Penyesalan Hazel

1072 Words
Hazel terbangun dari tidurnya dengan sedikit terguncang. Masih dengan wajah mendongak dia melihat jam dinding di depannya yang menunjukkan jam tiga, hal itu membuat dirinya kaget bukan kepalang, namun kemudian ia ingat jam itu sudah mati sejak seminggu lalu. Dirinya tidak sempat mengganti sampai sekarang karena sibuk. dia bangkit dan menurunkan itu, “maaf tidak sempat merawatmu;” bisiknya pada jam sambil membuka tutup belakangnya dan melepaskan baterainya. Gadis itu mencoba mengingat-ingat di mana dia menyimpan baterai cadangan, sembari menoleh kesana kemari. Sepertinya dia ingat, dia tidak menyimpan baterai cadangan. dia teringat dirinya tidak pernah peduli pada keadaan di rumah. Biasanya ibunya yang akan membereskan semua permasalahan di rumah, dan ayahnya akan berperan membereskan masalah di restoran. Dirinya hanya anak bandel yang sibuk bermain dan mengganggu. Hazel menuju kamarnya. Mencari-cari di setiap laci yang dia punya di kamar. Membuka dan menutup laci dengan sedikit geram. “aku harus sedikit peduli pada kebutuhan rumah ini, dan bukannya hanya peduli pada diriku sendiri,” ia geram pada dirinya sendiri. Tiba-tiba air mata menitik di pelipisnya. dia berjongkok di depan laci terakhir yang dia buka dan menundukan pandangannya sambil memeluk jam yang mati itu dengan erat. Tak lama dia bangkit dan berjalan ke arah ruangan yang telah lama tidak ia kunjungi. Berdebu dan gelap. Hazel mencoba meraba dinding sebelah kanannya sampai menemukan yang mengganjal tangannya. saklar lampu yang sudah tak bisa dihidupkan. Terakhir kali sepupunya datang untuk membersihkan ruangan ini tidak ada keluhan darinya. Jadi dia yakin saklar lampunya baru-baru ini rusak. dia menuju jendela yang tirainya mulai usang dan berdebu. Meski sepupunya membersihkan ruangan ini, dia tidak mengijinkan satu barang pun keluar dan masuk di ruangan ini. Hazel meletakan jam yang sedari tadi tangan kirinya peluk ke sebuah meja baca kecil yang juga sangat berdebu. Meski gelap dapat dia rasakan aura pengap dan penuh debu di sini. dia mulai membuka tirai yang usang itu. Cahaya menerobos masuk melewati dirinya dibalik jendela yang bahkan belum dibuka. Hazel melihat ke belakang dan semua cahaya yang tidak pernah masuk ke ruangan ini seolah senang dapat menjadi yang pertama masuk. Cahaya itu cukup membuat penerangan di ruang yang gelap dan sendu ini. Hazel juga membuka jendela agar tidak hanya cahaya tetapi juga udara dapat masuk. Dia yakin udara juga sudah tidak sabar untuk menyapa ruang yang sepi ini. Pemandangan yang disuguhkan dari jendela ini adalah taman sempit di mana dulu Hazel kecil sering menggunakannya untuk bermain sendirian, sebab tidak banyak anak seusia dirinya di sekitar lingkungannya – meskipun ia punya banyak teman saat di sekolah. Lagi-lagi air mata yang tidak pernah dikeluarkan selama bertahun-tahun lamanya jatuh begitu saja tanpa disuruh. dia tidak menyangka mereka terus memperhatikan dirinya. “apa mereka benar-benar memperhatikan dirinya?” Hazel meragukan apa yang terjadi selama ini. Dirinya sadar bahwa bukan anak yang pantas untuk mendapatkan semua kasih sayang, dahulu bahkan dia tidak peduli jika dirinya dipedulikan atau tidak. Sekali lagi Hazel melupakan tujuannya datang ke ruangan ini. dia menoleh ke belakang melihat rak besar di arah barat laut darinya. dia menuju rak tersebut, yang menyatu dengan meja di tengahnya, kiri dan kanannya penuh buku. Dari buku manajemen, resep memasak milik ayahnya. Buku serba-serbi tentang hukum milik ibunya dan buku dongeng warna-warni berjejer paling bawah milik dirinya. dia mengerti mengapa ibunya menaruhnya paling bawah, itu karena dahulu ketika dirinya berumur empat tahun, dia suka datang ke ruangan ini dan membacanya sendiri sampai tertidur di kasur orang tuanya. Hazel menahan dirinya untuk mengutak-atik jejeran buku di depanya. Segera dia berjongkook dan membuka tutup setiap laci di bawah meja yang menyatu dengan rak ini. Meja itu penuh foto yang Hazel tidak ingin lihat sekarang. dia sedang tidak ingin mengaduk-aduk perasaannya yang sensitif sejak bangun dari tidur tadi. dia menemukan beberapa baterai masih tersegel yang mirip dengan baterai jam dinding yang mati itu, jadi dia mengambil jam yang dia tinggalkan di meja baca di dekat jendela. Hazel masih saja mencoba dan melepas baterai yang memiliki ukuran yang berbeda, ia kembali ke laci dengan membawa jam di pelukannya, melihat apakah ada ukuran lain. Di dalam laci yang sudah ditinggalkan bertahun-tahun itu amat rapi dan cukup lengkap, “Ayah memang selalu penuh persiapan.” Ia mulai menyadari bahwa ayahnya sangat suka menyimpan hal penting dan penuh Persiapan. Dan akhirnya Hazel menemukan yang dicari setelah mencoba beberapa baterai yang ukurannya tidak pas. Saat ingin menyesuaikan waktunya dengan jam di ponselnya, ia lupa di mana letak ponselnya. “ah sialan, ini jam berapa sih!” gerutunya pada jam yang tak bersalah. Hazel keluar dari kamar tersebut tanpa menutup pintu. Dia turun ke lantai bawah di mana dia bangun tadi, melempar pandangannya ke sofa yang terlihat bekas lembab sebab dia ternyata belum berganti pakaian sejak bangun. Hazel merasa frustasi dengan keadaan, ia tidak baru saja ditinggalkan, sudah hampir 5 tahun, “Entah mengapa aku selalu saja tidak terbiasa untuk beberapa hal…” membuat dia lagi-lagi kesal pada jam dan membantingnya di sofa tempat dia bangun tadi. dia pergi melenggang meninggalkan jam tak bersalah itu sendiri di sofa yang lembab bekas air pantai. Ia memilih membersihkan diri daripada memperbaiki jam yang membuat dia banyak bernostalgia. Dengan masih berbalut handuk di tubuh dan rambutnya, dia naik ke lantai atas lagi menuju lorong paling pojok, ruangan yang terakhir kali dia masuki sebelum berselancar. dia mencari-cari ponsel yang hanya digunakan sebagai alarm, penunjuk waktu, dan arah. Hazel menemukan ponsel itu di sofa yang membelakangi jendela. Di samping sofa itu berjejer beberapa papan selancar yang dia miliki. Hazel menekan tombol power ponselnya yang sengaja ia matikan dan melihat sudah jam 09.20 AM. dia sangat terlambat dari waktu maksimal untuk terlambat, yang seharusnya dia berada di resto membantu pamannya pada jam 8 tepat. Hazel mencoba mengaktifkan ponselnya meski dia tidak peduli dengan notifikasi yang muncul berjejer. dia membaca pesan paman yang berisi, ”Hazel, Kau istirahat saja hari ini, kudengar dari Nadya kakimu terluka. Semoga cepat sembuh, jangan lupa diobati lukanya yang lebih baik.” Hazel tertegun dan menyadari ternyata kakinya masih terasa perih, entah mengapa untuk beberapa waktu lalu itu terkesampingkan oleh luka dari masa lalu. Dia tidak membalas pesan pamannya dan menghempaskan dirinya di sofa. Mendongakan wajahnya ke atas. dia tidak tahu kalau pamannya memperhatikan dirinya selama ini. dia menutup kedua telapak tangannya ke wajahnya dan menggosok wajahnya. Hazel melihat ke arah ponselnya lagi, menghidupkan tombol power dan mengetik balasan ke pamannya, “iya paman, hari ini aku mau membersihkan rumah dan ruangan orang tuaku, mungkin aku akan datang siang. Terima kasih paman.” Dan mengirim.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD