part 4

958 Words
“Cinta pada dunia, dunia akan pergi. Cinta pada manusia, manusia akan mati. Cintailah Allah karena dialah yang kekal abadi.”     Malam hari, di kamar Selma sudah ada Syabilla, Dewi dan Diva yang sedang sibuk dengan acaranya masing-masing. s****h makanan berserakan di mana-mana membuat Selma bingung dan menggeleng pelan, bagaimana bisa para gadis-gadis cantik itu bersikap seperti macan yang mengamuk. Lihatlah kamarnya yang sudah tak karuan.   “Hancur sudah kamar gue,” gumam Selma.   "Selma ... Selma!” panggil Dewi dengan berteriak. Selma yang sedang berkacak pinggang di depan pintu menoleh kearah Dewi yang sedang memainkan ponselnya.   "Ini kamar oy, bukan hutan. Sembarangan lo teriak-teriak," kesal Selma sambil berjalan kearah tempat tidurnya yang di isi oleh Syabilla.   "Gue pengen milihin sepatu ya, Sel,” ucap Dewi sambil berjalan kearah lemari berbagai koleksi sepatu yang Selma punya.   “Terserah lo,” cuek Selma yang bergabung dengan Syabilla yang tengah menonton Film.   Selma sendiri memang mempunyai berbagai koleksi, dari cat kuku, lipstik, sepatu, parfum, baju, dress, cat rambut dan masih banyak lainnya. Hingga kamarnya bisa di bilang tempat pusat pembelanjaan.   "Selma?” panggil Syabilla yang sudah berada di depan lemari besar yang berisi berbagai macam cat kuku dan alat make up lainnya.   "Apa lagi sih?” tanya Selma dengan nada sabar, ia terheran Syabilla sudah menghilang di sebelahnya.   "Gue pengen kutek ya,” kata syabila sambil memilih warna warnanya.   “Ya ....”   “Selma?” panggil Diva.   “Terserah deh. Sekalian jualin sono barang gue,” kesal Selma kepada ketiga sahabatnya yang terus mengganggu acara menonton Film.   "Selma, bukan itu ...” rengek Diva   "Terus?" tanya Selma sambil menoleh ke arah Diva.   "Gue kesini punya tujuan kali. Lo tadi bilang suruh kumpul di sini. Udah kumpul malah main-main,” kesal Diva.   Selma langsung menutup laptopnya, menonton pun tak fokus di iringi dengan ocehan ketiga sahabatnya. "Oh iya ... gue 'kan mau minta tolong buat chat ke pak Gibran heheheh,” ucap  Selma di iringi tawa kecil.   "Tawa lo!” kesal Diva yang duduk di sebelah Selma.   Saat ini Selma memperhatikan kedua temannya yang duduk berhadap-hadapan di kursi. Syabilla yang sibuk dengan cat kukunya, dan Dewi yang bingung memilih sepatu yang berada di rak hadapannya   “Sel, bagus nggak warnanya?” tanya Syabilla yang kukunya sudah berubah warna menjadi perpaduan abu-abu dan hitam.   "lo enggak di marahin kerja pake cat, Sya?” tanya Selma hati-hati.   Ya, Syabilla-lah yang di antara Dewi, Diva, dan Selma, memilki keadaan cukup kurang. Selama ini Syabilla hanya hidup dengan adik laki-lakinya, berdua. Adiknya masih duduk di sekolah dasar. Orang tua Syabilla mengalami  kecelakaan, di waktu ia masih  kelas tigas SMP. Karena keluarga besar Syabilla tinggal berbeda kota dengannya, jadi ia lebih memilih hidup mandiri. Ia kerja di cafe valentine yang di miliki oleh orang tua Diva. Jika masalah sekolah, Syabilla di biayai oleh orang tua Selma.   Setiap jumat malam seperti ini, ia libur untuk bekerja. Sedangkan esok hari dan minggu ia kembali bekerja. Dan hari-hari biasa ia bekerja setelah pulang sekolah.   "Oh iya, besok gue kerja. Enggak apa-apa deh.” Syabilla menaruh kembali cat kukunya kedalam lemari. Walupun Syabilla berbeda dengan mereka, mereka tidak mempersalahkan hal itu. Itulah yang menjadi pelengkap persahabatan, yaitu saling melengkapi.   “Woy, gabung sini,” ucap Diva kearah Syabilla dan Dewi, mau tak mau mereka duduk di atas kasur Selma   "Jadi mau gimana?” tanya Syabilla sambil menengok ke arah Selma.   "Emang lo suka dia?” tanya Diva.   “Enggak, kita kerjain aja. Biasa buat main,” ucap Selma dengan santai.   Sahabatnya menggeleng melihat tingkah Selma yang tidak pernah lurus. Walaupun begitu, mereka semua terhibur oleh kelakuan Selma.   "Liatin jam terus," ucap Dewi kearah Syabilla yang matanya terus melihat jam tangan.   "Kiki di rumah sendiri. Pasti dia cari gue, soalnya dia lagi mengaji di komplek tadi,” ucap Syabilla dengan nada khawatir.   Syabilla tidak mempunyai pembantu rumah tangga. Untuk menghidupi ia dan adiknya saja ia cukup-cukupkan. Jadi, jika Kiki di rumah sendiri, pasti ia titipkan ke tetangga.   "Yasudah ... lo pulang aja, kasian Kiki di rumah sendiri,” ucap Selma yang mengerti keadaan Syabilla.   "Bener ya? Besok gue kerja. Enggak bisa kumpul bareng kalian dong.”   "Nanti besok gue ke cafe, Sya.”   "Yaudah gue balik yaa ..." pamit Syabilla sambil memakai tas kecilnya. Tak lupa ia mencium pipi ketiga sahabatnya.   "Lo pulang sama siapa?” tanya Selma.   “Balik pake bus,” ucap Syabilla berjalan keluar kamar Selma.   Selma mengantarkan Syabilla sampai ke luar rumah. "Sel, nanti kalau ada info tentang rencana lo kasih tau gue, okay?” ucap Syabilla sambil menyengir.   "Oke ...” ucapnya. "Bang Robby?" panggil Selma yang berjalan sambil menuruni tangga, melihat Robby yang keluar dari dapur.   "Gue kira lo keluar, Bang,” ucap Selma.   "Gue baru aja mau keluar. Ada Syabilla?” tanya Robby.   "Iya, Bang.” Syabilla menampilkan senyumnya.   "Nah, lo mau keluar? Sekalian anterin Syabilla,” ucap Selma sambil menyenggol lengan Syabilla.   “Gue pulang pake bus aja, Sel,” kata Syabilla yang tidak ingin merepotkan.   "Enggak, lo harus balik bareng Bang Robby,” final Selma di akhiri senyum jahilnya.   “Yasudah ... ayo Sya. Biar enggak terlalu malam,” ajak Robby yang berjalan duluan keluar rumah.   "Iya, Bang,” kata Syabilla.   "Nah gitu dong. PDKT, gas aja, Sis. Biar bisa jadi kakak ipar,” ucap Selma yang menaik turunkan alisnya menggoda Syabilla.   Syabilla hanya mendengus kesal, dan berjalan kearah luar rumah menyusul Robby yang sudah menyalakan mobilnya. Tanpa ragu ia masuk ke mobil Robby yang sudah menyala, Syabilla duduk dikursi belakang.   "Sini aja kali Sya ... memangnya gue supir lo.”   "Emm ... iya, Bang.” Syabilla pun keluar dari mobil dan duduk di sebelah Robby.   "Nah gitu dong. Kok lo balik duluan?” tanya Robby yang ingin mencairkan suasana.   "Iya, Bang, kasian adek sendiri di rumah.”   "Di rumah lo enggak ada pembantu, atau baby sister?” tanya Robby.   "Pengeluaran biaya gue dengan adik saja, sudah terlalu banyak. Apalagi, harus membayar asisten rumah tangga.”   “Emm ... sorry, Sya. Bukan maksud--”   "Enggak apa-apa, Bang. Santai aja kali," gurau Syabilla.   Di mobil terjadi keheningan, Syabilla yang sibuk memperhatikan jalanan di luarnya, dan Robby yang sibuk menjalankan mobil. Sampai di depan rumah Syabilla, Robby menghentikan kendaraannya ia sudah tau di mana rumah Syabilla karena Robby sering mengantarkan Selma.   "Thanks, Bang. Mau mampir dulu?” tawar Syabilla sebelum turun dari mobil.   “Sama-sama. Lain kali aja, gue mau pergi," tolak Robby dengan halus. Syabilla pun mengangguk dan keluar dari mobil.   “Hati-hati, Bang ...” Syabilla melambaikan tangannya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD