part 3

1302 Words
  Selma dan ketiga sahabatnya sudah masuk di kelas XI-B. Ia duduk dengan Syabilla di pojok kanan kelas, sedangkan Dewi dan Diva di depannya, tempat ini strategis untuk tidur, bermain ponsel dan mengobrol. Saat ini, kelas begitu ramai karena tidak ada guru yang mengisi jam pelajaran, semua guru mengadakan rapat bersama kepala sekolah.   "Girls, jadi enggak nih?” tanya Dewi yang tegah mencat kukunya.   Ketiga sahabatnya yang Sedang  asik bermain ponsel langsung menengokkan wajahnya ke arah Dewi.   "Jadilah,” kata Selma dengan santainya.   Syabilla yang mengerti hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Sedangkan Diva hanya melongo bingung tak mengerti.   “Apaan sih? Kok gue enggak ngerti,” kata Diva dengan wajah bingungnya.   "Aelah, lo lemot banget sih, itu ngerjain anak baru,” kata Dewi yang memberitahu.  Diva pun hanya mengangguk.   "Jadi gimana?” tanya Dewi yang tengah meniup-niup  kukunya yang tadi di cat.   Dan Selma pun membisikan rencananya kepada Syabilla, Dewi dan Diva. Kedua sahabatnya mengangguk setuju, tapi Tidak dengan Diva yang haya diam bingung. "Kapan rencananya?” tanya Diva dengan wajah bingung andalannya.   "Tahun depan!” kata syabilla   "Yasudah ... berarti, nanti saja,” ucap Diva dan kembali memainkan ponselnya.   Ketiga sahabatnya terheran  dan menghela nafas karena kepolosan seorang Diva.   Setelah merencanakan apa yang telah mereka bicarakan, akhirnya mereka menyuruh seseorang untuk menyiapkan semua peralatan agar mereka dapat menjalankan aksinya.   Setelah mendapat kode bahwa semua alat telah siap. Mereka berjalan menuju musala, karena sesuai informasi, Nafasya tengah berada di musala untuk menunaikan shalat duha. Setelah mereka mengintip sebentar, kearah toilet, dan benar, Nafasya bersama dengan temannya yang di ketahui bernama Ina, sedang berwudu. Selma dan ketiga sahabatnya tersenyum licik, karena menurut mereka rencananya akan berjalan lancar.   Mereka memulai aksinya, Selma dan Syabilla berlari kearah kanan toilet sedangkan Diva dan Dewi berlari kearah kiri toilet. Setelah melihat targetnya keluar, dan Dewi memberi aba-aba, Selma langsung menarik tali yang ia pegang.   Brakk!   Air kotor itu jatuh mengenai seseorang, namun bukan target, melainkan guru agama mereka yang di ketahui bernama Bu Janah, guru killer kedua setelah Pak Joni.   "Siapa yang melakukan ini!" teriak Bu Janah.   Selma memberi kode kepada Dewi untuk berlari dalam hitungan ketiga. Setelah Selma mengacungkan ketiga jarinya, mereka berempat pun lari dari toilet.   Dan di tempat kejadian itu, Nafasya dan Ina melihat Selma dan ketiga sahabatnya berlari keluar dari persembunyian.   "Astagfirullah ..." ucap Nafasya dan Ina, mereka langsung membantu Bu Janah yang sedang kesulitan akibat ulah Selma itu.   Tak terasa, bel pulang sekolah berbunyi nyaring seantero SMA Budi Utomo. Seluruh murid berhamburan keluar kelas, dengan wajah yang bahagia. karena pasalnya, suara yang paling indah, adalah suara bel pulang sekolah.     Selma dan ketiga sahabatnya, sudah berada di luar kelas.   "Kita kantin dulu, kuy," ajak Dewi   "Kerjaan lo makan terus,” kata Diva, sambil memainkan kipasnya.   "Kita jalan ke mall yuk, gue bawa mobil nih," ajak Selma sambil memainkan kunci mobil.   "Ayo,” ucap mereka serempak.   "Yasudah, Come on! " ucap Diva dengan semangat.   Mereka berempat berjalan kearah parkiran yang masih terlihat ramai di isi oleh murid-murid dari SMA Budi Utomo. Selma dan ketiga sahabatnya memasuki mobil berwarna merah yang sudah terparkir cantik di tempatnya.   "Kenapa tadi enggak tepat sasaran ya?” tanya Diva membuka obrolan. Ia duduk di kursi belakang bersama dengan Dewi. Sedangkan Syabilla duduk di depan bersama Selma yang sedang menyetir.   Selma menengok ke spion yang berada di tengah. "Gue juga kesel. Lo sih Dew, ngasih taunya kurang tepat,” ucap Selma dengan gereget.   "Kalau gitu kita bes--” Selma yang tengah memperhatikan Dewi di kaca spion, langsung terkejut ketika ia kembali melihat ke hadapannya. Ia pun menginjak pedal rem dengan cepat.   Dukk!   Keempatnya terjungkal kedepan. Syabilla meringis mengusap dahinya yang terbentur dash board mobil karena ia tidak menggunakan sabuk pengaman.   Mereka yang asik menyumpah serapahi Selma, tak sadar bahwa ada seorang polisi yang sedang mengetuk kaca mobil.   Selma dan ketiga sahabatnya was-was melihat seorang polisi yang sedang mengetuk kaca itu. Wajah Selma berubah seketika menjadi pucat. Karena ia lupa membawa surat-surat mobil.   Tok ... tok ... tok   Selma memperhatikan wajah semua sahabatnya, yang sama khawatir dengan keadaan yang akan terjadi. “Buka aja kacanya, Sel,” ucap Syabilla yang tidak ingin merumitkan masalah.   “Mending kita kabur aja,” ucap Selma yang sudah ketakutan.   “Jangan, mau di kejar-kejar polisi, lo?” kata Dewi.   Mau tak mau, Selma membukakan kaca mobilnya   "Selamat siang," sapa Polisi.   ‘Ganteng banget ni orang ...’  batin Selma.   "Hallo, Mbak?" kata polisi sambil melambai-lambaikan tangannya.    "Eh ... iya, " jawab Selma yang salah tingkah.   Ketiga sahabatnya di mobil, sudah heboh dengan rumpi ceriwisnya.   “Polisinya ganteng banget,” ucap Syabilla.   "Kalau kaya gini caranya, gue mau di tilang setiap hari,” ucap Dewi yang masih terkagum melihat wajah polisi itu. Mendengar ucapan Dewi, Diva memukul tangan Dewi yang berada di sebelahnya. "Gila lo ... lo mau di tilang setiap hari?” tanya Diva yang terheran melihat Dewi.   "Ya boleh, Kalau polisinya macam begituan," jawab Dewi tanpa dosa.   Selma tak memperdulikan ocehan semua teman-temannya itu. Untuk saat ini, ia fokus dengan polisi yang ada di hadapannya.   "Surat-surat, Mbak?” tanya Polisi tersebut.   “Mbak? Maaf, Pak. Gue itu masih sekolah, masa di panggil Mbak sih?” Selma melirik sinis kearah polisi tersebut.   Polisi itu menaikkan alisnya."Pakaian kamu tidak mencerminkan,” ucapnya dengan suara yang dingin.   "Yaelah, Pak, sekarang itu modelnya fashion. Jangan ketinggalan jaman gitu dong,” kata Selma.   Polisi itu menghiraukan ocehan Selma, ia sibuk menulis sesuatu di kertas yang ia bawa.   Lama di acuhkan, Selma mempunyai kesempatan untuk berkenalan dengan sosok pemuda berwajah tampan di depannya. “Pak polisi kenalan dong,” kata Selma, sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Namun polisi itu malah menangkupkan tangannya di d**a sambil memberitahu namanya. "Gibran".   Selma menarik kembali tangannya dengan kikuk. "Oh. Oke Pak Gibran, gue mau pulang sekarang ....”   "SIM, STNK?” tanya Gibran.   “Gue lupa bawa, Pak. Lagian rumah gue di daerah sini,” ucap Selma sambil melipat tangannya di d**a.   “Tujuan kamu?”   "Tujuan apaan, Pak?” tanya Selma yang tak mengerti kata tujuan itu.   “Tujuan perjalanan kamu," ulang Gibran.   “Gue mau ke mall, Pak. Bapak mau ikut, Yuk,” ajak Selma dengan santai.   Gibran menggeleng pelan melihat tingkah seorang perempuan yang seperti ini. Padahal ia tau kalau Selma adalah anak murid dari SMA milik orang tuanya. Namun, Gibran tidak ingin memperpanjang masalah ini.   “Kamu, saya lepaskan. Sekali lagi kamu melanggar rambu, saya bawa kepengadilan.”   “Bawa ke pelaminan aja ayo, Pak,” gumam Selma pelan.   Gibran menghiraukan ucapan Selma. “Yaudah Pak, urusan sudah selesai. Gue mau lanjut jalan. Dadah Bapak.” Selma masuk kedalam mobil sambil melambaikan tangannya.   Seperti ada sesuatu yang terlupa, lantas ia kembali keluar mobil dan memanggil nama Gibran. “Pak? Boleh minta nomor teleponnya?” Gibran menyerit bingung.   “Oh, emm--gini, kalau misalkan Gue di tilang di pertigaan sana, gue bisa menelpon, Bapak," alibi Selma.   Percaya dengan ucapan anak kecil yang ada di hadapannya, Gibran memberikan kartu nama yang sudah tersedia nomor telepon di dalamnya.   “Terimakasih ... selamat bekerja Bapak polisi ganteng ...” setelah mengucapkan itu, Selma berlari kearah mobilnya.   Di situ Selma belum meyadari, bahwa Gibran adalah kakak dari Nafasya. Lagipun ia tau hanya sebuah nama tanpa wujud rupa laki-laki tersebut. Sama Seperti para sahabatnya yang mengenal Gibran melewati gosip anak-anak kelasnya.   Selma masuk kedalam mobilnya dengan rusuh.”Akhirnya gue punya kontak pak polisi ganteng,” ucapnya sambil memeluk kartu nama yang di berikan oleh Gibran.   "Lo enggak malu, Sel?” tanya Syabilla yang memperhatikan Selma.   “Ye ... abang  gue bilang, tak kenal maka ta'arufan,” jawab Selma.   "Lagu lo Ta'arufan!” teriak Ketiga sahabatnya.   "Spesies apa dia? Kok ganteng banget,” ucap Dewi yang masih memperhatikan Gibran di dalam mobil.   “Spesies, lo kira simpanse?” kata Diva dengan sewot.   Mereka kembali melanjutkan perjalanan yang tertunda. Di disepanjang jalan, mereka masih mengoceh mengobrolkan seorang polisi yang sangat langka itu.   "Haduh, sepertinya malam ini, gue enggak bisa tidur,” ucap Dewi pelan.   "Lah ... kenapa lo?” tanya Diva yang penasaran.   "Kalau udah liat orang ganteng, selalu terbayang. Susah untuk tidur.”   “Yee ... Jomblo!” kata ketiga sahabatnya dengan nada tinggi. Tak heran mereka membicarakan seorang laki-laki menjadi topik pembicaraannya.   "Lo enggak mau pada turun? Yaudah gue kunci.” Selma keluar dari mobilnya, ternyata mereka telah sampai di basement mall.   “Yah ... kita di tinggal,” ucap Diva sedih.   “Ye, buruan lo keluar malah melamun,” kesal Syabilla yang melihat kelakuan Diva.   Mereka berjalan dengan santai kearah lantai dua. Di saat banyak laki-laki yang menggoda mereka, Dewi langsung turun tangan dengan cara memberi tatapan tajam.   “Udahlah Dew, enggak penting amat," ucap Selma yang kembali berjalan kearah kafe yang tersedia di dalam Mall.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD