PROLOG.

1155 Words
PROLOG. BRADY bersandar di sofa panjang dengan senyum palsu yang entah sejak kapan menghiasi wajah tampannya. Ia sengaja menyesap sampanye berlama-lama demi menghindari kicauan teman-teman palsunya. Brady tahu, hidupnya penuh dengan kepalsuan. Termasuk orang-orang yang saat ini mengelilinginya. Mereka semua tidak benar-benar peduli padanya. Bahkan tidak ada satu pun di antara mereka yang ingin tahu apa yang menimpanya saat ini. “Kau baik-baik saja?” tanya Bright, adik kandungnya. Bright tentu saja tidak masuk dalam hitungan teman palsu. Jarak usia di antara mereka hanya terpaut satu tahun dan karena memiliki hobi yang serupa, Bright bisa dibilang teman terbaiknya saat ini. “Seperti yang kaulihat.” Sahutnya lemah. Ujung bibir Bright melengkung, membentuk sebuah senyum simpul. “Yang kulihat kau tidak menikmati pestanya.” Bright sepenuhnya benar. Dia sama sekali tidak menikmati pesta yang diadakan terlalu dini untuk merayakan kemenangannya. Sebenarnya, masih ada tiga balapan lagi yang harus ia ikuti sebelum ia dinobatkan sebagai pemenang. Namun, berhubung skornya yang mustahil untuk disusul oleh pembalap lain, dunia dengan tegas menyatakan dirinya sebagai pemenang tahun ini. “Kau tahu alasannya, adikku. Awalnya, Brady mengira Bright akan memberinya ceramah panjang dan lebar seperti yang selalu dilakukan oleh pria itu, tetapi dugaannya salah. Bright hanya mengangguk dan tersenyum samar padanya. “Sekali ini saja, Brady. Jangan siksa dirimu karena sesuatu yang tidak pernah kau lakukan. Semua yang terjadi murni kecelakaan.” Sayangnya, Brady tidak bisa berpikir seperti itu. Kematian salah satu teman terbaiknya adalah murni karena kesalahannya. Brady yang kala itu melihat Drake terjatuh gagal menghindari tabrakan hingga menyebabkan pria itu tewas karena terlindas motornya. Kenangan itu, lagi-lagi mengingatkan Brady bahwa dirinya tidak lebih dari seorang pembunuh. Seandainya saat itu ia mampu menghindar, mungkin saat ini Drake masih bersamanya. Mungkin saat ini mereka masih berbagi minuman dan wanita yang sama. Sebuah kenangan kembali terlintas di benaknya. Saat ia dan Drake menghabiskan sepanjang malam hanya dengan seorang wanita. Bagi Brady, Drake adalah teman terbaik yang pernah ia- “Hai,” sebuah suara feminis memutus lamuman Brady. Ia melirik ke samping dan tidak menemukan adiknya di sana. Netranya mendapati sesosok wanita cantik dalam balutan gaun merah dengan belahan d**a yang sangat rendah. “Hai…” sapanya hanyat. Brady mengedarkan pandangan dan menemukan adiknya mengarahkan gelas ke arahnya. Wanita ini, pastilah dibawa oleh Bright. “Bright menyuruhku menemanimu.” Ucap sang wanita dengan nada menggoda. “Shopie.” Lanjutnya. Brady memindai sekilas postur tubuh wanita itu. Bibir penuh, d**a berisi dan tubuh ramping. Semuanya sempurna, Bright memang selalu tahu seperti apa wanita yang menjadi tipenya. “Aku sudah menduganya.” Ia membelai pipi merah muda Shopie.Tidak butuh waktu lama bagi Bright untuk membawa gadis itu ke ranjangnya. Bright menundukkan wajah, hendak memagut bibir Shopie. Namun… “Di sini kau rupanya.” Sebuah suara yang cukup asing memaksa Brady menunda kegiatannya. Sontak, hal itu membuat ia kesal setengah mati. Dengan sabar, Brady mengangkat wajah. Ia melihat sosok yang sudah berani mengganggunya. Yang ternyata adalah seorang gadis muda yang sepertinya seusia Shopie. Sebelah alis Brady terangkat, dalam hati ia mulai bertanya-tanya apakah ia pernah bertemu dengan gadis ini sebelumnya. Gadis itu mengangkat dagunya tinggi-tinggi, “Aku ingin menantangmu untuk balapan.” Katanya penuh percaya diri. Brady menelengkan kepala, apakah dia tidak salah dengar? Ataukah dia sedang bermimpi? Ia melihat ke sekeliling dna mendapati teman-temannya mulai tertarik dengan ucapan gadis itu. Satu jam yang lalu, Brady percaya dia telah menyewa salah satu ruang vvip di club malam langganannya dan membawa serta teman-teman palsunya untuk datang dan menikmati pesta yang terlalu dini. Kini, kepercayaan itu hilang begitu saja setelah sesosok gadis tiba-tiba mengacaukan malamnya. “Kau takut?” Gadis itu maju satu langkah, ia melempar pandangan jijik pada Shopie lalu kembali menatap Brady. “Kenapa kau hanya diam saja?” Merasa tidak nyaman dengan kehadiran gadis itu, Brady akhirnya bangkit dan mengabaikan Shopie begitu saja. “Siapa kau?” “Kau tidak perlu tahu siapa aku. Kau hanya perlu menjawab apakah kau mau bertanding denganku atau tidak.” Brady memilih untuk tidak bersikap gegabah. “Tidak sebelum aku mengetahui siapa dirimu.” Wajah gadis itu memerah karena marah. Brady sama sekali tidak tahu alasan kemarahan gadis itu, tetapi sesuatu dalam mata gadis memaksanya untuk tetap menatapnya. “Namaku Emmaline Winters. Kau pasti mengenal kakakku. Drake Winters.” Detik itu juga, jantung Brady seolah terjun bebas dari d**a dan mendarat mulus di kakinya. Drake punya adik? Kenapa selama ini Brady tidak tahu? Kenapa mereka tidak pernah membicarakan- Merasa semakin banyak kerumunan di antara mereka, Brady akhirnya menarik tangan gadis itu dan membawanya keluar. Dia tidak ingin Emmaline menjadi sasaran gossip teman-temannya. Dia juga tidak mau adik Drake menjadi pusat perhatian orang-orang bermuka banyak itu. Keduanya terus berjalan keluar, melewati lorong-lorong dan sebisanya mungkin menghindari pasangan yang tengah mabuk dan b******u di sepanjang jalan. Emmaline terus menjerit dan meminta Brady untuk melepaskannya, tetapi Brady tidak akan serta merta melakukan hal itu. Ia terus menyeret adik Drake dan berhenti di sebuah ruangan yang tak berpenghuni dan tidak memiliki pintu. sungguh sial! Pikirnya. “Lepaskan aku!” jerit Emmaline. “Apa yang kaulakukan di sini!” seru Brady tidak sabaran. “Kau-“ “Apa pun yang kulakukan, bukan urusanmu. Jadi, apakah kau bersedia menerima tantanganku?” Brady menggeleng. Pria sejati tidak akan menerima tantangan dari seorang gadis, bukan? “Tidak.” Dan demi menghormati mendiang Drake, dia kembali berkata. “Apa yang kauinginkan dariku?” “Aku ingin kau mundur dari dunia MotoGP dan mengakui kalau kau sengaja menabrak kakakku.” “Aku tidak-“ Brady menghentikan ucapannya. Dia memang sengaja menabrak Drake. Kecelakaan itu sepenuhnya salahnya. “Aku tidak bisa melakukannya.” Bukan karena dia tidak mau mengakui kesalahannya, tapi Brady tidak bisa begitu saja mundur. Kontraknya tidak bisa dibatalkan atau dia akan mendapat denda yang cukup besar. “Aku tahu kau tidak akan mau melakukannya. Maka dari itu aku menantangmu.” Emmaline Winters berseru. “Kalau kau kalah, kau harus mengakui semua itu. Kakakku tidak akan hidup tenang di kuburnya sebelum kau mengakuinya di depan semua orang.” “Bagaimana jika aku yang memenangkan balapan?” tanya Brady. “Jika kau yang menang, aku bersumpah tidak akan mengusikmu lagi. Tapi jika kau kalah, kau harus mengakui kalau kau sengaja membunuh kakakku.” “Jika aku menang, kau harus menuruti semua permintaanku.” Brady memberanikan diri mengucapkan hal tersebut. Sejak tahu kalau gadis itu adalah adik kandung Drake, Brady merasa memiliki tanggung jawab yang besar padanya. Dia dan Drake adalah sahabat yang tak terpisahkan, Brady mulai memikirkan apa yang terjadi pada adik kandung Drake sejak kepergian sahabatnya? “Midnight?” sebuah suara dari pria asing menginterupsi keduanya. “Astaga, di sini kau rupanya!” pria itu berkata sembari memegangi dadanya. “Sampai bertemu di sirkuit.” Gadis itu berbalik dan segera berjalan menuju laki-laki yang tengah menunggunya. Dari tempatnya berdiri, Brady masih bisa mendengar dengan jelas pembicaraan mereka berdua. “Mid, aku mencarimu!” Jadi, namanya Midnight? Tanya Brady lebih kepada diri sendiri.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD