghubungi deler langganan." Erik mengerjap, "aduh Pak kalau bengkel dari sini jauh, mungkin ada sepuluh kilo-an lagi." Supir itu terlihat makin bingung, membuat Erik jadi tidak tega. "Kalau saya boleh tau memangnya mobilnya kenapa, Pak?" "Itu ban mobilnya kempes." Erik langsung menatap ban mobil itu, dan benar memang kempes. "Bapak bawa ban serep?" Supir itu mengerjap senang, "bawa, Adek bisa gantiin?" tanyanya penuh harap. Erik tersenyum tipis, "saya coba dulu ya Pak," balasnya, memang ia dulu juga pernah kerja serbutan di bengkel jadi ia kurang lebih paham hal-hal mendasar seperti ini. "Yaudah saya ambilkan ban sama alatnya dulu!" ucap supir itu antusias, bersamaan dengan itu pintu mobil dibuka dan keluar seorang wanita, untuk sesaat Erik sampai tercengang melihatnya, harap maklum ia di desanya tidak pernah melihat wanita dengan pakaian mewah dan riasan secantik ini, kalau melihat wanita ini ia sadar ternyata Dewi bukanlah apa-apa. 'Astaga mikir apa aku!' batinnya langsung menggeleng kasar, sebagai lelaki wajar jika langsung mleyot melihat wanita cantik. Wanita berkulit seputih s**u dengan pinggang ramping itu menatapnya sejenak, rambut sebahunya lurus dengan kacamata hitam membingkai wajahnya. Wanita itu seperti manequin hidup. "Dek, ini ban sama alatnya!" Erik terkesiap, langsung bergegas menuju ban yang kempes dan menggantinya dengan serius, Erik bukanlah lelaki playboy atau buaya, tapi kalau mengagumi wanita yang cantik menurutnya itu masih wajar. Beberapa menit bergulat dengan pekerjaannya akhirnya selesai, Erik memang cekatan dalam segala hal. "Makasih banyak atas bantuannya Dek, saya gak tau tanpa Adek gimana nasib saya tadi." Supir itu berkali-kali mengucapkan terimakasih membuat Erik malah sungkan. "Sama-sama Pak, sesama manusia memang harus tolong menolong." Supir tersebut tersenyum, lalu menyodorkan beberapa gepok uang. Erik yang melihatnya terperanjat kaget. "Buat Adek." "H-ha? G-gak gak usah!" tolaknya tegas dengan panik, bahkan jika ke bengkel pun biayanya tidak akan sebanyak ini. "Jangan ditolak, anggap saja ini hadiah atas kebaikan kamu." "Jangan begitu Pak, saya ikhlas—" "Terima!" Erik dan supir tadi langsung diam saat wanita yang ditebak sebagai Bos tiba-tiba berbicara, suara wanita itu tegas tapi terdapat kelembutan diwaktu yang sama. Sedikit serak dan dalam. Sekali lagi Erik mengumpati otaknya, kenapa selalu memikirkan hal yang tidak-tidak sih! "T-tidak usah Mbak, lagian uang itu terlalu banyak untuk saya." Wanita tadi menatap Erik lama membuat Erik langsung membuang muka kikuk sambil menggaruk leher, "taruh aja Pak." Titah wanita itu kepada supirnya, dan tak lama supir tadi langsung menaruh segepok uang itu di atas tanah, tentu saja Erik makin kaget dan kelimpungan. "Loh Pak—" "Udah Dek terima saja, rejeki jangan ditolak." Ujar supir itu sebelum berlari buru-buru masuk mobil karena entah sejak kapan wanita tadi sudah masuk ke dalam mobil. Erik hendak mengejar tapi sudah terlambat karena mobil yang melenggang cepat, namun sesaat sebelum mobil benar-benar hilang dari hadapannya ia sepertinya melihat sesuatu dari jendela mobil yang terbuka membuatnya langsung terhenyak diam. Wanita tadi sepertinya ... tersenyum kepadanya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD