• KAMAR 04 •

871 Words
Lorong utama Golden High, 14:30 Dalam hidup, bukankah kita memang dituntut untuk menerima segala bentuk realita dengan lapang d**a? Termasuk perihal kematian seseorang yang kita cinta. Tapi kematian James portman, menjadi sesuatu yang berbeda karena beberapa hal. Pertama, ia pergi dengan keadaan yang (kita semua tahu) sangat mengenaskan. Kedua, kasus kematian James terjadi pada hari pertama Alicia masuk (sebagai murid pindahan) ke Golden High. Ketiga, bagaimana bisa teman baru Alicia (yang dianggap sangat cerewet) adalah kekasih James. Bagaimana bisa rentetan adegan ini, terjadi sedemikian kebetulannya? Mereka saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain;seolah seseorang sudah merancangnya dengan matang--tanpa kesalahan. Alicia menghentikkan langkahnya dan mengamati garis polisi yang melintang di hadapannya. Indera penciumannya mengendus aroma apel bercampur lemon dari cairan pembersih lantai yang digunakan oleh petugas kebersihan untuk menghilangkan (atau menyamarkan) bau amis disana. Gadis bermata biru itu menimbang sebentar, kepalanya menengok ke kanan dan kiri (untuk memastikan tidak ada siapapun) sebelum akhirnya menyemburkan napas berat dengan kedua tangan bertaut dipinggang. "Persetan dengan teka-teki!" Alicia merogoh saku ripped jeansnya untuk mengambil ponsel. Ia menekan beberapa tombol dan membuka fitur kamera pada benda kecil itu, kemudian memotret area sekitar dengan perasaan was-was (karena takut seseorang akan melihatnya dan berpikir yang bukan-bukan). Alicia memberanikan dirinya untuk mengabadikan beberapa sudut di lorong utama dengan kamera ponsel. Pertama, lokasi ditemukannya mayat James yang kini dilindungi garis polisi. Kedua, kamera cctv di ujung lorong. Ketiga, pintu transparan yang menjadi akses keluar-masuk penghuni asrama dan terakhir belokan lorong yang mengarah langsung ke lorong 001 (atau disebut juga kamar-kamar di lantai satu). Manik biru itu menatap layar ponselnya yang menampilkan salah satu hasil fotonya (cctv di sudut lorong) dengan gamang. Ia menggigit bibirnya dan mengernyit bimbang. "Kenapa aku harus terlibat lagi dengan semua ini?" ia menggerutu kepada dirinya sendiri. Tapi seseorang tiba-tiba berdeham dan membuat Alicia terperanjat kaget. Ia bahkan hampir menjatuhkan ponselnya ke lantai, kalau saja tidak gesit mencegahnya. Tubuh sintal itu kemudian berbalik waspada. Napasnya menderu tak beraturan dan jantungnya berdebar-debar seolah akan melompat dari tempatnya saat menemukan pria berbadan tegap dengan kemeja maroon berdiri di hadapannya. "De.. Detektif?" Entah sejak kapan detektif berparas tampan itu ada di sana, melihat (juga mengamati) pergerakan Alicia. Satu yang pasti, gadis itu telah berhasil menarik perhatian seorang detektif seperti Nicholas sejak awal mereka bertemu. Alicia berusaha bersikap senormal mungkin saat kedua mata Nicholas menatapnya penuh selidik. Tak ada satu kalimatpun yang terucap untuk beberapa detik, sampai akhirnya Nicholas membuka percakapan dengan satu senyuman tipis beserta dehaman pelan. "Aku melihatmu berbicara dengan Ace di hall," kata Nic penasaran. "Apa dia mengganggumu?" Alicia menggeleng dan menutup mulutnya rapat-rapat sebagai bentuk defensif. Tapi jauh di dalam benaknya, ia merasa lega karena anggota kepolisian New york itu tidak menanyakannya perihal aksi memotret (diam-diam) di dekat TKP. Dimata awam seorang Alicia, Nicholas hanyalah sosok detektif muda dengan rambut hitam legam, mata kecokelatan, berparas tampan dan intelek (terbukti dari jejak rekamnya yang berhasil mengungkap rentetan pemecahan kasus yang kompleks sendirian). Sayangnya, Alicia memandanganya dengan cara yang lebih sempit lagi. Nicholas hanyalah seorang detektif yang diperbudaki oleh uang negara. "Aku ingin kau membantuku dalam kasus James," ucap Nicholas to the point. Kening Alicia berkerut. "Apa?" ia berpura-pura tidak mendengar pertanyaan Nicholas. "Kau tahu, si tua bangka Wilson ingin aku segera menemukan pelakunya. Tapi menyelidiki lima ratus siswa dalam waktu singkat?" Ia terkekeh mencemooh. "Kurasa aku butuh sebuah keajaiban." Nicholas maju selangkah ke depan, dengan kedua tangan yang disimpan di dalam saku celana khakinya. "Atau... Orang-orang sepertimu." Alicia mengernyit heran. "Aku...," ia menjeda kalimatnya lalu melirik ke kanan dan kiri lorong;memastikan tidak ada siapapun di lorong utama. "Apa maksudmu?" Nicholas menyeringai tipis. "Aku tahu kau memiliki kemampuan itu." Gadis berambut abu itu menyibak rambut panjangnya ke punggung dan menyilang kedua tangannya di d**a. "Aku--" "Bukankah kau juga penasaran dengan kematian James?" sela Nicholas. Alicia menekuk dahinya lebih dalam dan mendecih. Ia bersikap (pura-pura) tidak mengerti dengan topik yang dibicarakan detektif beralis tebal itu. "Aku tidak--" Nicholas melangkah lagi, mendekat ke arah Alicia dengan tatapan (penuh intimidasi) itu lagi. "Menurutmu, kenapa James tiba-tiba terbunuh di hari kepindahanmu?" Kali ini Alicia mematung, bukan hanya melempar sebuah pertanyaan ofensif, tapi juga Nicholas membuat kesan yang  bersifat menyudutkan (dan mencurigai) Alicia. Alicia mencebik. "Kau menuduhku membunuhnya?" Nicholas mengangkat bahunya acuh. "Kau adalah orang terakhir yang melewati lorong, kan? Aku melihatnya dengan jelas pada kamera pengawas." Alicia menggeleng tak habis pikir dan mengangkat kedua tangannya ke udara. "Kau benar-benar menganggap aku pembunuhnya, detektif?" dan membuang wajahnya ke arah lain dengan kesal. Nicholas tersenyum miring. "Hanya ada satu cara untuk membuktikannya." Ia menjeda kata-katanya, hingga Alicia menoleh dengan salah satu alis yang terangkat. "Kuberi dua pilihan," kata Nic. Alicia berkacak pinggang dengan kedua mata menatap kesal ke arah Nicholas. "Kukatakan sekali lagi, aku tidak membunuhnya!" "Satu...," Nic mengangkat jari telunjuknya ke udara, seolah tidak menghiraukan pembelaan diri yang dilakukan Alicia barusan. "Kau membantuku mengungkap kasus ini." "Aku. Tidak. Membunuhnya!" sanggah Alicia kesal. "Atau dua..." Nic mengangkat jari tengahnya, kemudian membentuk huruf V di depan wajah Alicia. "Kau diam dan aku akan membuktikan semuanya, bahwa kau ikut terlibat dalam kasus ini." Nicholas menaikkan satu alisnya;mendesak. Alicia mendengus kasar. "Kau tidak mempercayaiku, huh? Aku benar-benar tidak membunuhnya!" Nicholas mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi dan menyilang kedua tangannya di d**a. "Kini giliranmu untuk menentukan....," Ia menarik napas sebelum akhirnya berkata, . . . "Alicia... Kau akan membantuku mengungkap siapa pelaku atau aku yang akan mengungkap keterlibatanmu dengan pelaku?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD