2. Lelaki Kejam Berwajah Tampan

1011 Words
Seringkali kehidupan mempermainkan perasaan insan. Ada yang terlahir rupawan, jelek, kaya, miskin, cerdas dan bodoh. Akan tetapi jiwa yang tegar akan selalu mampu menghadapi segala ujian, biarpun harus menahan pedih tapi pada akhirnya kesabaran itu akan berbuah manis. Seperti kisah Gadis yang bernama Alea, dia baru kelas dua SMA. Dia hanya tinggal berdua bersama ibunya. keluarganya termasuk miskin. Beruntung bisa melanjutkan sekolah dengan beasiswa karena prestasinya. Rumah juga tidak punya, hanya kontrakan di gang kumuh yang bisa mereka sewa. "Aku harus segera mendapatkan pekerjaan, bagaimana nasibku dan ibuku nanti? Kalau hutang terus menerus pasti dimarahi lagi sama bu Romlah," batin Alea. Alea berjalan gontai mencoba memasuki toko dan warung makan, namun tidak ada lowongan sama sekali. Hari semakin sore, Alea memutuskan untuk pulang. Dia terpaksa jalan kaki sebab mau naik angkot uang sepeserpun tidak punya. Tiba-tiba langkahnya terhenti karena mendengar suara yang tidak asing. "Mau pulang ya?" tanya seorang gadis sebaya Alea. "Iya, Hana. Kamu dari mana?" tanya Alea balik dengan wajah cerah. "Biasa, habis jalan-jalan sama Zaki. Ayo pulangnya bareng aku dari pada jalan kaki!" ajak Hana yang mengendarai motor matic Vario 150. "Terimakasih ya," ucap Alea senang mendapat boncengan, kalau jalan kaki bisa satu jam baru sampai rumah. "Ah kamu ini! Seperti sama siapa saja. Tapi kamu nanti jangan bilang sama orang lain ya! Jika orang tuaku tahu aku pacaran, pasti nanti dimarahi deh," bujuk Hana nyengir. "Iya santai saja! kita kan best friend," jawab Alea sambil tertawa. Di balik tawanya, sebenarnya hati Alea merasa pilu. "Andaikan aku masih punya ayah, mungkin nasipku tidak begini amat. Senang rasanya melihat teman lain yang bisa jajan disekolah, bisa beli baju bagus, punya motor sendiri jadi bisa jalan - jalan," gumam Alea pada dirinya sendiri. "Alea, kenapa kamu bisa sampai di Alun-alun kota sendirian?" tanya Hana membuyarkan lamunan Alea. "Aku sedang mencari pekerjaan, Ibuku sudah empat hari ini dipecat. Mau belanja bahan makanan hutang terus dimarahi sama bu Romlah," jawab Alea sedih. "Ibumu jadi biduan kan? Kenapa bisa sampai dipecat?" tanya Hana merasa kasihan. "Ibuku sudah tak muda lagi, pasti pemilik grub lebih memilih yang muda-muda karena banyak peminat sawerannya," jawab Alea apa adanya. "Sabar ya! Nanti aku coba cari informasi kalau ada pekerjaan yang bisa dikerjakan sepulang sekolah," bujuk Hana yang membuat Alea merasa terhibur. Mereka sudah hampir dua tahun berteman semenjak mereka memasuki SMA. Dan Hana satu-satunya orang yang mau berteman dengan Alea. Karena Alea gadis culun dan pemalu, membuat dia jarang berkomunikasi kalau tidak di sapa duluan. Meskipun Hana dari keluarga yang lumayan berada, gadis itu selalu baik dan sering menolong Alea saat kesusahan. Begitu juga sebaliknya, Hana sering minta tolong Alea dalam hal belajar karena Alea sangat pintar, sering masuk tiga besar umum. "Aku antar sampai sini saja ya? Oh ya, tadi aku dikasih pak de uang dua ratus ribu. Aku bagikan padamu separuh, lumayan bisa buat belanja dulu," kata Hana setelah menghentikan sepeda motornya dipinggir jalan. "Terimakasih, Hana. aku memang sama sekali tidak punya uang, tetapi nanti kalau aku sudah dapat pekerjaan pasti aku ganti," jawab Alea senang menerima uang dari Hana. "Tidak usah kamu pikirkan! Sudah sore, aku pulang dulu ya," pamit Hana berlalu pergi. Bagi Hana uang seratus ribu termasuk kecil, sedangkan bagi Alea uang segitu sangat berarti untuk bertahan hidup selama lima hari. Dengan hati riang Alea memasuki gang rumah kontrakannya yang tidak jauh dari jalan raya, sebelum pulang Alea mampir ke warung dulu membeli bahan masak untuk makan, karena tadi siang dia juga belum sempat makan. "Bu, saya beli beras satu kilo. Minyak goreng serengah liter, tahu dan tempe lima ribu. Sama bumbu masak lengkap ya," pinta Alea. "Tapi jangan ngutang lagi ya! Hutangmu dua hari saja belum dibayar," sindir bu Romlah. "Iya, Bu Romlah. saya sekalian mau membayar hutang yang kemarin. Jadi berapa ya semuanya?" tanya Alea tenang. "Nah gitu dong, kalau mau beli ya harus bayar dulu! Soalnya modalnya muter terus buat belanja lagi Kalau dihutang ya bisa berhenti warungku," tutur Bu Romlah berubah ramah. Alea membayar dengan uang seratus ribu tadi kemudian mendapat kembalian tiga puluh lima ribu. Disindir pemilik warung sama sekali Alea tak sakit hati, karena bu Romlah memang seperti itu. Ramah dengan pembeli tapi cemberut saat dihutang berkali - kali. Sesampainya di rumah, Ibunya masih belum kelihatan juga. "Mungkin ibu sedang sibuk mencari pekerjaan, aku masak dulu nanti Ibu pulang bisa langsung makan malam," batin Alea. Alea memasak nasi secara manual karena tak punya ricecooker, elektronik di rumah kecilnya hanya televisi dan kompor saja. Kalau cuaca panas memakai kipas tangan. Mereka sengaja hidup seadanya untuk menghemat listrik. Sambil menanak nasi, Alea menumis tempe dan menggoreng tahu. Adzan Maghib berkumandang Alea baru selesai memasak, tapi Ibunya masih belum pulang juga. "Sebaiknya aku sholat dulu sajalah, sambil menunggu ibu pulang." Dan benar saja, selesai Alea sholat ibunya sudah pulang. "Ngutang lagi di warung bu Romlah ya?" tanya ibunya yang melihat makanan di atas meja. "Tidak, Bu. Tadi di pinjami Hana uang," jawab Alea jujur, karena dia memang gadis lugu. "Baik juga temanmu itu," balas Ibunya meletakkan tasnya di kamar. "Ayo kita makan, Bu," ajak Alea sambil membuka tudung saji. Perutnya sebenarnya sudah keroncongan sejak tadi. Tapi Alea menunggu Ibunya yang pasti juga kelaparan seperti dia. Selesai makan mereka duduk santai di kursi tamu. "Maafkan aku, Bu. Aku gagal mencari pekerjaan. Tetapi besok aku akan mencoba mencari lagi sepulang sekolah," kata Alea sedih. "Tidak papa, Alea! Mencari pekerjaan memang sulit. Bagaimana kalau kamu menggantikan ibu saja?" tanya Ibunya antusias. "Apa? jadi biduan? Aku tidak bisa, Bu." Alea merinding jika harus nyanyi dipanggung dan disawer lelaki hidung belang. "Kamu kalau dandan cantik. Suaramu juga bagus, kenapa tidak mau?" bujuk ibunya setengah memaksa. "Aku takut, aku juga tidak percaya diri," jawab Alea memelas. "Tenang saja, Alea! kemanapun kamu manggung pasti ibu akan menjagamu," bujuk Ibunya meyakinkan Alea. "Tapi aku tidak percaya diri, Bu. Aku memilih bekerja yang lain saja sesuai kemampuanku. Tadi Hana sudah bilang mau membantu mencarikan pekerjaan sepulang sekolah. Ibu doakan saja semoga aku segera dapat," tolak Alea secara halus. "Baiklah, Ibu tidak akan memaksa. Ibu juga lagi memikirkan usaha apa yang sekiranya lumayan menghasilkan," balas Ibunya Alea memahami putrinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD