5. Jealous

1197 Words
Kukuh menjauhkan tubuhnya dari Eci. Sungguh kebar-baran Eci membuatnya ingin menerkam gadis itu hidup-hidup. Apakah Eci tidak takut akan diserang predator karena sikapnya yang seperti ini. “Ayo pulang! Kukuh menarik tangan Eci lagi. “Bilang dulu. Bapak cemburu kan kalau saya dekat dengan Mas Fathur?” “Cemburu itu kalau saya cinta sama kamu. Saya ini gak cinta, tapi benci. Dan cita-cita saya itu bikin kamu menderita!” ucap Kukuh dengan tajam. “Lambenya, Pak. Sini agak nunduk, saya kecup!” ujar Eci. Kukuh menjitak kepala Eci sekali lagi sebelum kembali menyeret gadis itu untuk mengikutinya. Elleana membuntuti Kukuh dan Eci sambil menggelengkan kepalanya pelan. Kukuh dan Eci sudah seperti kucing dan tikus, setiap hari ribut terus, tapi tidak terpisahkan. Sedangkan Fathur hanya diam melihat Eci yang dibawa kabur oleh CEO yang sudah dia cap songong itu. “Mbak Sista, itu Pak Kukuh setiap hari menganiyaya Dek Eci?” tanya Fathur pada Sista yang masih ikut memberesi sisa keperluan panggung. Fathur sungguh penasaran dengan Kukuh dan Eci, kenapa Kukuh sangat suka memarahi Eci. Bukan sekali dua kali ia melihat cek-cok antara Kukuh dan Eci, tapi sudah sangat sering. “Bukan menganiyaya, tapi memang hobby mereka adu mulut,” jawab Sista tersenyum. Fathur tidak percaya, dia menganggap kalau Eci sangat menderita kerja bersama Kukuh. Fathur mengetuk-ketukkan jarinya di dagu, dia harus merebut Eci dari Kukuh. Kalau Eci menjadi staffnya, sudah pasti dia akan memperlakukan Eci dengan baik. Orang seimut Eci memang tidak pantas kalau dianiyaya. “Pak, ini bapak ngajakin Saya ke mana? Ke hotel ya? Jangan aneh-aneh, Pak. Genit-genit gini saya masih perawaan, lo. Kalau ditusuk masih sakit.” Eci mengoceh bertubi-tubi. Kukuh tidak menanggapi, laki-laki itu memasukkan paksa Eci ke mobil. Elleana juga ikut masuk ke mobil di bagian belakang. Kukuh memutari mobilnya dan duduk di balik kemudi. Kukuh mendekatkan dirinya ke tubuh Eci yang langsung didorong Eci dengan keras. “Bapak mau apa? Jangan deket-deket!” tegas Eci. “Otak kalau isinya Cuma uh ah uh ah ya gini, dideketi udah kayak mau diperkoosa,” ketus Kukuh menarik sabuk pengaman Eci dengan kasar. Eci yang mendapat perlakuan sedemikian rupa dari Kukuh lantas tertawa cengengesan. Tangan Eci menepuk bahu Kukuh dengan pelan, tidak menyangka kalau Kukuh akan memperhatikannya. “Kenapa? Baper sama perlakuan saya? Biasa saja kali, kayak gak pernah diperhatikan sama cowok,” ucap Kukuh mengejek. “Eh bapak gak lihat ya kalau di mana-mana saya selalu dapat perhatian? Kalau saya mau mah tinggal pilih cowok langsung kawiin. Saya saja yang hanya cinta sama bapak, makanya bapak cintai saya!” “Saya bisa apes tujuh turunan kalau nikah sama kamu.” “Pelan-pelan, Mas! Jangan buru-buru, asal Mas bisa mencintai saya,” ucap Eci dengan nada yang sengaja dia buat semendesah mungkin. Elleana yang duduk di belakang hanya memutar bola matanya jengah. Elle merasa sudah seperti obat nyamuk ketika melihat dua anak manusia yang berkata-kata absurd. “Ah pelan-pelan, Mas!” ucap Eci lagi. Kukuh melepas jasnya dengan kasar. Gerah sekali mendengar desaahan bocah ingusan di sampingnya. “Mas Kukuh, Mas gak ada rencana buat jalanin mobilnya ya? Sampai kapan aku harus menunggu perdebatan kalian selesai?” teriak Elleana kesal. Elleana juga menendang kursi tempat di mana Eci duduk. Eci sampai tersentak ke depan. Kukuh melepas dua kancing kemejanya sebelum menjalankan mobilnya. Gara-gara Eci, Elleana sampai marah. Padahal sebisa mungkin Kukuh tidak membuat Elle marah. Selama perjalanan, tiba-tiba suasana menjadi akward. Kukuh sibuk dengan pemikirannya sendiri, Elle sibuk dengan perasaannya yang dongkol dan Eci yang memikirkan ke mana dia akan tinggal nanti. Eci juga sudah sangat mengantuk, malam-malam begini juga sudah pasti akan sulit mencari kos-kosan. Sampai di kantor, mereka bertiga bergegas turun. Eci menyadari sesuatu, kenapa Elleana harus ikut ke mobil Kukuh. Seketika asumsi buruk langsung memasuki pikiran Eci. Tadi saat di studio televisi, Elleana marah saat dia genit dengan Kukuh, lalu saat di mobil tadi Elle juga marah sampai menendang kursi duduknya. Setiap hari, tempat Eci curhat tentang Kukuh hanya pada Elle. Kalau Elle sampai mempunyai hubungan serius dengan Kukuh, sudah pasti Eci tidak akan memaafkan Elle meski Kukuh lah yang mendekati Elle. Eci terdiam menatap Kukuh dan Elle yang berdiri tak jauh darinya. Kukuh sendiri bingung dengan ekspresi Eci yang tiba-tiba berubah. Apalagi Eci menatapnya dan Elle bergantian. Ditatap intens oleh Eci membuat Kukuh kikuk, ia mengusap ketiaknya untuk mengurangi kencanggungan. Eci melihat jam di pergelangan tangannya. Sudah tengah malam, “Sudah malam, saya mau ambil tas dulu dan segera pulang,” ucap Eci menyisingkan gaunnya dan berlari menuju kantor. Elle dan Kukuh memekik saat Eci dengan tergesa berlari memakai hils tinggi. Mereka mengejar Eci, takut kalau Eci akan terjatuh. Malam ini Eci sungguh sangat kesal, kesal kepada orangtuanya, kesal kepada Adiyaksa, dan sekarang kesal kepada Kukuh dan Elle. Beraninya mereka bermain api di belakangnya. Kalau Elle meyukai Kukuh, Eci masih bisa terima. Namun kalau Elle dan Kukuh sampai bersama, Eci akan membumi hanguskan rumah mereka berdua. Eci melepas jepitan sanggul di rambutnya dengan kasar. Setelahnya dengan tergesa-gesa dia menuangkan air mawar ke kapas untuk membersihkan wajahnya. Kukuh dan Elle yang baru masuk ke ruangan rias pun makin bingung ketika melihat tingkah aneh Eci. Eci berusaha melepas gaunnya. Kukuh membulatkan matanya karena sebentar lagi dia akan melihat pemandangan yang indah. Namun, tangan Elleana segera menutup mata Kukuh. Eci menolehkan kepalanya, melihat Kukuh dan Eci yang tampak mesra. Eci menatap sinis Elleana. Kalau susah gadis itu selalu mengadu kepadanya, tapi orang yang disukainya malah diembat. Mana sekarang mesra-mesraan di hadapannya. Eci membanting gaunnya ke kursi, dia menyambar jaket untuk menutupi tubuhnya yang hanya terbalut tanktop. Eci juga tidak sepenuhnya telanjang di balik gaun, karena dia memakai celana leging diatas lutut. Setelah selesai, Eci mengikat rambutnya asal. Ia menuju ke sudut ruangan untuk mengambil tas besarnya. Dengan angkuh Eci melewati tubuh Kukuh dan Elleana, ia dengan sengaja menyenggol lengan Elleana dengan kencang. “Eci, kamu mau ke mana?” tanya Elleana mengejar Eci, lagi-lagi Kukuh pun membuntuti mereka. “Mau minggat!” jawab Eci asal. “Katanya kamu diusir ibu kamu, terus kamu mau tinggal di mana malam-malam begini?” Eci tidak menjawab, perempuan itu terus ngacir sampai keluar kantor. Eci menuju parkiran untuk mengambil motornya. Saat Eci mengeluarkan kontak motornya, tangan Kukuh dengan cekatan merebutnya. “Kamu diusir beneran sama ibu kamu?” tanya Kukuh. “Iya. Sini kontaknya, saya sudah ngantuk,” jawab Eci setengah menguap. “Eci, kamu ikut tinggal sama aku, ya. Kalau jam segini cari kost-kostan itu sulit,” ujar Elleana. “Mending aku cari kost-kostan sampai dapat,” jawab Eci berusaha merebut kontaknya dari Kukuh. “Eci, bahaya malam-malam kamu keluar sendirian!” “Ini semua juga salah cowokmu itu. Ngapain malam-malam nyuruh aku kerja?” sewot Eci. Elleana dan Kukuh saling berpandangan, “Pacar? Siapa pacarku?” tanya Elle bingung. Eci hanya mencebikkan bibirnya, ia beranggapan kalau Elleana sedang pura-pura bodoh. “Eci, ayok tinggalkan motormu itu. Kamu harus pulang sama aku!” ucap Elleana menarik tangan Eci. Eci menghempas tangan Elleana dengan kasar sampai membuat gadis itu sedikit limbung. Untunglah dengan sigap Kukuh menahan tubuh Elle. “Gitu masih mau ngelak kalau gak pacaran,” sinis Eci. “Kamu saking cintanya sama saya sampai gak bisa berpikir jernih. Elleana itu adik saya!” seru Kukuh saat tau ke mana arah pembicaraan Eci. Kukuh sampai tidak habis pikir dengan Eci, ternyata Eci bersikap aneh gara-gara cemburu dan mengira dia pacaran dengan Elleana
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD