part 2

1041 Words
Saat ini, Selma dan ketiga sahabatnya sedang kumpul di kantin. Padahal, bel istirahat belum berbunyi. Namun, ia dan ketiga sahabatnya sudah habis memakan dua mangkuk bakso sekaligus.   Sudah banyak sekali yang mereka bicarakan. Dari fashion, make up, sampai jadwal penayangan film mereka bicarakan. Namun, saat ini mereka sedang membicarakan seseorang.   "By the way ... lo tau? ada murid baru loh ..." kata Syabilla sambil memakan kacangnya dengan santai. Pandangan semua pun beralih pada syabilla.   "Yang anak kelas sebelah?" tanya Dewi dengan memainkan sedotan digelas minumannya.   "Masa sih? Kok gue belum liat ya?" ucap selma.   "Lo kurang update,” kata Diva sambil menyimpan ponselnya.   "Lagian, apa pentingnya buat gue?" ucap Selma dengan santai.   “Asal lo tau ya ... dia anaknya Pak Haidar,” kata Syabilla yang memberitahu.   "Kenal enggak, lo?" tanya Dewi. Selma menggeleng pelan.   "Main sama dia seru juga tuh kayanya,” ucap Selma dengan senyum jahat yang terbit dibibirnya. Mereka sudah tau apa arti kata ‘main’ yang Selma ucapkan.   "Lo benar mau main sama dia?” tanya Syabilla dengan hati-hati. Wajah Dewi dan Diva telah berubah menjadi tegang.   “Santai, kita bermain besok.”   “Sel, ini anak pemilik sekolah. Bisa-bisa lo diusir ngerjain anak orang,” kata Syabilla yang mencoba menasehati. Diantara keempat sahabat ini, hanya Syabilla yang bersikap dewasa, Selma yang semaunya, Dewi si pengertian dan Diva yang cengeng plus polos.   “Yaelah, santai aja kali. Itu orangnya 'kan?” tunjuk Selma kearah perempuan yang tengah membeli minum.   “Lo, kok tau?” tanya Diva.   “Gue, apasi yang enggak tau.”   “Ngomong-ngomong, dia punya kakak yang famous,” ucap Dewi.   “Anak kelas tiga?” tanya Selma.   Dewi menggeleng. “Bukan, dia udah lulus tiga tahun yang lalu. Dan sekarang dia sudah menjadi Polisi.”   “Etdah, persetan gue sama kakaknya. Apa hubungannya? Intinya, mereka sasaran kita selanjutnya.”   Sasaran? Selma memang terkenal murid yang bad seantero SMAnya. Entah ini menjadi hobi atau apa, ia sering mengerjai siapa pun yang menjadi targetnya. Baik kalangan guru ataupun murid, semua pernah menjadi korban kejahilan Selma.   "Jangan Sel, dia terlalu alim buat kita kerjain,” ucap Dewi yang tak habis pikir dengan sahabatnya satu ini. Boleh-boleh saja mereka mengerjai orang lain. Tapi ini anak pemilik sekolah, mau di kerjain? Sudah tidak mempunyai rasa takut.   "Bodo amat," ucap Selma dengan cuek.   "Gue enggak berani buat ngerjain dia, takut kena Azab,” kata Diva sambil menunjukan ekspresi takutnya.   "Alah, tau apa lo soal azab!” ketus Selma, sambil memainkan ponselnya.   "Pikir lagi, Sel ...  dia anak pemilik sekolah, jangan sampai lo salah langkah,” ucap Syabilla.   "Hai Selma ...” sapa Yudistira dengan kedua temannya.   Tanpa di suruh ia duduk dan merangkul pundak Selma. Orang yang diperlakukannya itu pun, menatap Yudis dengan tatapan ingin membunuh.   "Ngapain lo!” ketus Selma yang langsung berdiri dari tempat duduknya.   “Sebagai balasan gue yang ngejalanin hukuman tadi, lo harus traktir gue sekarang,” ucap Yudis.   “Dih ... sorry ya. Gue enggak nyuruh lo. So, minggir lo," ucap Selma.   Yudistira sebenarnya mencari alasan agar dekat dengan Selma. Namun, karena sikap Selma yang cuek, membuat Yudis sulit mendekati Selma. Padahal Yudis ini terkenal dengan ketampanannya.   “Tau nih anak, ganggu aja lo!” kesal Dewi. Keempat sahabat itu pun pergi meninggalkan kantin untuk menuju kelas.   Yudis dan temannya menatap sedih kepergian empat s*****n itu, Yudis yang sedang mengejar Selma, dan Niko yang ingin mengejar Syabilla.   “Gebetan gue pergi, Dis ... Sedih banget hidup gue," gumam Niko yang masih memperhatikan punggung Syabilla yang menjauh.         ...   Selepas pulang sekolah, Selma langsung menuju kamarnya, dan memikirkan bagaimana rencana untuk mengerjai anak baru itu. Ia membuka room chatnya bersama ketiga sahabatnya.   Syabill: Keluarlah para jomblo.   Diva Oktavia: Untung gue jomblo terhormat.   Cantika Dewi: Gue bukan jomblo.   Selma Salman: Berisik!   Diva Oktavia: Sabar bos.   Cantika Dewi: '2   Syabill: Jomblo suka marah-marah gitu.   Selma Salman: Anak baru itu siapa namanya?   Cantika Dewi: Tidak tahu.   Syabill: '2   Diva Oktavia: Namanya Nafasya.   Syabill: Kok lo tau sih?   Cantika Dewi: Fansnya kali.   Diva Oktavia: Tau lah gue gitu, emang lo pada kudet semua.   Selma Salman: Oke, besok kita jadiin target selanjutnya. Terus siapa nama kakaknya yang kata lo cakep itu?   Cantika Dewi: Beneran lo mau main sama dia?   Syabill: Mending kita gebet kakaknya aja, Sel.   Diva Oktavia: Iya, Namanya Gibran.   Selma Salman: Bodo amat, perduli banget gue sama kakanya.   Syabill: Yaudah gimana lo aja.   Diva Oktavia: '2   Cantika Dewi: Mau gimana rencananya?   Selma Salman: Nanti besok kita bicarakan       Setiap malam dalam waktu yang senggang, keluarga Selma pasti berkumpul di ruang keluarga. Untuk menonton televisi, mengobrol, ataupun melakukan hal lainnya. Saat ini, Adam, Rinta, Selma dan Robby, tengah berkumpul di ruang keluarga untuk mengobrol dan menonton televisi. Di temani dengan teh hangat dan kue ringan.   "Selma, bagaimana tadi di sekolah?” tanya Adam kepada anak perempuan satu-satunya itu.   "Nothing special, Yah. Semuanya seperti biasa,” ucap Selma sambil memakan kue buatan Rinta.   "Belajar dengan benar. Jangan keseringan menggangu anak orang.” Nasihat Adam sambil memperhatikan anaknya yang sedang memakan cake itu.   "Udah enggak kok, Yah. Tentang aja,” ucap selma dengan senyuman. Untuk meyakinkan mereka bahwa semua baik-baik saja.   "Bunda, tidak ingin menerima telpon dari guru kamu. Yang semua isinya laporan tentang perbuatan kamu disana,” ucap Rinta, yang terlihat jengah dengan kelakuan anaknya. Terakhir kemarin lusa. Ia mendapatkan telpon dari wali kelas Selma, bahwasanya Selma telah mengerjai adik kelas dengan cara ia memasukkan beberapa ekor katak kedalam tas murid tersebut. Dan berakhir anak itu pingsan karena ketakutan dengan katak yang terbilang cukup banyak di hadapannya.   "Enggak lagi kok, Bunda. Paling cuma dikit kok,” kata Selma dengan cengengesan.   "Selma tidak akan berubah, Bun. Lihat saja nanti,” ucap Robby yang beriniat ingin memanasi adiknya.    "Selma, sudahi kelakuan tidak benar itu. Kasihan anak orang.” Adam mengelus Rambut anaknya dengan sayang.   “Iya Ayah, Selma tidak akan jahil lagi.”   "Yasudah, ini sudah malam, waktunya kalian tidur. Bunda mau tidur duluan. Selamat malam sayang,” pamit Rinta yang mencium kepala anaknya terlebih dahulu, dan di ikuti oleh Adam.   Kini, tinggal Selma dan Robby yang berada di ruang ini. Tidak ada yang mengeluarkan suara. Selma yang asik dengan tayangan di hadapannya, dan Robby yang asik dengan ponselnya.   "Bang?” panggil Selma   “Hmm ...”  gumam Robby.   “Lo--kenal sama yang namanya ... Gibran?” tanya Selma dengan hati-hati   Robby yang tertarik mengenai arah pembicaraan, kini menoleh kearah Selma.   "Kenapa? Lo kenal dia?” tanya Robby.   "Enggak,” kata Selma.   "Dia itu temen seangkatan gue,” ucap Robby yang memberi tahu.   "Oh, begitu,” kata Selma dengan menganggukkan kepalanya.   Setelah lama cukup hening, Selma kembali membuka suaranya. "Bang, lo deket sama dia?” tanya Selma.   "Deket ... waktu itu dia sekelompok dengan gue, dalam acara relawan panti. Jadi orang tua dia yang punya pesantren dan pendidikan lainnya. Orang tuanya 'kan pemilik yayasan, Dek,” ucap robby.   "Lo, tumben kepo banget dengan urusan orang?” tanya  Robby sambil memicingkan matanya.   “Emm ... enggak kok Bang, gue Cuma mau tau aja.” Tak ingin ia terintimidasi, Selma pergi dari hadapan Robby dan berjalan menuju kamarnya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD